A. Ngadi Busana.
Peragaan busana Karaton Surakarta Hadiningrat berlangsung pada hari Rabu, 30 September 2020. Bertempat di hotel Swiss belinn saripetojo, Laweyan Surakarta. Kegiatan budaya ini dirancang dengan urut patut.
Selaku narasumber telah hadir Dra GKR Wandansari, M.Pd, Pengageng Sasana Wilapa. Juga memberi sesorah yaitu Drs KPH Radityo Lintang sasongko, dwija sanggar pambiwara. GKR Timoer Rumbay Kusumadewayani, putri Sinuwun Paku Buwana XIII. Minangka panglaras acara, RM Restu B. setiawan S.Pd, M.Pd. Beliau mewarisi kebudayaan Karaton Surakarta Hadiningrat sejak berdiri tahun 1745.
Titi laksana hadicara ini dilaksanakan oleh DPC Harpi melati kota surakarta. Dene pendherek saking Paguyuban Kawula Karaton Surakarta, PAKASA pang Nganjuk dipimpin KRT Sukoco Madunagoro , Harpi Yogyakarta, Putri narpa Wandawa, perguruan tinggi, LOKANTARA, seniman, budayawan. Dengan maksud mengusahakan kuncaraning budaya Jawi. Adat Istiadat supaya berjalan sesuai dengan Pakem peugeran.
Salah satu peserta bernama Nyi Behi Sunarmi Sekar Rukmi. Beliau aktif dalem kegiatan harfi wilayah Jawa Timur. Sering membina para pemilik usaha rias manten dan salon, demi meningkatnya industri ekonomi kreatif. Pemikirannya termasuk terpandang dan populer. Karena menggunakan teknik rias yang genep dan genah.
Sejarah menjadi referensi penting. Tahun 1752 Sinuwun Paku Buwana III mengarahkan tata busana penganten. Waktu itu dilengkapi dengan busana teater panggung. Ajining dhiri saka lathi, Ajining raga saka busana. Artinya martabat seseorang ditentukan perkataan. Kehormatan seseorang karena busana yang dikenakan. Orang Jawa begitu peduli pada ulat, patrap lan pangucap.
Adanya peragaan busana ini bisa menjadi contoh bagi pelaku rias manten, sutradara teater, bisnisman, penggerak ekonomi kreatif. Pedoman pakaian hendaknya menurut paugeran yang sudah baku.
Berbusana yang pantas memang menjadi perhatian yang saksama. Sepanjang peradaban Jawa, Karaton Surakarta Hadiningrat peduli amat dengan usaha Ngadi salira, ngadi busana. Pelatihan dan pembelajaran tata busana diajarkan secara formal. Angger Angger tata busana dengan ragam pakaian. Serat anggitan dalem serat warni warni dibaca sebagai pedoman utama.
Wajar sekali kegemilangan busana gagrag Karaton Surakarta Hadiningrat mencar ke segala penjuru. Nyata bahwa kemewahan ini dapat memperkokoh jatidiri dan kepribadian bangsa. Generasi penerus tinggal mempelajari serta melestarikan. Supaya masa depan budaya bertambah jaya.
B. Ajining Raga saka Busana.
Para narasumber memang punya otoritas tentang budaya Karaton Surakarta Hadiningrat. Beliau sehari hari memang berkecimpung dalam kehidupan adat Istiadat Kraton. Mulai dari upacara, ritual dan pengajaran. Melalui lembaga pambiwara adat Istiadat diajarkan secara terprogram dan terpadu.
Dalam bidang kesenian boleh dikata sangat mumpuni. Pusaka Bedaya ketawang dilakukan tiap upacara jumenengan. Pakaian diatur dengan ketat. Karawitan Karaton untuk memperkokoh legitimasi kedudukan kerajaan. Budaya Karaton Surakarta bersifat sakral.
Saat ini pembahasan tentang busana penganten mawi ageman dodot basahan atau kampuhan. Basahan berarti busana kebesaran. Busana keprabon ini untuk tata cara resmi kenegaraan.
