Blitar, HarianForum.com- Setelah panen padi, Sumidi tidak langsung melakukan penanaman kembali, akan tetapi petani yang tinggal di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar lebih memilih menghentikan kegiatan penanaman untuk beberapa hari kedepan.
Bukan tanpa alasan, masuk musim kemarau jeda waktu digunakan selain membersihkan gulma atau rumput liar yang tertinggal, juga memberikan kompos berupa kotoran hewan kambing maupun sapi yang diperoleh dari kandang ternak miliknya dengan tujuan memperbaiki struktur tanah lahan pertaniannya.
Tidak hanya menguasai persoalan pra hingga pasca panen maupun tehnologi pertanian, Sumidi juga kontinu mengikuti perubahan iklim dan cuaca selain diperoleh dari lembaga yang berkompeten urusan meteorologi klimatologi, dirinya juga terus mengamati pergerakan alam yang digunakan sebagai pedoman baik dalam melakukan usaha taninya atau untuk menghadapi dampak yang ditimbulkan cuaca maupun organisme pengganggu tanaman pada waktu tertentu, yang biasa dikenal dengan pranata mangsa. Menurutnya perihal tersebut sangat diperlukan dan penting untuk menjaga stabilitas produksi pertanian.
Disampaikan di bale pertanian terpadu, menurut kalender petani pranata mangsa seperti pada saat ini merupakan masa karo yang diungkapkan dengan tembung sanepan bahasa Jawa, bantala rengka atau bumi merekah, tanah mengering serta retak – retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga.
“Pada masa karo ditandai mulai tidak ada hujan, dengan ungkapkan tanah mulai kering dan retak retak artinya tidak ada air. Menurut kalender pranoto mongso kondisi tersebut terjadi pada tanggal 2 Agustus hingga tanggal 24 Agustus, sementara lahan pertanian tetap membutuhkan air. Seperti disini kebutuhan air untuk lahan pertanian didapat dari irigasi yang debitnya mulai semakin berkurang. Sedangkan
irigasinya dari aliran sumber air yang digunakan 16 desa untuk mencukupi lahan lahan pertanian. Memang kalau musim kemarau, tercukupinya air merupakan permasalahan yang dihadapi oleh petani,” terang Sumidi sembari menerangkan, kalender pranata mangsa sebenarnya tidak hanya diikuti oleh petani di Jawa, namun bangsa Jerman petaninya juga memiliki perhitungan serupa yang dinamakan Bauernkalendar.
Memiliki kemampuan membaca gejala dan perubahan yang diperlihatkan oleh alam, baginya sangat penting. Dengan kemampuan tersebut petani bisa beradaptasi terjadinya gerakan alam, salah satunya mengubah pola tanam untuk mengantisipasi kegagalan panen pada musim kemarau panjang yang berdampak kekeringan pada lahan pertanian.
Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya atau P4S Tani Makmur Jaya Gogodeso menandaskan dengan memisalkan pada pola tanam biasanya melakukan penanaman padi bisa diganti dengan tanaman palawija, dengan memberi contoh tanaman jagung yang tidak membutuhkan pasokan air yang banyak.
“Pada musim kemarau perlunya mengatur pola tanam dengan tujuan menghindari kegagalan panen. Pada musim kemarau tanaman sebaiknya menyesuaikan, jangan disamakan pada saat musim hujan. Pada waktu MP1 ke MK1 merupakan transisi musim yang berpengaruh pada cuaca, dari banyak air hujan menjadi berkurang atau mulai masuk musim kemarau. Biasanya MK1 mulai pada bulan April sedangkan MP sampai Maret. Kalau nanti di daerah sini, MP1 tanam padi kemudian MK1 tanam padi, yang menjadi kendala utama adalah persoalan air. Namun situasi tersebut berbeda dengan lahan pertanian yang mempunyai ketersediaan air yang cukup meski musim kemarau, misalnya daerah Gandusari atau Selopuro,” tandas Sumidi.(Ans)