Kesehatan

Kesiapan RSUD Jombang selama PPKM Darurat

243
×

Kesiapan RSUD Jombang selama PPKM Darurat

Sebarkan artikel ini

Jangan Takut Berobat, Tidak Ada Istilah Di-covid-kan

Jombang, HarianForum.com- Meningkatnya angka Covid-19 di Jombang, berdampak pada tingkat kekhawatiran masyarakat yang tinggi. Padahal, berobat ke RSUD Jombang tidak perlu takut. Semua akan dilayani dengan sepenuh hati.

Direktur RSUD Jombang dr. Pudji Umbaran menegaskan, tidak ada istilah “di-covid-kan” kepada siapapun yang berobat ke RSUD Jombang. Semua ditangani secara profesional.

Dirinya mengingatkan kepada masyarakat agar jangan takut berobat ke RSUD Jombang.
“Jadi jangan takut, ada screening sangat ketat. Kami punya dua IGD, satu khusus Covid-19, dan satunya non Covid-19,” ucapnya, kemarin.

Ia lantas menjelaskan alur untuk bisa mendapatkan pengobatan yang tepat di RSUD Jombang. Setelah pasien tiba, wajib melakukan uji swab antigen di pintu depan.

Jika hasilnya positif, maka akan diarahkan ke IGD khusus Covid-19. Sebaliknya, jika hasilnya negatif maka diarahkan ke IGD non Covid-19. Kemudian dilakukan screening lanjutan dengan pemeriksaan laboratoris untuk memastikan pasien dalam gejala ringan, sedang atau berat.
“Pasien Covid-19 yang dimasukkan ke ruang isolasi hanya yang mengalami gejala berat kritis,” terangnya.

Untuk yang bergejala ringan dan sedang, bisa melakukan isolasi mandiri di rumah. Sedangkan pasien yang berada di dalam ruang isolasi tidak boleh ditunggu. “Selama di rumah sakit, yang menunggu juga harus melakukan uji swab antigen dan biaya ditanggung rumah sakit,” terangnya.

Ketentuan ini hanya satu orang untuk memastikan jika orang tersebut aman. Seandainya, mau ganti penunggu lain, harus uji swab lagi dengan biaya mandiri. “Kalau hasil uji swab bawa dari luar berlaku 3×24 jam,” jelas Pudji.

Untuk meminimalisir penyebaran Covid-19, selama PPKM darurat, RSUD Jombang tidak ada jam berkunjung. Dia kembali mengingatkan agar masyarakat mematuhi Prokes ketat. Utamanya pasien tanpa gejala yang menjalani isolasi mandiri di rumah, harus mengukur kondisi kesehatannya sendiri. Karena isolasi mandiri bisa mengalami perburukan sewaktu-waktu.

“Yang sedang isoman bisa mengukur saturasi oksigen secara mandiri, jika di bawah 95 wajib hukumnya segera lari ke rumah sakit,” jelasnya. Tingginya tingkat kematian pasien Covid-19 disebabkan pasien yang datang kondisi saturasi oksigen 80. “Banyak sekali yang meninggal di IGD,” jelasnya lagi.

Pudji berharap, Pemerintah Desa bisa mendirikan selter untuk penanganan warga yang menjalani isolasi mandiri. Dengan melibatkan satgas Covid-19 tingkat kecamatan. “Bisa menyediakan satu oxymeter untuk dipakai orang banyak,” pungkasnya.(ko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *