Blitar, Harian Forum.com- Pemilihan Umum 2019 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka,dimana seorang calon legislatif tidak hanya berkompetisi mengumpulkan suara terbanyak dengan para calon dari lawan partai, akan tetapi seorang calon legislatif juga harus berhadapan dengan para calon dari partai yang sama.Sistem yang diawali pada tahun 2009 ini memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh calon legislatif, dan nomor urut tidak lagi menjadi angka yang sakral untuk memperoleh kursi di parlemen.
Melihat realitas dan pengalaman pemilu yang lalu dengan penerapan proporsinal terbuka, figur publik seorang calon masih dibutuhkan sebagai modal dalam meraih suara, namun kenyataannya kemampuan finansial lebih mendominasi peluang untuk bisa memperoleh kemenangan dalam kompetisi.
Ada perubahan metode untuk penghitungan hasil suara pada pemilu yang dilaksanakan pada bulan April 2019 nanti, bahwa perolehan tidak lagi menggunakan sistem quote harre yang dikenal dengan istilah BPP atau Bilangan Pembagi Pemilih, akan tetapi pemilu pada tahun ini digunakan metode Saint League, dimana dalam penghitungan suara sampai habis nantinya digunakan angka ganjil 1,3,5,7 untuk membagi perolehan suara partai politik di sebuah daerah pemilihan atau dapil.
Dan metode yang diperkenalkan oleh Andre Sainte Lague seorang ahli matematika asal Perancis bernama pada tahun 1910, nantinya jumlah suara yang telah dibagi oleh angka ganjil tersebut akan diperingkatkan dan dari hasil peringkat perolehan suara terbanyak tersebut kemudian dapat menentukan calon legislatif yang memperoleh kursi.
”Maju menjadi calon atau mencalonkan diri sebagai legislatif atau wakil rakyat merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Namun kami sebagai calon juga tetap berkewajiban mengikuti aturan perundang undangan mulai dari pendaftaran, sosialisasi, pemilihan sampai penghitungan,” jelas Syafik Zam Zam, SH, MM pria asal Blitar selatan.
Calon DPRD Propinsi Jawa Timur dari Partai Keadilan Sejahtera di no urut 2 dari daerah pemilihan 7 meliputi daerah kota Blitar, kabupaten Blitar dan kabupaten Tulungagung tidak mempermasalahkan sistem penghitungan suara nanti dengan metode Sainte Lague.
Menurutnya dalam proses pemilu 2019, Syafik akan menunjukkan sebagai kader partai yang konsisten dengan salah satu misi untuk mewujudkan masyarakat madani, baik secara struktural maupun kultural, sebagai bagian dari dakwah dalam maknanya yang historik, positif dan obyektif bagi umat Islam dalam bingkai NKRI.
”Kami mengikuti aturan pemilu yang ada, pencalonan kami untuk mengenalkan kepada warga tentang pemilu dalam beretika politik yang santun. Terutama mengajak para pemilih untuk melihat kualitas calon tanpa menggunakan kebiasaan transaksi dalam jual beli suara atau money politic,” lanjut ketua yayasan pendidikan Al Hikmah desa Jingglong, Sutojayan dan Sekjen Gerakan Petani Nusantara Jawa Timur ”Selain mengikuti aturan dalam pemilu yang melarang money politic, secara pribadi kami tidak setuju apabila amanah pemilih harus dibeli dengan uang atau diganti dengan bentuk lainnya. Kami inginkan pemilih melihat dan memastikan pilihannya untuk 5 tahun kedepan, dan kami tidak akan membeli suara pemilih.Karena kami tidak ingin menjadi wakil rakyat karbitan,” tegasnya .(Anis)