Blitar, HarianForum.com- Air merupakan sumber kehidupan dimana manusia tidak akan mampu menciptakan meskipun menggunakan tehnologi paling canggih yang dimilikinya. Namun keterbatasan air bersih, tidak sedikit masyarakat menganggap bukanlah sesuatu yang penting, karena hingga sampai saat ini air selalu ada dan masih tersedia.
Tidak butuh waktu lama krisis air bakal melanda dengan melihat sumber mata air, sungai serta hutan yang semakin berkurang serta kerusakan alam semakin mengkhawatirkan.
Kesinambungan sumber mata air harus dilestarikan, untuk menghindari malapetaka krisis air pada masa sekarang maupun untuk generasi yang akan datang, Peran dan kebijakan Pemerintah Daerah bersama DPRD untuk melahirkan program prioritas dalam mengelola dan memberi perlindungan sumber daya alam, terutama pelestarian sumber mata air yang berada di wilayah kabupaten Blitar, sudah waktunya dijalankan dengan serius seiring perubahan iklim global.
Maka sebijaknya, pemerintah kabupaten Blitar melalui dinas lingkungan hidup, menyusun peraturan Bupati sebagai dasar kebijakan dalam melaksanakan konservasi air di kabupaten Blitar.
“Berdasarkan undang undang nomor 37 tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air, pemerintah daerah diperintah untuk menyusun rencana konservasi tanah dan air dengan mengacu rencana pada kewenangan pemerintah diatasnya. Dan dalam penjelasan pasal 13 menyebutkan bahwa kawasan lindung salah satunya kawasan perlindungan setempat. Dalam penyusunan rencana tersebut juga memperhatikan rencana tata ruang dan pemegang hak atas tanah tersebut wajib mengikuti prinsip konservasi pada pasal 7. Kemudian pada undang undang nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air, Pemerintah Daerah wajib menyusun kebijakan, rencana dan pola pengelolaan sumber daya air,” terang Kepala bidang Konservasi dan Kemitraan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar, Hakim Catur Yulianto, S.Hut, M.Eng kepada HarianForum.com, Rabu (14/9).
“Setelah itu pengelolaan sumber daya air pada undang undang nomor 37 tahun 2014, yaitu kawasan perlindungan setempat yang dalam peraturan pemerintah nomor 13 tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008, tentang RTRW nasional, dimana dalam tata ruang juga ikut menetapkan kawasan perlindungan setempat terdapat pada pasal 51. Hingga saat ini definisi detail tentang kawasan perlindungan setempat hanya dalam perpres 32 tahun 1990,” imbuhnya.
Hakim melanjutkan penjelasannya, bahwa penanganan kawasan perlindungan setempat di kabupaten Blitar, disesuaikan dengan kondisi wilayah. Perihal yang perlu dipertimbangkan adalah geomorfologi, jenis tanah, hidrologi permukaan dan geohidrologi.
Menurutnya, terdapat sekitar enam jenis tanah di kabupaten Blitar diantaranya aluvial, regosol, litosol, mediteran, latosol dan andosol. Jenis tanah aluvial terdapat di bagian barat kabupaten Blitar dengan bahan induk endapan tanah liat dan pasir serta topografinya dataran. Jenis tanah yang mempunyai penyebaran paling luas adalah komplek litosol, mediteran dan refina yang menyebar di bagian selatan.
Wilayah utara memiliki karakter jenis tanah aluvial, regosol dan litosol pada lereng gunung kelud sebagai gunung api aktif, sedangkan lereng gunung kawi, alluvial, regosol dan andosol pada lereng gunung kawi karena gunung api tidak aktif sehingga lebih pada pelapukan.
Alumni Universitas Gajah Mada Yogyakarta fakultas kehutanan menambahkan, karakter geologi wilayah utara berupa gunung api membuat lapisan aquifer pada tanah regosol, litosol, alluvial dan andosol. Pada wilayah selatan dengan batuan karst, sebagian besar tidak membentuk aquifer dengan pengecualian memiliki lapisan regosol sebelum batuan induk dan lapisan gambut atau batubara muda.
Sedangkan sebagian besar membentuk sungai bawah tanah diatas batuan induk.Sedangkan karakter mata air di wilayah utara berasal dari keluaran aquifer akibat aktifitas sesar atau tanaman yang mampu menyimpan dan mengeluarkan air. Untuk tanaman yang menyimpan dan mengeluarkan akan sangat baik jika didukung oleh tanaman yang mampu meningkatkan dalam menyimpan dan menarik air dari dalam tanah.
Faktor lain yang perlu diperhatikan, suplai air tanah dalam aquifer oleh cekungan air tanah. Jika daerah resapan pensuplai air tanah bermasalah maka akan menimbulkan penurunan kuantitas air tanah. Ditambah lagi pemanfaatan air tanah yang tinggi untuk aktifitas ekonomi baik untuk industry, pertambangan, peternakan, pertanian dan perikanan memberi dampak menurunnya kualitas dan kuantitas air permukaan.
“Karakter mata air di wilayah selatan terbentuk dari keluaran oleh tanaman penyimpan air, tanah gambut atau batabara muda, cekungan melayang dalam karst dan sungai bawah tanah. Dalam upaya pengembangannya perlu
memahami ketebalan lapisan karst hingga sungai bawah tanah guna mengetahui pola peresapan air dalam karst dan metode yang bisa digunakan untuk membangun mata air,” ujarnya Hakim Catur Yulianto, S.Hut, M.Eng.
“Oleh karena itu perbedaan strategi konservasi mata air wilayah utara dan selatan kabupaten Blitar harus berbeda. Penyeimbangan antara tanaman penyimpan dan pendukung dapat diatur dan dimaksimalkan untuk wilayah utara. Sedangkan wilayah selatan perlu peningkatan jumlah tanaman untuk menyimpan air dan menahan air agar secara bertahap dapat dikeluarkan untuk menciptakan mata air yang lebih, akan bertahan di musim kemarau,” tandasnya.(ans)