Blitar, HarianForum.com- Perjuangan dengan tantangan berat yang dihadapi Choirul Anam, akhirnya terlewati. Sebelumnya areal lahan tanam miliknya merupakan lahan kritis yang telah mengalami kerusakan, sehingga berkurang fungsinya. Kerusakan pada lahan tanam diakibatkan rumput kolonjono yang ditanam secara terus menerus kurang lebih 10 tahun, sehingga tanah tersebut terkuras haranya.
Namun saat ini, tanah lahan tanam yang dulunya kritis berubah menjadi lahan tanam yang cukup subur. Di lahan seluas 100 ru, salah satu petani yang tinggal di desa Gogodeso, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar ini telah berhasil memanen bawang merah dengan hasil yang cukup memuaskan.
Merupakan sebuah tantangan yang cukup berat, karena tanah yang dulunya sangat minim unsur hara atau tidak subur karena bekas ditanami rumput dengan waktu lama, harus saya rubah menjadi lahan tanam untuk bawang merah. Maka diperlukan tanah yang berstruktur remah, tekstur sedang, pengairan yang baik, tanah mengandung bahan organik yang cukup, dan pH tanah yang netral bukan pekerjaan yang mudah. Dengan bibit bawang merah 1 kwintal, di lahan seluas 10 ru dan menggunakan prosedur operasi standart yang saya peroleh dari salah satu penyuluh dinas pertanian kabupaten Blitar, telah menghasilkan bawang merah 1,5 ton.
Untuk mengembalikan tanah dari kritis menjadi tanah yang bisa ditanami, kami menggunakan prosedur tehnologi terra preta, yaitu tehnologi ramah lingkungan yang diterapkan oleh suku indian amazon mulai ribuan tahun yang lalu, dengan menggunakan penggabungan kompos, arang serta kapur untuk menjaga kesuburan tanah,” terang Choirul ditemui Harian Forum.com di lahan tanaman bawang merahnya.(14/09).
Tidak hanya berhasil mengubah lahan tanam, ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya atau P4S Ngudi Makmur,
Gogodeso ini juga menyampaikan, bahwa dirinya juga mulai mengubah mindset atau pola pikir dalam membudidayakan bawang merahnya dengan tidak menggunakan pestisida kimia.
Choirul mengungkapkan pestisida kimia merupakan pembasmi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama, baik insekta, jamur maupun gulma dengan bahan kimia atau campuran bahan kimia serta bahan-bahan lain yang bersifat racun dan bioaktif.
Melanjutkan penjelasannya, dirinya meyakini akibat pestisida kimia tidak hanya berpengaruh pada hama saja, tetapi apabila tanaman yang terkena pestisida kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus, sangat berbahaya dan mengganggu kesehatan manusia. “Meskipun untuk pemupukan kami masih menggunakan pupuk kimia dengan jumlah yang tidak banyak, hanya sebagai pendorong atau pendukung saja. Namun perlakuan pada bawang merah untuk pengendalian hama, kami menggunakan pestisida non kimia, yaitu pestisida dengan bahan bahan dari tanaman maupun tumbuhan yang ada di sekitar atau kami menggunakan kearifan lokal dan juga menggunakan bahan bahan organik lainnya yang dapat mengendalikan serangan hama pada tanaman,” ujarnya.
“Kami yakin dengan pestisida organik tidak akan meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman, lingkungan terutama pada manusia. Dari hasil uji organoleptik, bawang merah kami telah menunjukkan aroma khas non pestisida kimia sangat kuat. Dan yang perlu diingat bahwa peningkatan ekonomi dan kesejahteraan dari hasil panen tetap menjadi sebuah harapan, tetapi kualitas terutama untuk kesehatan konsumen, juga bagian dari keinginan,” imbuh ketua FK P4S dan Gerakan Petani Nusantara Blitar Raya.
Dari salah satu situs kesehatan, bahwa bawang merah mempunyai kandungan yang dibutuhkan manusia, antara lain vitamin, kalium, serat, dan asam folat. Selain itu, bawang merah juga mengandung kalsium dan zat besi, zat pengatur tumbuh alami berupa hormon auksin dan giberelin yang dapat membantu mencegah kanker membantu menormalkan kadar gula darah, meningkatkan sistem imunitas tubuh, meningkatkan kesehatan otak, mengandung protein yang baik untuk kesehatan tubuh, mengatasi radang tenggorokan, menyehatkan jantung dan mampu untuk menurunkan kadar kolesterol jahat.(Ans)