Blitar, HarianForum.com – Meskipun memperoleh undangan secara resmi, wakil walikota Blitar Elim Tyu Samba tidak menghadiri rangkaian prosesi mutasi dan rotasi di lingkungan pemerintah kota Blitar, Senin (13/10). Absennya wakil wali kota Blitar pada prosesi, tidak lagi menjadi kasak – kusuk di internal pemerintahan kota Blitar, akan tetapi melebar dan tersebar hingga menjadi bahan komentar di platform – digital, namun juga merebak menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat.
Ketidak hadirannya dalam acara, diungkapkan Elim dengan memberikan beberapa alasan dan pertimbangan, salah satunya sejak awal dirinya tidak pernah dilibatkan dalam proses mutasi atau rotasi pejabat pemerintahan kota Blitar. Wakil walikota juga mengatakan akan menindak lanjuti dengan adanya permasalahan yang membelit pada saat ini, dengan melayangkan surat ke Kementerian Dalam Negeri untuk melaporkan kondisi yang ada, berdasarkan fakta dan bukti – bukti apa yang sedang terjadi di kota Blitar.
“Saya tidak diajak komunikasi sama sekali, saya sama sekali tidak tahu tentang rotasi, saya hanya memenuhi undangan kemarin sore itu saja.Ini perjalanan mutasi sudah lama, tapi tidak sampai ke saya.Ini waktunya melaporkan mis ( kegagalan.red) ini, mungkin ini ada tindak lanjut dari saya akan menyurati ke Kemendagri, melaporkan apa yang terjadi. Saya akan melaporkan fakta dan bukti – bukti yang ada di kota Blitar,” ungkap Elim Tyu Samba kepada wartawan.
H.Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba, dalam pemilihan kepala daerah kota Blitar 2024 telah memenangkan kontestasi pesta demokrasi daerah, hingga membawa pasangan yang mengambil tagline SAE berhasil duduk di kursi kepemimpinan pemerintahan kota Blitar, sebagai walikota dan wakil walikota Blitar.
Dengan kemenangan yang diraih pasangan dari generasi muda ini, awalnya sangat diharapkan walikota dan wakil walikota terpilih merubah kota Blitar menjadi lebih baik, sesuai visi dan misi yang didengungkan saat menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kota Blitar. Namun kenyataannya, dalam kepemimpinan yang masih seumur jagung, justru yang dilihat masyarakat drama politik dengan menampilkan ketidak harmonisan pasangan pemimpin.
Menyikapi keretakan pasangan kepemimpinan pemerintahan kota Blitar, HarianForum.com meminta pandangan Dr Ropingi el Ishaq.M.Pd, pengamat sosial politik dan akademisi Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syekh Wasil Kediri, dijelaskan dalam pendapatnya bahwasanya pasangan walikota dan wakil walikota ditentukan oleh calon yang bersangkutan serta partai politik pengusung, yang mana menurut pemikiran Ropingi el Ishaq, pada proses sebelum disepakati menjadi pasangan, dipastikan terdapat kontrak – kontrak politik dari awal pencalonan.
“Tinggal apakah kontrak itu tertulis apa tidak, menjadi komitmen bersama atau tidak dan bagaimana kontraknya diimplementasikan dalam ranah pengambilan kebijakan dan keputusan di tataran teknis. Secara normatif, wakil tidak mempunyai otoritas dan kewenangan tertentu secara rigid. Undang – undang tidak mengatur secara detail, yang ada hanya membantu walikota.Sehingga apabila walikota tidak memberikan wewenang, tentunya wakil walikota tidak mempunyai wewenang. Wakil walikota tidak bisa melakukan protes, apalagi melapor ke Mendagri tentang tidak diberinya wewenang oleh walikota, itu tidak bisa,” jelas Ropingi el Ishaq.
Penulis buku Pengantar Ilmu Dakwah Studi Komprehensif Dakwah dari Teori ke Praktik mengemukakan, pada sisi komitmen pasangan, walikota dan wakil walikota harus sebisa mungkin menjaga komitmen yang telah dibangun dengan pencalonannya, bukan sekedar maju bersama dan jadi bersama, akan tetapi ada peran dan perjuangan dari walikota maupun wakil walikota.
“Jadi kalau ada keretakan komunikasi antara walikota dan wakil walikota, pertanyaannya adalah bagaimana komitmen politik yang sudah disepakati sejak mereka berangkat mencalonkan diri.Keretakan itu menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menjaga komitmen yang sudah mereka sepakati,” terangnya.
“Dan ini banyak ditunjukkan oleh pasangan calon baik walikota wakil walikota, bupati wakil bupati, gubernur wakil gubernur itu banyak mengindikasikan keretakan itu setelah mereka menang. Pertanyaan mendasar berikutnya adalah bagaimana mereka menjaga komitmen politik dengan konstituen yang memerlukan perjuangan panjang, jika komitmen politik terhadap pasangan saja tidak bisa mereka jaga dan tunaikan,” tandas Dr.Ropingi El Ishaq, M.Pd (Ans).