Ageman dodotan terdiri dari gerbong kandhen, ngumbar kunca, sampir kunca, kepuh ukel. Masing masing digunakan dalam tingkatan herarkis.
Sebetulnya busana basahan merupakan derivasi pusaka Bedaya ketawang. Misalnya samparan, udhet cindhe puspa cakar, kelat bahu. Mirid busana Bedaya ketawang, maka harus dengan sikap berhati hati. Masyarakat umum bisa meniru, setelah adanya palilah batin.
Sinuwun Paku Buwana IX, raja Karaton Surakarta tahun 1861 – 1893, memberi wejangan bahwa busana untuk memperoleh drajat Agung. Busana juga untuk membangun karakter manusia paripurna.
Rum kuncaraning bangsa dumunung ing luhuring budaya. Sesanti Sinuwun Paku Buwana X ini diucapkan tahun 1893. Makna filosofis perabot busana penganten kakung hendaknya dipahami. Panunggul mathak biru sekar ganda. Nyamat, tumpengan, tajug, dhebelan. Sumping sekat melati, kalung ulur, dodot gadhung melati motif alas alasan. Ukup, kloncer, cathok, buntal, lancingan cindhe puspa mawi seret, sorot tanpa tumpal. Wangkingan warangka ladrang capu, kolong keris.
Adapun perabot busana penganten basahan putri. Ukel bokor mengkurep, rajut sekar melati acakrik kawung, garudha mungkur, sokan, cunfhuk mentul alas alasan. Cundhuk jungkat, centhung, sekat sintingan, sengkang ronyok, sangsangan wulan tumanggal. Sekar tiba wentis, dodot gadung mekati alas alasan, udhet cindhe puspa tanpa tumpal. Sampatan cibdhe puspa tanpa tumpal. Slepe, pending, buntal, gelang.
Pada tahun 1993 Sinuwun Paku Buwana XII menyelenggarakan pawiwahan agung. GKR Koes Murtiyah menikah dengan KPH Wirabumi. Perhelatan ini dengan juru rias mandar paes, Puro Pakualaman. Turut mandhegani rias manten yaitu KRAY Anglingkusumo. Upacara pernikahan agung berjalan rahayu widada.
Perlu diketahui pula busana penganten beskap takwa, kebaya panjang. Perabot penganten kakung yaitu panunggul kanigaran cemeng, Nyamat sekar katu. Beskap takwa mawi plisir baludiran, kalung ulur, sabuk, bara cindhe dengan gebyok kembang suruh. Epek, timang, lerep, nyamping dringin, canela, slop, dhuwung warangka ladrang, kolong keris.
Sedangkan perabot busana penganten putri kebaya panjang. Ukel ageng bangun tulak.pantek, bris panetep mawi sempyok, sokan. Cundhuk mentul sekaran, cunfhuk jungkat, sangsangan, bros semyok, kebaya panjang mawi plisir baludiran. Sekar tiba dhadha, gelang, nyampung dringin, cindhe, canela, slop. Para putri amat memerlukan pengetahuan busana keputren.
GKR Wandansari menguraikan adat Istiadat Karaton Surakarta Hadiningrat secara turun tumurun. KPH Radityo Lintang Sasongko menjelaskan trep trepan rias penganten di lapangan. GKR Rumbai Kusuma Dewayani berbagi pengalaman tentang suasana keputren. Beliau menjelaskan urutan upacara pernikahan putri raja. Kepakaran Trah Mataram yang tetap lestari. Ndhudhah ageman penganten klasik Karaton Surakarta Hadiningrat memberi wawasan yang penuh makna.
Berbekal pelatihan, ceramah dan diskusi kali ini diharap cak cakan busana penganten sesuai dengan paugeran. Penggunaan busana ini begitu luwes, dhemes, kewes, pantes. Pakem warisan leluhur tentu membawa berkah.
(Dr. Purwadi M.Hum)