Surakarta, HarianForum.com- Karaton Surakarta Hadiningrat menyelenggarakan upacara Labuhan pada hari Rabu Kliwon, 12 Agustus 2020 pukul 9 WIB. Bertempat di cepuri Parangkusumo, dengan dipimpin oleh GKR Wandansari, Pangageng Sasana Wilapa. Turut mendampingi pangageng Karaton ini, para sentana dan segenap abdi dalem.
Menurut wisik dhawuh serta paugeran, tata cara perlu dilakukan pada waktu pagi hari. Semalaman hujan rintik rintik mengguyur sepanjang tlatah segara Kidul. Pagi ini langit cerah, angin berhembus, hawa segar. Seolah olah menyambut tata ritual, agar berlangsung lancar. Burung burung yang beterbangan di pepohonan menambah suasana asri.
Abdi dalem yang mengikuti upacara Labuhan ini berasal dari Nganjuk, Blitar, Kediri, Trenggalek, Ponorogo, Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo, Semarang, Tegal, Cilacap, Magelang. Mereka tergabung dalam organisasi Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat. Utusan abdi dalem secara sukarela mengikuti jalannya kegiatan ritual.
Barisan prajurit Karaton Surakarta Hadiningrat mengawal tata cara. Bregada berbusana keprajuritan dengan penampilan yang gagah, indah, mewah, gumregah. Prajurit prawira anom, Jayeng astra, tanantaka adalah pengawal kegiatan Kraton.
Kegiatan upacara berlangsung dengan memenuhi standar paugeran. Dimulai dari cepuri Parangkusumo yang dipercaya sebagai pertemuan Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senapati. Kisah kasih penguasa pantai selatan dengan raja Mataram berlangsung turun tumurun. Perjanjian ini disebutkan dalam kitab Babad Tanah Jawi.
Panggung Sangga Buana tempat perjumpaan Raja Karaton Surakarta Hadiningrat dengan Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencono Sari. Tari bedaya Ketawang merupakan ritual sakral saat tingalan jumenengan. Tari sakral ini untuk menyambut kedatangan Kanjeng Ratu Kidul.
GKR Wandansari yang diikuti para pendherek lenggah saluku tunggal, amepet babahan hawa sanga, sajuga kang sinidhikara. Kukuse dupa kumelun sumundhul ing ngawiyat. Asap dupa mengepul ke atas langit. Berbaur dengan wewangian garu rasamala.
Awan tipis yang menghias angkasa menutupi panas teriknya matahari. Membuat urutan tata cara ritual bertambah khidmat. Mereka berdoa agar selalu manggih basuki lestari, nir ing sambikala. Dunia semakin ayem tentrem.
Wilujengan di cepuri Parangkusumo beserta dengan uba rampe sesaji. Sekar, dupa, ratus, garu rasamala, sajen diurus oleh abdi dalem Purwo Kinanthi. Abdi dalem ini khusus bertugas mengurusi hal ikhwal sesaji upacara.
Busana Jawa jangkep menjadi perlengkapan utama. Blangkot, iket, beskap, sabuk wala, sabuk epek, sabuk timang, keris, jarik, bros radya laksana dan slop. Tak ketinggalan kalung samir berwarna kuning bergaris merah.
Untuk abdi dalem putri berbusana kebayak, sanggulan, nyamping, susuk kondhe. Kebayak warna hitam dengan hiasan samir begitu serasi. Busananya selalu anggun agung. Dari kejauhan tampak pating gumlebyar, pan yayah kartika aliru pernah.
Para sentana berbusana beskap putih. Duduk lesehan mengikuti Wilujengan pada deretan depan. Peserta mengelilingi sesaji dan uba rampe. Abdi dalem ngulama membaca doa yang ditujukan buat keselamatan Karaton Surakarta Hadiningrat beserta seisinya. Juga doa ini ditujukan untuk keselamatan NKRI dan seluruh alam raya.
Tahap Wilujengan di cepuri Parangkusumo dilakukan dengan lesehan. Uba rampe serta sesaji diarak menuju laut. Abdi dalem Purwo Kinanthi berbaris rapi. Berjajar jajar prajurit mengawal dari belakang. Payung kebesaran Kraton megar berwarna kuning berhias prada emas.
Pantai Parangkusumo pagi itu menjadi sarana untuk melakukan ritual tolak balak singkir sukerta. Benda yang dilabuh menjadi pertanda segala pageblug mayangkara segera sirna. Kawula dasih kembali menjalani kehidupan dengan aman damai. Negara selalu dalam keadaan panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta Raharja.
(Dr. Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA)