Blitar, HarianForum.com- Berdirinya bangunan tangga beberapa meter dari pintu masuk di dalam pasar Legi kota Blitar, dikeluhkan beberapa pedagang. Dibangunnya tangga mirip jembatan dalam pembangunan pasca kebakaran, sekarang membuahkan persoalan dengan menyempitnya jalan disamping tangga untuk para pengunjung pasar. Kebanyakan pengunjung enggan harus melewati tangga atau melalui jalan disamping tangga dengan kondisi jalan yang sangat sempit karena berhimpitan antara bangunan tangga dengan lapak pedagang. Dan perihal tersebut menyebabkan para pengunjung atau calon pembeli lebih memilih lewat jalan yang lain dan tentunya mencari di tempat yang lain.
Sepinya calon pembeli atau pengunjung pasar, diakui oleh satu satunya pedagang yang masih bertahan menempati lapak dagangnya di samping tangga. “Macet, tidak ada orang yang masuk, kemarin hanya dapat 30 ribu. Kalau sebelum kebakaran bisa dapat 1,5 juta atau 1 juta, dalam kondisi sepi masih dapat 500 sampai 600 ribu. Tapi setelah kebakaran dan dibangun tangga ini, jadi macet (penjualan.red). Karena jalan didepan berjualan hanya seperti itu (sempit.red), jadi kalau ada orang jalan dari arah barat dan timur bertabrakan. Dan itu banyak sekali tidak ditempati, semua nganggur, semua pindah berjualan di luar,” tutur Katinem menunjuk puluhan lapak disebelah dan depan yang kosong dengan bahasa Jawa halus kepada HarianForum.com, Minggu (7/6/20 ).
Kondisi sepinya pengunjung atau pembeli di lokasi sekitar tangga, tidak hanya dirasakan oleh Katinem. Namun salah satu pemilik kios yang menjual aneka aksesoris juga mengeluhkan kondisi yang sama. Yuli Suzana berdagang di pasar Legi kota Blitar sudah puluhan tahun ini, juga mengakui mulai adanya bangunan tangga membuat para pengunjung pasar lebih memilih melintas melalui jalan yang lain. Sehingga area sebelah barat sekitar tangga, sangat jarang sekali orang mau melintas.
“Kalau penghasilan dibanding dengan dulu ya jauh, sekarang tinggal 10 sampai 20%. Kondisi sepi di sekitar sini menurut tidak hanya saya saja, tetapi juga menurut para pedagang yang pernah berjualan di samping tangga, karena kondisi pasar bentuknya telah berubah. Bahkan setelah adanya corona, para penjual sayur yang menempati disamping tangga merasa tidak laku lagi dagangannya, akhirnya lebih memilih pindah keluar untuk mencari tempat yang lebih strategis. Seperti kios dagangan saya, didukung kedekatan dengan pedagang kebutuhan pokok. Dengan adanya orang atau pembeli kebutuhan pokok, biasanya pembeli tersebut akan melihat barang dagangan di kios, tertarik kemudian membeli. Kalau sekarang diluar sudah ada yang berjualan kebutuhan pokok, kenapa pembeli harus masuk ke pasar,” terang Yuli yang sekarang sering merasakan beberapa hari tanpa ada pemasukan sama sekali dari hasil penjualan.
Sepi dan drastisnya penurunan calon pembeli atau pengunjung pasar benar benar sangat dirasakan oleh pedagang yang berjualan di sekitar tangga, selain Katinem dan Yuli Suzana masih ada puluhan pedagang yang telah pindah mencari di tempat yang lain dan dianggap lebih ramai dikunjungi pembeli.
Keluh kesah para pedagang hendaknya segera disikapi oleh pihak pemerintah baik pengelola pasar maupun instansi pemerintah kota Blitar yang menangani urusan pasar agar tetap terjaga kondusifitas ekonomi terutama di kota Blitar.
Diakui ataupun tidak bahwa pasar tradisional merupakan benteng ekonomi rakyat dan para pedagang adalah penjaganya.Atau mungkin para anggota legislatif yang nota bene wakil rakyat, cepat tanggap dan turun, melihat kondisi yang ada atau mendengar apa yang menjadi penyebab para pedagang mengeluh sehingga bisa menciptakan maupun memberi solusi yang bijak.(Ans)