Serba-serbi

Tagih Uang Donor Ginjal Karena Terlilit Utang 350 Juta

320
×

Tagih Uang Donor Ginjal Karena Terlilit Utang 350 Juta

Sebarkan artikel ini
Ita Diana Bersama Kuasa Hukum (kiri), Bekas Operasi Donor Ginjal (kanan) (Sumber : Lpt-6)

Malang, HarianForum.com – Perasaan kecewa harus dialami Ita Diana warga Temas, Kota Batu karena kesepakatan nominal uang yang dijanjikan setelah dirinya melakukan opersi donor ginjal di RSUD Saiful Anwar Malang (RSSA) tak terpenuhi. Dugaan jual beli organ tubuh sampai malaprosedur pun muncul.

Awalnya, Ita Diana ditawari donor ginjal untuk seorang pasien RSSA Malang bernama Erwin Susilo pada 25 Februari 2017 silam. Tawaran itu berasal dari seorang dokter di rumah sakit itu. Ada kesepakatan uang sebesar Rp 350 juta yang akan diterima Ita jika transplantasi ginjal sukses.

Ita mengungkapkan, “Tapi sampai sekarang saya hanya menerima uang sebesar Rp 74 juta. Itu pun uang diberikan secara bertahap.” Ungkapnya di Malang, Kamis, (21/12/17).

Sebenarnya Ita tak ingin memberikan organ ginjalnya, namun ia terdesak tuntutan harus melunasi utang di koperasi sebesar 350 juta. Janji bantuan melunasi utang, membuat dirinya mau menyerahkan ginjalnya meski tanpa meminta persetujuan keluarganya.

Saat itu, Oktober 2016, Ita mengunjungi temannya yang dirawat di RSSA Malang. Setelah temannya sembuh dan pulang, Ita memutuskan tetap tinggal di rumah sakit tersebut. “Tak berani pulang karena kepikiran soal utang. Selama di rumah sakit, saya tidur di musholah seperti keluarga pasien lainnya.” Ujarnya.

Persoalan ekonominya pun ia ceritakan ke banyak perawat yang ditemuinya selama di RSSA. Beberapa perawat yang simpati terhadapnya pun membanti memberi uang sekadarnya, dan ada perawat yang menyarankan Ita untuk ke ruang hemodialisa untuk menemui seorang dokter bernama Rifai.

Ita menjelaskan, “Kata perawat itu biar hidup saya berguna untuk kehidupan orang lain. Saya temui dokter itu sesuai saran perawat.” Pungkasnya. Ita pun dipertemukan dengan pasien yang butuh donor ginjal bernama Erwin oleh dokter itu.

Setelah berkeluh kesah tentang kebutuhan untuk melunasi utang ratusan juta kepada Erwin dan istrinya, akhirnya terjalin kesepakatan pihak pasien akan membantu melunasi utang itu. “Setelah ada janji melunasi utang itu, saya kemudian dicek kesehatan oleh dokter dan dinyatakan cocok dengan kondisi pasien.” Tambahnya.

Sebelum operasi transplantasi ginjal, Ita diinapkan di sebuah penginapan selama seminggu setelah ima kali ia menjalani cek kesehatan di rumah sakit tersebut dan diberi uang saku 75 ribu per hari. Tidak ada perjanjian hitam di atas putih soal janji bantuan melunasi utang itu.

Pada 25 Februari 2017 transplantasi ginjal pun berlangsung. Menurutnya, tak ada surat persetujuan keluarga yang ditandatanganinya untuk donor tersebut. Dokter pun membacakan surat yang berisi bila terjadi suatu hal maka itu di luar kewenangan rumah sakit sebelum operasi itu berlangsung. “Saya hanya sekali tandatangan di surat yang dibacakan dokter itu. Salinannya juga tidak saya pegang.” Ungkpnya.

Ita mengaku diberi obat dan vitamin dari rumah sakit setelah melakukan operasi itu. Sedangkan, pihak pasien memberinya uang sebesar 70 juta dan sisa uang dijanjikan akan diberikan secara bertahap. Namun, Ita harus mendatangi rumah penerima donor ginjal itu untuk menagih janji.

Dirinya pun diberi uang sebesar 2,5 juta dan 1 juta setelah beberapa kali menagih. Seorang dokter lainnya yang terlibat operasi transplantasi ginjal juga membukakan rekening untuk anak Ita. Uang sebesar 500 ribu ditransfer ke rekening untuk kebutuhan pendidikan.

Ditambahkan olehnya, “Hanya sekali transfer, setelah itu tak ada lagi. Saya malah dimaki–maki Pak Erwin saat menagih ke rumahnya. Sedangkan dokter itu meminta saya mengikhlaskan donor itu.” Tambahnya.

Ita yang kebingungan lantaran janji melunasi utang sebesar 350 juta pun meminta bantuan hukum. Konsultan hukum Yassiro Ardhana Rahman yang mendampingi Ita Diana mengatakan, ada dugaan transplantasi ginjal dilakukan secara ilegal dan merugikan pendonor.

Yassiro mengatakan, “Ada janji memberikan uang untuk donor ginjal itu, serta tak ada surat persetujuan keluarga pihak pendonor.” Katanya.

Dirinya mengungkapkan, menurutnya ada indikasi pelanggaran pasal 64 UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahwa, organ tubuh dilarang diperjualbelikan dan hanya diizinkan untuk tujuan kemanusian. Pihak RS Saiful Anwar Malang harus bertanggung jawab atas dugaan operasi ilegal tersebut.

Ditegaskan pula oleh Yassiro, “Ada bukti percakapan di aplikasi pesan singkat antara Ita dengan dokter, serta bukti bekas sayatan operasi. Ini bisa dibawa ke ranah hukum.” Ungkapnya.

Ajeng Galuh, Perwakilan RS Saiful Anwar, enggan berkomentar saat dikonfirmasi perihal transplantasi ginjal tersebut. Pihak rumah sakit menjanjikan memberikan keterangan resmi dalam waktu dekat.

Penerima donor ginjal itu sendiri Erwin, tak mau berkomentar saat ditemui di tempat kerjanya. Ia menyerahkan persoalan itu kepada pihak rumah sakit. (Lpt-6/Frm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *