Pariwisata

Kapitu Tulungagung, Destinasi Wisata Dan Edukasi Pertanian

406
×

Kapitu Tulungagung, Destinasi Wisata Dan Edukasi Pertanian

Sebarkan artikel ini
Tulungagung, HarianForum.com- Tidak keliru apabila lahan di desa Geger dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sayur daun tangkai, sayur akar dan umbi, dan juga sayur daun. Atau rumput yang digunakan untuk pakan sapi perah, dimana mana tampak terlihat tumbuh dengan subur.

Desa paling barat di wilayah kabupaten Tulungagung, dengan ketinggian 1200 mdpl dengan suhu harian pada siang rata rata 22’C, namun malam hari bisa mencapai 16’C. Desa Geger yang memiliki dusun  Turi, Gebyuk, Potrosumo, Ngumpak, Grejeng, Tambibendo, Nguncup, Kritek, Geger berada di lereng gunung Wilis sangat akseptabel bila berubah menjadi agropolitan.

Penggiat dan berprofesi di pertanian yang lebih konsentrasi pada agrobisnis, M. Adif Fanani mempunyai pandangan bahwa desa Geger, kecamatan Sendang, kabupaten Tulungagung bukan tidak mungkin bisa berubah menjadi kota pertanian yang tumbuh dan berkembang serta mampu membangun sistem pertanian sehingga menjadi usaha agrobisnis. “Tidak sengaja kalau saya akan mempunyai usaha disini, namun awal saya melihat lahan yang ada di penampihan saya langsung jatuh hati. Suhu yang sesuai, didukung tanah yang bagus, kebutuhan air untuk tanaman tidak mengenal musim menginspirasi saya untuk membudidayakan tanaman dataran tinggi,” jelas anggota Pusat Pelatihan Pengolahan Pedesaan Swadaya atau P4S Jawa Timur.

Adib melanjutkan penjelasannya, untuk tanaman, memang dirinya memprioritaskan pembudidayaan aneka sayuran pada dataran tinggi seperti wortel brokoli, bit, kentang, bawang putih, dan lainnya dengan memanfaatkan tumpangsari dengan aneka tanaman rempah, lemon juga kopi arabica.

Alumni fakultas pertanian jurusan agronomi universitas Muhamadiyah Malang ini, mengungkapkan bahwa sampai saat ini dirinya telah mengelola lahan seluas 4 hektar. Sedangkan untuk lahan 1,6 hektarnya digunakan untuk budidaya pertanian dengan pengolahan dan perawatannya hanya dengan mengandalkan bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.

“Dari 4 hektar, untuk lahan 1.6 ha memang saya pergunakan khusus kawasan budidaya tanaman organik. Namun kawasan organik baru mulai dan masih tahap membuka lahan. Karena sejak 8 tahun yang lalu saya beli belum ditanami, dan sertifikat organik juga baru terbit pada bulan lalu,” ungkap Adib Fanani kepada HarianForum.com, Selasa (17/03/20).

Terletak di dusun Turi, desa Geger. Lahan pertanian tidak hanya mempunyai kesuburan saja, tetapi nuansa alam sekitar juga menampakkan keindahan yang mempesona. Dengan dinding gunung Wilis yang terlihat artistik ditambah kabut sering menyelimuti, membuat Adib berinisiasi menjadikan lahan pertaniannya miliknya sebagai destinasi wisata edukasi.

Griya Kapitu, dulunya digunakan Adib selain untuk beristirahat melepas kepenatan dalam beraktifitas mengolah lahannya dan juga digunakan sebagai tempat menyimpan alat alat pertanian.

Tetapi sekarang, griya tersebut sering digunakan sebagai ladang kawruh ilmu pertanian mulai dari anak dari taman kanak kanak sampai perguruan tinggi bahkan dari instansi pemerintah juga ikut menyerap pengetahuan tentang pertanian. Tidak hanya itu, Griya Kapitu juga tidak jarang digunakan sebagai tempat persinggahan para climber yang ingin melakukan pendakian gunung Wilis. “Griya kapitu memang digunakan bagi yang ingin belajar tentang pertanian, dan menerima siapa saja yang memang ingin belajar di sini,” tandas M Adib Fanani sembari memberikan kontaknya yaitu kapitu.farm@gmail.com bagi yang memerlukan Griya Kapitu.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *