Blitar, Harian Forum.com – Santernya pemberitaan yang mensinyalir adanya Angggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD tahun 2024 kabupaten Blitar tidak bisa diserap sepenuhnya, dikarenakan adanya dugaan kas daerah kosong, menjadi bahan pembicaraan di kalangan sebagian masyarakat.Bahkan yang menjadi pematik perbincangan, dalam tulisan pemberitaan di salah satu media dugaan kosongnya kas daerah pada pemerintahan Bupati Blitar Rini Syarifah, bisa dikatakan serupa dengan pemerintahan dimasa Bupati Blitar Imam Muhadi, 20 tahun yang lalu.
Dugaan kosongnya kas daerah tahun 2024 yang bisa dikatakan sama dengan kondisi kosongnya keuangan pemerintahan daerah kabupaten Blitar pada tahun 2004, menarik Harian Forum.com membuka kembali perjalanan sejarah pengelolaan keuangan di pemerintah daerah kabupaten Blitar.Mengutip dari koran KOMPAS 28 Desember 2004, memberitakan dimana ditemukan indikasi korupsi Rp 32 Miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah kabupaten Blitar, melalui penggadaan surat perintah membayar giro gaji sekretariat daerah.Dan dalam dugaan korupsi tersebut, penyelewengan dilakukan dalam dua periode anggaran tahun 2003 dan tahun 2004.
Kosongnya kas daerah pemerintah kabupaten Blitar 20 tahun yang lalu atau tahun 2004, menurut pandangan penggiat yang juga pengamat hukum dan politik Blitar Farhan Mahfudzi, salah satu yang menjadi penyebabnya adanya perilaku yang dilarang atau melanggar undang – undang tindak pidana korupsi.Farhan juga menjelaskan semua rentetan yang terlibat pelanggaran telah menjalani sanksi hukum dan sudah selesai.Menanggapi adanya pandangan menyamakan kas daerah kosong di pemerintahan daerah pada tahun 2004 dengan tahun 2024 dirinya menampik pemikiran tersebut, dijelaskan kekosongan kas daerah tahun 2024 berbeda dengan kas daerah pada tahun 2004.Farkhan Mahfudzi mempunyai argumentasi tentang kekosongan kas daerah tahun 2024, mengambil pernyataan salah satu pejabat Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau BPKAD kabupaten Blitar dari beberapa media yang menegaskan bahwa kas daerah hingga akhir bulan Pebruari 2024, memiliki Rp 224 Miliar.
” saya berharap adanya isu kasda kosong monggo ditindaklanjuti oleh stakeholder yang memiliki kepentingan.Sebagai masyarakat kita tidak berharap ternyata penyebab isu munculnya ini, adalah rentetan di belakang nanti timbul perilaku korupsi.Kalaupun terjadi kasda kosong itu aspeknya memang berbeda, misalkan persoalan tehnis adminitrasi saja di pemerintahan.
Tetapi kalau melihat dari beberapa pemberitaan, pihak – pihak terkait terutama di pemda secara angka memastikan bahwa tidak ada kekosongan, dimana kepala BPKAD sudah menyatakan tidak ada kekosongan ” ungkapnya.(28/3).
Pendapat yang dimiliki sekiranya isu tersebut diarahkan pada persoalan lain, tidak menutup kemungkinan diatur untuk kepentingan di tahun politik.Disampaikan, birokrasi yang memiliki kepentingan lebih bisa menjelaskan ke masyarakat dengan tujuan opini yang berkembang, tidak diterima masyarakat dengan presepsi tanpa dasar yang obyektif.Meskipun diakui pada kenyataannya, tidak adanya kekosongan kas daerah karena pihak pemerintah sudah menyatakan dengan tegas.Tetapi baginya penjelasan tersebut tidak cukup hanya dari BPKAD.
” sekarang tinggal mengelola isu yang lain, jangan – jangan diatur untuk kepentingan politik di 2024 atau 2025 dan sebagainya.Saya kira birokrasi punya kepentingan menjelaskan ke masyarakat sehingga tidak terjadi kekhawatiran, meskipun kenyataannya kekosongan tidak terjadi, karena pihak pemerintah sudah menyatakan angkanya, itu yang menjadi sebuah rujukan.Memang mungkin tidak cukup dari BPKAD, bagian lain misalnya dari pemerintah yang menjelaskan ke masyarakat agar isu tersebut tidak menjadi masalah.Tetapi kalau dibiarkan, pastinya akan liar kemana – mana.Dulu kita juga tidak tahu bahwa ada kecurigaan adanya tindak pidana korupsi diawalnya, dalam ingatan kita dulu melihat perilaku para birokrat pada masa itu dupuluh tahun yang lalu sudah kita anggap bermewah mewahan dan kita mahfum mengetahuinya.Sekarang gejala – gejalanya nggak terlalu signifikan, kalau untuk ukurannya pelaksanaan proyek dan sebagainya saya kira sifatnya persoalan tehnis.Dan itu harus mampu dijelaskan pemerintah daerah kepada masyarakat.” jelas aktivis Solidaritas Desa atau Sitas Desa yang turut bergabung di Somasi.
” untuk isu boleh saja, dan apa saja boleh, mau kasda kosong atau kasda minus dan sebagainya, itu boleh saja.Tetapi secara angka sudah diklarifikasi oleh BPKAD dan barangnya ada.Sekarang mengelola yang secara politik saja, itu kepentingan birokrasi bukan kepentingan politisi.Kalau bupati kepentingannya politisi, kalau mau ngomong apa saja dipastikan mesti salah.Saya kira yang paling tepat kepentingan birokrasi, menyatakan semuanya dikelola secara akuntabel” tandasnya.(Ans).