Seni Budaya

Nguri – Uri Budaya Jawa, Abah Solikin Gelar Dua Prosesi Adat Ini

303
×

Nguri – Uri Budaya Jawa, Abah Solikin Gelar Dua Prosesi Adat Ini

Sebarkan artikel ini
Prosesi tedhak sinten

Nganjuk, KabarNganjuk.com- Budaya jawa memang selalu menarik untuk dibahas lebih dalam. Cerita dan pesan tersirat kerapkali ditemui sebagai pengangan hidup agar tidak salah dalam melangkah. semakin maju perkembangan jaman, perlahan budaya jawa terkikis oleh budaya dari luar.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Muhammad Solikin Al Irfani yang tetap menggelar acara Tedhak Siten dan Tingkeban untuk cucu dan anaknya agar tetap nguri – uri budaya jawa, Kamis (12/11/2020).

Abah Solikin didampingi istri

Bertempat di kediamannya di Desa Sonobekel Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk, acara tedhak siten dan tingkeban tersebut berlangsung kitmad dan lancar serta disaksikan oleh seluruh anggota keluarga.

Muhammad Solikin Al Irfani yang akrab disapa Abah Solikin ini mengatakan, acara yang digelarnya merukapan wujud syukurnya sekaligus nguri – uri buda jawa agar tak hilang begitu saja, serta anak cucunya agar paham bahwa di jawa ini mempunyai adat yang perlu dilestarikan.

“Acara ini merupakan tradisi yang mengajarkan tentang keramah tamahan ahlakul karimah,” ujarnya.

Dirinya berharap anak cucunya nanti bisa melestarikan adat budaya kelahairanya yakni ditanah jawa ini, sehingga adat yang seperti ini bisa terus bisa dinikmati dan bisa lestari hingga dirinya menjadi kakek nenek.

Prosesi tingkeban

Seperti yang telah diketahui, tedhak siten adalah rangkaian prosesi adat tradisional dari tanah Jawa yang diselenggarakan pada saat pertama kali seorang anak belajar menginjakkan kaki ke tanah. Tedhak berarti menginjak, dan Siten artinya tanah. Biasanya dilakukan saat anak berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tradisi ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak belajar menginjakkan kaki.

Sedangkan Tingkeban atau yang biasa dikenal dengan istilah mitoni, merupakan serangkaian prosesi yang dilakukan saat anak masih dalam kandungan berusia tujuh bulan. Bagi masyarakat Jawa, tingkeban menjadi doa dan pengharapan agar anak yang dikandung kelak menjadi anak yang baik dan berbakti.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *