Nganjuk, HarianForum.com- Sempat viral dimedia sosial, Pasutri (pasangan suami istri) yang sama-sama menderita tunanetra Buchori dan sang istri Azis Rahayu warga Dusun Patran Desa Sonobekel Kecamatan Tanjung Anom.
Aziz mengaku bahwa dirinya memiliki aset berupa sawah juga pekarangan rumah di Dusun Njali Desa Bungur Sukomoro. Dengan keadaan yang ekonomi lemah juga keduanya mengalami kebutaan, tidak tahu bagaimana cara mengurus untuk balik nama sertifikat dari nama orang tuanya ke nama Azis.(10/02).
Sebenarnya Azis sudah pernah mengurus sertifikat itu, dengan perantara NN warga Dusun Ganggang Malang Kecamatan Sukomoro, saat itu juga dikenalkan seorang Pengacara bernama ARM.
Setelah dipertemukannya Azis dengan Pengacara ARM melalui perantara NN, akhirnya terjadi kesepakatan kalau semua urusan diserahkan kepada ARM sang pengacara dengan kesepakatan kalau urusan selesai ARM mendapatkan bagian 30 persen,dan ahkirnya Azis menyetujuinya, dengan harapan bisa terselesaikan juga nantinya bisa untuk berobat atas penyakitnya kangker dan kebutaan.
“Setelah menunggu lama sejak tahun 2014 hingga saat ini, sertifikatnya tak kunjung jadi dan pengacaranya tak ada kabar berita,” jelas Aziz.
Setelah menunggu, Aziz mendengar kabar bahwa aset miliknya sudah dijual oleh oknum pengacara tanpa sepengetahuannya, yang ketika itu sanggup untuk mengurus sertifikat dengan kesepakatan 30 persen jika berhasil.
Diketahui, seperempat hektar sawahnya telah dibeli saudara dari Kades Desa Bungur. Saat itu juga awak media mendatangi rumah Kades Bungur, guna menanyakan terkait dengan sertifikat Azis.
“Memang benar sawah Azis dijual ke warga saya, bukan saudara saya, dalam proses penjualan sawah tersebut kuasa hukumnya bernama ARS dan uangnya yang menerima juga ARS, saya berkata demikian memang saya pelaku sejarah tersebut,” ungkap Kades Bungur.
Ditempat berbeda tepatnya di Dusun Njali, SRT yang membeli aset peninggalan orang tua Azis menjelaskan bahwa pihaknya membeli tanah seharga kurang lebih 300 juta dan bukan atas nama Azis, tapi atas nama ARM.
“Saya sendiri juga bingung, kok bisa sertifikat atas nama Azis diganti nama ARM, saya membelinya pada tanggal 1 Januari 2019 melalui notaris Nur Hidayat,”tambahnya.
Saat ini pasutri Buchori dan Azis hanya bisa menangis, meratapi asetnya telah dijual oleh oknum pengacara tersebut, tanpa sepengetahuannya. “Padahal semua itu nantinya untuk masa depan anak saya, untuk biaya sekolah anak saya, karena kami sudah tidak bisa apa-apa,” ungkap pasutri tersebut sambil meneteska air mata.(Red)