Blitar, HarianForum.com- Fluktuasi harga hasil panen tanaman pangan yang sering tidak berpihak kepada petani, serta masih banyaknya ketergantungan petani terhadap pendukung pertumbuhan tanaman dari pabrik, hingga pemikiran sebagian besar masyarakat terutama kalangan muda, menganggap pekerjaan petani tidak bisa dijadikan jaminan kelayakan hidup di masa depan, menjadi satu persoalan yang tidak hanya dihadapi namun harus dilakukan penyelesaian dengan solusi.
Persoalan pertanian seakan tidak pernah berlalu dan terus dihadapi oleh para petani, meskipun pertanian memiliki pengaruh sangat penting atas tergeraknya sendi sendi terbangunnya pilar perekonomian.
Melihat kondisi petani tanaman pangan pada saat ini memicu kerisauan Rudiyanto Hendra Setiawan, warga nahdliyin pada saat ini aktif di Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama kabupaten Blitar. Ditemui Harian Forum.com pada saat diskusi tentang strategi untuk pengembangan jagung lokal varietas MSP, Rudiyanto mengajak menengok kembali perjalanan sejarah tokoh bangsa pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, yang menyampaikan pentingnya membangun pertanian agar bangsa Indonesia mandiri, maju dan sejahtera.
Melansir dari NU Online, 29 September 2020, di majalah Soeara Moeslimin Indonesia, No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363/15 Januari 1944, KH Hasyim Asy’ari menulis, pendek kata bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pa’ Tani itoelah penolong Negeri apabila keperloean menghendakinja dan diwaktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe Negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean Negeri, jaitoe di waktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.
Memaknai apa yang ditulis KH Hasyim Asyari di masa penjajahan Jepang, dengan jelas bahwa ulama besar yang memiliki gelar Syaikhul Masyayikh menyebut tegas bahwa petani merupakan pahlawan bangsa karena atas jasanya menghidupi masyarakat banyak.
“Meneladani dawuh mbah Hasyim Asyari, bahwa petani itu pekerjaan masyarakat di pedesaan. Sehingga mau tidak mau, kalau bentuk ketaatan dan kalau bentuk ketaqwaan kepada Allah, salah satunya adalah meneruskan pekerjaaan yang menjadi bagian budaya pertanian. Dan hari ini dikalangan NU telah terjadi proses tranformasi. Saya sangat senang pertemuan kemarin dengan MSP (Sinergitas MSP Blitar Raya dan LPPNU Kabupaten Blitar Untuk Pemberdayaan Petani, Harian Forum.red), merupakan langkah luar biasa karena melahirkan energi untuk membangun kedaulatan pangan. Dalam pertemuan, pencerahan dari pembina MSP diperoleh pandangan bagaimana masyarakat petani dikenalkan dan kembali didekatkan dengan benih lokal peninggalan orang tua kita,” terang Ketua Lembaga yang menjalankan tugas prògram NU untuk pengembangan dan pengelolaan pertanian, kehutanan serta lingkungan di Kabupaten Blitar, Minggu (07/08).
Ditanyakan dengan mengutip dari salah satu media online nasional, Dr. Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, salah satu Mustasyar PBNU masa khidmat 2015-2020, yang memberi pemikiran para santri dan petani NU harus mempunyai jiwa kewirausahaan, artinya para petani NU tidak lagi hanya mengandalkan hasil panen sebagai sumber pemasukan utama. Namun dalam pandangannya, apabila petani dibekali entrepreneurship maka tidak akan menjadi sub-system farmers atau petani saja, tetapi petani sebagai commercial farmers.
Menjawab pertanyaan tersebut, Rudi Hendra Setiawan memaparkan bahwa LPPNU kabupaten Blitar sudah melakukan pergeseran mindset, yang sebelumnya petani hanya melakukan usaha menghasilkan komoditas saja, mulai mengolah lahan, menanam benih, mengelola tanaman hingga panen, berubah memiliki kemampuan untuk menyimpan, mengolah dan memasarkan sendiri produk pertanian, dengan upaya bisa meningkatkan nilai tambah atas hasil produksinya.
“Yang telah terjadi, para petani tradisional dihadapkan sebuah perubahan yang demikian cepat. Dan salah satu perubahan tersebut, adalah pemahaman pertanian tidak lagi hanya on farm yaitu sekedar tanam sampai panen atau budidaya. Tetapi petani harus masuk di off farm yang bisa mengolah, memasarkan atau menjual hasil produksinya, serta merdeka terhadap sumber pangan. Di NU sedang berproses, upayanya adalah dengan memperkuat pemahaman bahwa pertanian itu sesuatu yang mulia, dengan tidak melihat petani sebuah pekerjaan yang tidak menguntungkan.
Dikalangan LPPNU, bagi petani muda sedang digagas bagaimana usaha yang dilakukan dari hulu ke hilir agar bisa mandiri,” pungkas Rudiyanto Hendra Setiawan.(Ans)