Blitar, Harian Forum.com- Profesi petani tidak bergengsi dan kurang bisa memberikan penghasilan yang memadai, menjadi pola pikir atau cara pandang tenaga kerja muda pada masyarakat post modern atau masyarakat konsumen dimana masyarakat kapitalis telah mengalami pergeseran perhatian dari produksi ke konsumsi. Sedangkan alasan lain yang menjadi argumen bagi generasi milenial tidak mau menggeluti usaha di pertanian adalah pemahaman bahwa petani selalu dekat dengan lumpur yang terkesan kotor.
Keuntungan dari hasil usaha pertanian terutama tanaman pangan yang memiliki lahan kurang dari 1 Ha diakui tidak bisa untuk dijadikan dukungan untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan ekonomi. Kesulitan pupuk yang sering terjadi, pajak tanah dinilai tinggi, upah kerja mahal dan harga hasil panen tidak signifikan merupakan realitas yang ada dan dirasakan Sulistyo Basuki, seorang petani yang berdomisili di kelurahan Bendogerit, kecamatan Sananwetan, kota Blitar.
Namun sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan atau KTNA kota Blitar juga memiliki pendapat bahwa tidak semua tenaga kerja muda memiliki mindset bahwa petani merupakan profesi yang tidak mempunyai status sosial yang tinggi dan mengikuti perkembangan jaman. Sebagian kaum muda justru telah termotivasi keberadaan petani dianggap sebagai perwira ketahanan bangsa, ikut turun langsung di sawah maupun lahan pertanian dengan minat yang tinggi untuk tampil menjadi petani muda.
Menurutnya, selain mempunyai pengalaman dalam pertanian, dukungan dari lingkungan keluarga terutama orangtua, dukungan lingkungan masyarakat sekitar serta teknologi pertanian yang terus uptodate merupakan faktor yang signifikan dan mampu mempengaruhi keterlibatan generasi muda dalam pertanian tanaman pangan.
Lahan yang semakin sempit serta lemahnya dukungan berkelanjutan dari institusi pemerintah, dan hanya berkutat mengandalkan pengolahan lahan pertanian konvensional, Basuki pesimis kalangan muda akan tertarik dengan dunia usaha pertanian di kota Blitar. Dengan modal pengalaman menggeluti pertanian selama puluhan tahun, dan melihat kawasan lahan pertanian miliknya yang masih terkesan asri, Basuki mempunyai inisiasi memiliki rencana merintis terbangunnya destinasi wisata edukasi pertanian.
Dituturkan Sulistyo Basuki, dengan membuka dan mengembangkan destinasi wisata edukasi pertanian, bisa menjadi media untuk pengenalan proses pertanian.
“Kami teman teman KTNA kota Blitar memang merencanakan adanya wisata edukasi pertanian. Selain nantinya menjadi tempat menimba ilmu dari petani yang ada di luar Blitar, juga untuk mengenalkan pertanian bagi kalangan milenial serta anak anak. Dengan berwisata, diharapkan mampu menghadirkan kecintaan mereka pada dunia pertanian.Anak anak dan generasi muda merupakan modal untuk meneruskan pembangunan pertanian yang lebih kuat dan maju,” tuturnya.
Disinggung rencana dalam merintis wisata edukasi pertanian dengan melakukan kerja sama atau menggunakan lahan aset pemerintah setempat. Basuki dengan tegas dalam membuka dan mengembangkan wisata edukasi pertanian akan dilakukan secara swadaya anggota KTNA kota Blitar.
“Selama ini kami tidak pernah disenggol terkait adanya kegiatan kegiatan pertanian secara langsung. Maka untuk rencana membuat atau membuka lahan wisata edukasi pertanian, kami akan menggunakan lahan milik sendiri secara mandiri atau swadaya bersama dengan teman teman di KTNA,” tegas Sulistyo Basuki kepada HarianForum.com
Ketua KTNA kota Blitar, Mochamad Amin, tidak menampik keinginan wadah petaninya memiliki rencana membuka wisata edukasi pertanian di kota Blitar. Berdasarkan hasil kajian, membangun atau membuka wisata edukasi pertanian selain berbasis pengenalan proses pertanian juga akan menggairahkan bagi dunia usaha tani.
Dalam pengamatan Amin, saat ini wisatawan pelajar yang berkunjung untuk menikmati dan terlibat dalam pengolahan sawah dari menanam maupun panen cukup diminati. “Kunjungan wisata edukasi pertanian dapat menjadi semangat untuk inovasi pertanian di kota Blitar. Selain itu meski pertanian telah menggunakan tehnologi pertanian yang maju, namun kami tetap menjaga kelestarian dan kearifan lokal,” tandas Mochamad Amin (Ans).