Bojonegoro, HarianForum.com – Memiliki kandungan magnesium, besi, fosfor, bioflavinoids, karotenoid dan masih banyak yang lainnya, jagung salah satu tanaman serealia atau biji – bijian, merupakan kelompok tanaman yang dipanen biji atau bulirnya sebagai sumber karbohidrat. Bulir jagung yang diolah, menjadi salah satu alternatif varian makanan pokok yang dikonsumsi, sebagai upaya tidak lagi terfokus hanya satu jenis saja bahan pangan untuk saat ini.
Budi daya penanaman tanaman jagung bukan sesuatu yang asing. Selain proses penanaman tidak terlalu sulit, nilai jualnya di pasaran cukup baik, sehingga sebagian besar petani memilih jagung sebagai alternatif tanaman setelah padi. Tidak sedikit saat ini petani menanam jenis jagung hibrida, tanaman pangan penghasil karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi dengan keturunan langsung merupakan hasil persilangan 2 atau lebih, dan setiap varietas jagung memiliki sifat keunggulan masing masing.Jagung hibrida atau biasa dikenal dengan jagung pabrikan, memiliki tingkat produksi dalam setiap hektar mampu menghasilkan sampai 12 ton. Namun jagung jenis hibrida tidak bisa dijadikan benih untuk ditanam kembali.
Berbeda dengan Puguh Widodo, salah satu petani yang tinggal di Ngasem, kabupaten Bojonegoro, hingga saat ini tetap berkomitmen mengembangkan jagung lokal varietas Mari Sejahterakan Petani atau MSP. Menceritakan pengalamannya dari 2 tahun lalu, menanam dari benih jagung hasil besutan Surono Danu, pembina umum Mari Sejahterakan Petani Indonesia atau MSP Indonesia, dirinya memperoleh apa yang diinginkan dalam bertani. Puguh menceritakan kepada Harian Forum.com, pernah satu tongkol besar jagung kering diperoleh bobot 0,5 kilogram. “Menanam jagung lokal tujuannya untuk menekan biaya produksi, dan yang pasti lebih tendah atau murah. Selain lebih tahan terhadap hama dan penyakit, jagung MSP dapat ditanam secara berulang-ulang atau bisa ditanam kembali. Untuk hasil saya pikir juga tidak kalah dengan jenis hibrida. Dalam rekor, satu tongkol besar kering tidak sedikit mempunyai bobot setengah kilogram” tutur Puguh menceritakan perjalanan bertaninya menggunakan benih lokal produk MSP baik jagung maupun padi.
Menanam dengan biaya murah sedangkan hasil produksi tinggi menjadi keinginan petani, tidak terkecuali Puguh Widodo. Swasembada benih atau tidak ketergantungan terhadap benih, menggunakan pupuk yang diproduksi secara mandiri dan memperoleh hasil panen optimal telah dirasakannya. Selain tehnis menanam yang diterapkan untuk jarak tanam jagung jejer wayang 30 cm, barisnya 50 cm dan legowo 70 cm, kesuburan media tanam juga merupakan kunci produktivitas tanamannya. “Produksi tergantung pada lahan, maksudnya ukuran kesehatan tanah. Kalau lahannya biasa satu pohon rata rata bisa menghasilkan 2 tongkol, tetapi kalau pada tanah yang ditanam unsur organiknya baik dan tercukupi nutrisi, setiap pohonnya bisa menghasilkan 3 tongkol bahkan lebih.Sedangkan untuk pengendali terhadap serangan hama penyakit, saya tetap mengikuti bapak (Surono Danu.red), menggunakan asap cair dan herbal, terutama pada serangan ulat” jelasnya.
Pengembangan jagung komposit atau lokal, merupakan salah satu pendukung ekonomi kerakyatan dan ketahanan pangan daerah. Pengembangan jagung lokal sebagai strategi peningkatan pendapatan petani, hasil tanaman jagung selain diversifikas pangan, juga diupayakan bisa terpenuhinya pakan ternak di daerah, yang bisa mengurangi masuknya pakan dari luar daerah dan diupayakan mampu menekan harga jual beli yang bisa mempengaruhi inflasi daerah.(Ans)