Berita

Potensi Kawasan Kali Karplos sebagai Destinasi Wisata, Ekowisata, dan Agrowisata di Kota Blitar

72
×

Potensi Kawasan Kali Karplos sebagai Destinasi Wisata, Ekowisata, dan Agrowisata di Kota Blitar

Sebarkan artikel ini

Blitar, HarianForum.com – Air dari mata air yang mengalir sangat tepat dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan darat atau ikan air tawar. Selain terjaganya kelestarian lingkungan dengan peran pentingnya ikan air tawar untuk ekosistem air sungai, keuntungan yang diperoleh dari pembudidayaan air tawar di sungai bisa memenuhi kebutuhan nutrisi bagi masyarakat, berkontribusi terhadap ketahanan pangan, serta meningkatkan ekonomi masyarakat.

Namun begitu, optimalisasi terhadap sumber daya air dengan pemanfaatan budidaya perikanan darat tentunya harus memenuhi persyaratan, salah satunya terjaganya air dari pencemaran, baik dari aktivitas manusia maupun secara alami, yang dapat mengganggu kehidupan ikan. Pencemaran air bisa berasal dari limbah pertanian, seperti penggunaan pupuk maupun pestisida berlebihan yang terbawa aliran air dan meresap ke tanah hingga mencapai sumber air. Selain itu, limbah rumah tangga seperti sisa-sisa makanan, sampah nonorganik, deterjen, sabun, hingga kotoran manusia juga menjadi penyebab.

Disampaikan Doni Widodo, penggiat nutrisi pertanian Blitar, saat mengunjungi sumber air atau Sendang Mbah Bawok. Dengan melihat langsung sumber mata air yang berada di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, ia menilai secara umum air dari Sumber Mbah Bawok masih relatif aman sehingga menurutnya layak dijadikan tempat budidaya ikan.

Santri Pondok Nutrisi Ngaji Tani menambahkan dalam pemanfaatan sumber air untuk budidaya ikan bisa dilakukan dengan menggunakan metode semi-keramba ikan. Akan tetapi, ia mempertanyakan terlebih dahulu konsep budidaya ikan tersebut—apakah untuk perekonomian secara penuh atau memiliki orientasi lain.

“Ikan nila sangat bagus kalau di air yang mengalir, apalagi diberi nutrisi. Tapi itu syaratnya, masyarakat yang mengelola bisa menjaga aliran air yang berada di atas harus terbebas dari pencemaran yang menyebabkan ikan mati. Cuma itu saja. Nanti mungkin budidayanya bisa dilakukan menggunakan semi-keramba seperti di lokasi lain, ada yang menggunakan semi-keramba, tetapi sayangnya sepertinya tidak terawat. Maka di sini nanti sangat dibutuhkan ketekunan dari pengelola. Yang paling penting adalah perawatan dari pengelola.”

“Dan konsep budidaya untuk apa? Kalau memang full budidaya maka pengelola harus on time untuk waktu panennya. Tetapi kalau semi-budidaya, mungkin sekaligus untuk keperluan wisata, maka tidak harus sekian bulan panen. Tergantung teman-teman pengelola, keinginannya bagaimana. Mungkin ada konsep menawarkan kepada pengunjung memberi makan ikan, maka pengelola menyediakan dan menjual pakan ikan,” tandas Doni Widodo yang juga aktif sebagai pembudidaya pertanian pangan, hortikultura, dan perikanan darat.

Kali Karplos dengan sumber air Mbah Bawok memiliki potensi tidak hanya sebatas sebagai destinasi wisata di Kota Blitar. Bila dikelola dengan baik, sangat mungkin dibangun ekowisata, sebuah pengembangan industri wisata yang terfokus pada konservasi sumber daya alam. Bahkan Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Blitar, Mujianto, S.Sos., M.M., memberikan pandangannya terhadap kawasan Kali Karplos yang berada di wilayah perkotaan. Menurutnya, kawasan ini perlu dikembangkan menjadi agrowisata yang bisa menarik bagi para wisatawan. Kawasan tersebut dapat dikelola sebagai area pertanian dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, serta perikanan, yang didukung dengan adanya fasilitas umum maupun jasa layanan kuliner. Mujianto mengungkapkan bahwa agrowisata juga digunakan sebagai wahana memperluas pengetahuan pertanian untuk menumbuhkan ketertarikan bagi generasi milenial dan generasi Z terhadap dunia pertanian.

“Kawasan di sini benar-benar sebuah ruang terbuka hijau yang alami di tengah kota. Ada sumber air, pohon-pohon besar, dan lahan pertanian. Maka, sangat perlu dilestarikan, dikelola, dan dikembangkan dengan baik. Bila dilakukan pengelolaan dan pengembangan, dibutuhkan kerangka kerja yang jelas. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber air bukanlah pekerjaan mudah, namun melihat semangat teman-teman pelestari dan pengelola di sini, saya yakin kawasan ini akan diminati. Sangat dibutuhkan kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan pengelola. Maka, sangat perlu pemerintah menyediakan regulasi yang berpihak kepada masyarakat yang telah mengelola kawasan,” ungkapnya sembari berjanji akan menebar benih ikan lele di kolam penampungan sumber air.

Azizah dan Natasya, keduanya mahasiswi dari luar kota, telah berkunjung ke Sumber Air Mbah Bawok. Saat ditanya HarianForum.com mengenai kesan mereka terhadap kawasan tersebut, Azizah menuturkan bahwa ia cukup terkesan karena ternyata di tengah kota masih ada tempat dengan suasana alam. Mahasiswi jurusan kesehatan tersebut juga memberikan masukan bahwa tidak adanya papan penunjuk menuju lokasi Sumber Air Mbah Bawok sempat membuat mereka kebingungan.

“Bagus, suasananya alami. Untuk masukan, tidak ada papan penunjuk ke lokasi, jadi tadi kami sempat bingung. Tadi kami juga bertemu ibu-ibu yang juga kebingungan mencari jalan menuju ke sini. Selain itu, tidak ada tempat sampah dan tempat parkirnya tidak ada penutup,” tuturnya. (Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *