Blitar, HarianForum.com- Disampaikan Lilik Nurgianti seusai acara pelantikan dan pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Srikandi, yang digelar di gedung Bumdes Lestari, Desa Karangsono, Kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, Sabtu (10/4).
Membangun sumber daya manusia terutama pemberdayaan terhadap perempuan harus dimulai pada saat ini. Perempuan harus diberi peranan dalam berkiprah serta untuk ikut aktif turut membangun di berbagai sektor.
Seiring berjalannya waktu, perempuan bangkit dan berhasil memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Tidak ada alasan apapun keberadaan perempuan terhalang untuk memperoleh hak yang sama atas keterlibatan serta partisipasi baik dalam menyampaikan inisiasi maupun aspirasi.
Lilik Nurgianti merupakan ketua dewan pengurus cabang Srikandi, bidang pemberdayaan perempuan Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional atau ABPEDNas kabupaten Blitar. Lilik mencetuskan pemikirannya kedepan tentang pengambilan peran untuk pemberdayaan perempuan di dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kami Srikandi, sejalan dengan program ABPEDNas yang selalu mengawal dan mengawasi APBDes di desanya masing masing.cKami mewakili perempuan masih melihat program pemberdayaan perempuan banyak yang belum tercover oleh APBDes. Setelah pelantikan, kami akan menggunakan hak kami sebagai perempuan utamanya untuk program pemberdayaan ke masyarakat tercover dengan maksimal dan terkondisikan di desa desa,” jelasnya kepada HarianForum.com.
Badan permusyawaratan desa atau BPD, lahir atas amanat peraturan menteri dalam negeri Republik Indonesia nomor 110 tahun 2016 tentang badan permusyawaratan desa, merupakan aturan pelaksanaan pasal 79 peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 47 tahun 2015 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Sesuai permendagri nomor 110 tahun 2016, bahwa badan permusyawaratan desa mempunyai tugas untuk menggali, menampung, mengelola, menyalurkan aspirasi masyarakat, juga memiliki tugas menyelenggarakan musyawarah desa dan penyelenggaraan musyawarah tugas BPD, membentuk panitia pemilihan kepala desa, menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk pemilihan kepala desa antar waktu.
Selain itu lembaga dalam melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis juga memiliki peran dalam membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap kinerja kepala desa, melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan pemerintah desa, lembaga desa lainnya, dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merupakan bagian acara, ketua ABPEDNas kabupaten Blitar Abdul Syukur dalam jumpa dengan awak media yang melakukan peliputan, menyampaikan tentang pengelolaan aset desa harus sesuai dengan peraturan desa. Dijelaskan Abdul Syukur bahwa perdes merupakan produk pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa yang digunakan untuk menjadi acuan pelaksanaan pemerintahan desa.
“Perlu saya luruskan terkait dengan kewenangan asal usul bukan menjadi kewenangan pemerintah desa, namun kewenangan asal usul milik desa. Tidak ada peraturan desa tentang kewenangan asal usul pemerintah desa, yang ada hak kewenangan asal usul desa. Terkait tentang aset desa yang didalamnya ada tanah bengkok dan payung hukumnya perdes, tentunya BPD berperan di dalamnya. Jadi perlu diketahui definisi arti dan makna pemerintah desa dan desa jelas sudah berbeda. Dari tambahan tunjangan kades dan perangkat desa dari tanah kekayaan desa, harus sesuai dengan perundang undangan. Tanah bengkok tidak bisa dilekatkan hak kelola pemerintah desa, jadi harus diatur lewat perdes. Hasil pengelolaan nantinya masuk rekening kas desa, lalu menjadi PADes kemudian masuk dalam APBDes dan dalam penggunaannya diatur dengan peraturan desa,” tandas Abdul Syukur.(Ans)