A. Jalma Limpat Seprapat Tamat
Pisowanan ke Astana Giri Larangan dilakukan pada hari Rabu, 4 Nopember 2020. Kegiatan memule leluhur Pajang dan Mataram dipimpin oleh Bu Yani Sapto Hudoyo. Tokoh wanita ini amat mahir dalam seni budaya. Lama mendampingi Pak Sapto Hudoyo hingga tahun 2003.
Pajimatan Ki Ageng Giring berada di bukit Larangan desa Gumelem Susukan Banjarnegara, Jawa Tengah. Alamnya indah permai penuh dengan pohon kelapa. Masyarakat punya keahlian batik dan pandai besi. Tradisi warisan Mataram tetap lestari.
Cuaca cerah, langit biru, angin sumilir. Tim Sapto Hudoyo Art Gallery berangkat pukul 8 pagi. Dari rumah jl Solo, tepat depan Bandara Maguwo Yogyakarta. Terlebih dulu dengan sarapan sayur sop bayem. Tak lupa bawa camilan karak karuk. Untuk kriyukan di jalan. Sekedar cegah ngantuk. Enjing bidhal gumuruh saking jroning praja.
Bagi masyarakat Jawa sejarah memang terlalu penting. Sejarah Kraton Pajang berdiri tahun 1546. Pendirinya Mas Karebet atau Joko Tingkir. Kelak bergelar Sultan Hadiwijaya Kamidil Syah Alam Akbar Panetep Panatagama. Negeri Pajang maju makmur, karena dipimpin oleh raja yang ber budi baws laksana, mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil para marta, memayu hayuning bawana.
Kraton Pajang melanjutkan cita cita Demak Bintara. Pada tahun 1547 Ki Ageng Giring diutus untuk membina wilayah Dulangmas. Kedu Magelang Banyumas perdikan istimewa. Rakyat Dulangmas diajari bertani, berkebun, beternak di sepanjang Kali Serayu. Ki Ageng Giring mengelola Pertapan Bukit Larangan.
Adhuh segere banyune ing sendhang, ilang kesele wis mari le mriyang, banyune bening nyegerake ati, kudu sing eling mring tindak kang suci.
Lelagon Serayu amat populer di kalangan warga Dulangmas. Bu Yani Sapto Hudoyo mampir di pasar dongkelan, untuk beli kembang. Sekar melati, mawar, kantil, kenanga berbau wangi semerbak.
Jalan lewat jalur selatan, dari Manding menuju Gombong. Sepanjang jalan bicara tentang sejarah Banyumas yang dibangun oleh Sinuwun Amangkurat Agung tahun 1648. Bu Yani Sapto Hudoyo berwawasan luas. Perjuangan prameswari Mataram, Ratu Wiratsari menjadi suri teladan. Dalam tempo 1,5 jam sudah tiba di Karangayar Kebumen.
Masuk budaya ngapak. Ingat dalang Ki Sugino, Ki Sugito, Ki Daulat. Juga sindhen Nyi Suryati yang bersuara merdu.
Ricik ricik Banyumas.
Ricik kumricik grimising wis rata, sedhela maning wis teka, nyong kaget adhuh rika mbekta napa, bungkus pethak niku isi sega.
Kimplah kimplah banyune alambah kk ambah, menep kutah angileni sawah sawah.
Kali banjir iline tekan ing pinggir. Ngisor gunung nandur pari tela jagung.
Yuyu kangkang mbrangkang angadhang adhang, mingis mingis siyunge angisis isis.
Mampir di warung mendoan sekitar pukul 13.30. Sebelah waduh sempor gombong. Air berlimpah ruah cocok untuk irigasi. Perikanan berjalan lancar. Nila gorameh hidup di waduk sempor. Wisata keluarga dengan kuliner ala desa. Perbukitan gombong tampak asri.
Suguhan sega pecel kembang kejombrang. Nyamleng betul untuk makan siang. Mendowan sailir gedhene. Tempe tipis berasa gurih. Degan krambil ijo terasa seger. Maklum kawasan banyak tumbuh pohon kelapa. Godhong mlinjo, kula sampun sayah nyuwun ngaso.
B. Pendidikan Sejarah Kawasan Budaya.
Rabu, 4 nopember 2020 jam 13.30 tiba di rumah KRT Mino Reksopuro. Ketua abdi dalem Pakasa yang tinggal di Gumelem Susukan Banjarnegara. Baliau lama mengabdi pada Karaton Surakarta. Aktif dalam kegiatan sosial seni budaya.
Para abdi dalem sami mangayu bagya. Ndherek nyengkuyung pisowanan ing Pajimatan girilarangan. Tempat ini lebih terkenal disebut girilangan.
Puncak Girilangan inilah tempat sumare Ki Ageng Giring. Sunyi senyap hening terasa magis mistis.
Kukusing dupa kumelun, ngeningken tyas sang apekik, kawengku sagung jajahan, sang Resi kaneka putra, kang anjog saking wiyati.
Juru kunci beserta abdi dalem memberi panduan. Bau dupa arum wangi. Doa juru kunci ibarat bremara mbrengengeng. Jadi seperti pertapan. Saptahargo. Kebetulan yang berdoa keluarga Yani Sapto Hudoyo. Sore itu pukul 15 00. Langit terang benderang.
Doa dzikir berkumandang khusuk di makam Ki Ageng Giring. Cepuri makam dikelilingi gapura khas bangunan Majapahit. Batu bata tertata sempurna. Langse putih Ki Ageng Giring tiap tahun dilarap. Larapan ini dengan tata cara Kejawen.
Kayu jati mengelilingi cungkup makam. Tanpa warna, tanpa cat. Benar benar menghadirkan suasana mistis magis. Bangunan klasik ini dikunjungi para peziarah dengan beragam keperluan.
Tahlil takbir tahmid tasbeh terdengar sayup sayup. Puncak Girilangan menjadi pepundhen bagi warga Dulangmas. Wajar bila makam ini terawat dengan sangat baik.
Pajimatan Girilangan mirip dengan makam Imogiri, Girilaya, Girilaya dan Giri gondo. Puncak gunung dianggap sakral. Pundhen ingkang pinundhi pindha pusaka.
Untuk menghormati Ki Ageng Giring diselenggarakan upacara sadran gedhe tiap tahun. Pemerintah daerah kabupaten Banjarnegara turut serta memberi dorongan formal. Ngiras ngurus untuk meningkatkan proses pemberdayaan ekonomi kreatif. Pengunjung bertumpah ruah berdatangan dari berbagai daerah.
Pendherek sumare Ki Ageng Giring ing Girilangan terdiri dari Bupati, Wedana mantri, demang. Mereka trahing kusuma rembesing madu, wijiling atapa tedhaking andana warih.
Bertingkat tingkat sesuai dengan harkat pangkat martabat. Desa Gumelem Wetan Susukan Banjarnegara mendapat kehormatan untuk merawat pepundhen agung.
Sewajarnya bila generasi muda belajar riwayat sejarah leluhur. Warisan masa silam lestari guna memperkokoh jatidiri.
(Dr. Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA)