Blitar, Harian Forum.com – Dugaan penyalahgunaan sewa rumah dinas yang diperuntukan wakil bupati, menjadi rahasia umum dan cukup menarik bahkan menyita perhatian bagi sebagian masyarakat dengan beragam respon serta penilaian.
Persoalan bupati menyewakan rumah miliknya atau rumah pribadinya sebagai rumah dinas yang sedianya diperuntukkan wakilnya, namun tetap ditempati bupati, sedangkan wakil bupati malah menempati salah satu ruangan rumah dinas bupati, masih menjadi tema perbincangan.
Yang menarik lagi dari pemberitaan, bahwasanya wakil bupati mulai awal menjabat sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya memiliki hak atas anggaran sewa rumah dinas untuknya.Sedangkan bupati menandaskan, mengaku telah membuat kesepakatan untuk bertukar rumah dinas dengan wakil bupati, dengan alasan rumah pribadinya berada dekat dengan rumah dinas bupati.Belum bisa dipastikan siapa yang benar hingga sampai saat ini, karena untuk menentukan keputusan tidak semudah seperti membalik telapak tangan.
Meski masuk tahap penyelidikan, dengan diperiksanya mantan wakil bupati dan salah satu pejabat di pemerintahan daerah oleh kejaksaan, bukan berarti serta merta proses tersebut berlanjut pada penyidikan.
Masih ada prosedur lainnya dan harus dilakukan pencarian serta pengumpulan bukti adanya tindak pidana yang terjadi, hingga ditemukannya tersangka.Bagi penegak hukum, bukan pekerjaan mudah untuk mengungkap sebuah kasus dugaan korupsi di pemerintahan, karena tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari tindak pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan tindak pidana umum.
Namun begitu, menilik kembali tahun 2004, bahwasanya Kejaksaan Negeri Blitar pernah mencatat sejarah mengungkap dugaan korupsi Rp 32 miliar di lingkungan pemerintah kabupaten Blitar, atas adanya laporan dari masyarakat.Terungkapnya dugaan korupsi di pemerintahan kabupaten Blitar pada tahun 2004 , bukan hasil operasi tangkap tangan atau OTT oleh lembaga anti korupsi, akan tetapi dengan perjalanan yang panjang antara Kejaksaan Negeri Blitar dan masyarakat Blitar yang menamakan Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi atau Somasi.
Berawal dari beberapa lembaga swadaya masyarakat yang meleburkan Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi atau Somasi Blitar, turun ke jalan untuk menyuarakan adanya dugaan penyelewengan kas daerah kabupaten Blitar.Massa Somasi yang berjumlah kurang lebih 200 orang, melaporkan adanya dugaan korupsi di pemerintahan kabupaten Blitar, bergerak ke kantor DPRD kabupaten Blitar untuk menyampaikan aspirasi, menemui pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Blitar.Di gedung wakil rakyat, massa Somasi ditemui para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Blitar, namun massa hanya memperoleh jawaban, bahwasanya kasus dugaan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kejaksaan.
Merasa tidak mendapatkan apa yang diinginkan, massa Somasi kemudian bergeser ke kantor pemerintah kabupaten Blitar.Ditulis pada koran Harian Surya, 12 Agustus 2004, berjudul ” Pengunjuk Rasa Dihadang Massa Berkaos Hitam “, sedikitnya 200 aktivis dari 13 LSM yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi atau Somasi Blitar, melakukan unjuk rasa ke kantor eksekutif, legislatif dan yudikatif kabupaten Blitar, menuntut kalangan yudikatif untuk mengusut tuntas dugaan – dugaan korupsi yang dilakukan eksekutif.Aksi unjuk rasa sempat panas, bahkan nyaris terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dan massa berkaos hitam yang tiba tiba menghadang di depan pagar halaman kantor pemkab Blitar.Di kantor instansi pemerintah daerah tersebut ternyata juga tidak memperoleh jawaban,
karena tidak ada pihak yang menemui, dan massa Somasi membubarkan diri.
Merasa penyampaian aspirasi di lembaga wakil rakyat dan pemerintahan tidak membuahkan kejelasan, massa Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi akhirnya memutuskan untuk mendesak lembaga yang berkompeten dengan penegakan hukum.Tanggal 2 September 2004, pukul 10.00 WIB, massa Somasi kembali melakukan aksi menyampaikan pendapat di muka umum atau unjuk rasa di kantor Kejaksaan Negeri Blitar, mendesak untuk memproses dugaan kasus korupsi di pemerintahan kabupaten Blitar.
Dalam aksinya di depan kantor Kejaksaan Negeri Blitar, Somasi membawa massa lebih banyak dibanding aksi sebelumnya, dan massa Somasi diterima kepala Kejaksaan Negeri Blitar.Saat menemui peserta aksi kepala Kejaksaan Negeri Blitar, dalam dialognya berkomitmen menindaklanjuti laporan masyarakat, namun kepala Sriyono, SH pada saat itu meminta kepada Somasi dalam melakukan aksi, tidak perlu dengan membawa massa yang banyak.
Waktu terus bergulir, Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi Blitar masih menunggu komitmen kepala Kejaksaan Negeri Blitar, dengan apa yang pernah disampaikan.Tidak membawa massa, namun beberapa perwakilan elemen yang tergabung dalam Somasi melakukan aksi mogok makan, sebagai bentuk dukungan penuntasan kasus dugaan korupsi yang dilakukan di depan kantor Kejaksaan Negeri Blitar dengan mendirikan tenda dari tikar.
Berjalan tiga hari, aksi mogok makan tidak diteruskan setelah kepala Kejaksaan Negeri Blitar meminta kepada massa Somasi untuk mengakhiri.Sriyono, SH berjanji akan secepatnya bertindak mendatangkan beberapa saksi untuk diminta keterangan.Tanggal 5 Oktober 2004,
kepala Kejaksaan Negeri Blitar, Sriyono, SH menepati janjinya, dimana Kejaksaan Negeri Blitar telah meminta keterangan beberapa pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten Blitar terkait dengan dugaan korupsi.Sedangkan Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi Blitar pada hari dan tanggal tersebut telah membubarkan diri, dan tidak melakukan aksi lagi.
Penyelidikan dan penyidikan terus dilakukan Kejaksaan Negeri Blitar. Melansir harian Surya tanggal 3 Nopember 2004, kepala Kejaksaan Negeri Blitar, Sriyono SH menyampaikan telah menetapkan tiga pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten Blitar sebagai tersangka.Sebelum ditetapkan tersangka, tim kejaksaan melakukan penyelidikan selama dua bulan, serta meminta keterangan 40 orang dari eksekutif, legislatif dan masyarakat.
Dan hasilnya ditemukan bukti kuat adanya tindak pidana korupsi.Ketiga tersangka diduga menyelewengkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2003 sebesar Rp 7,4 miliar dan tahun 2004 sebesar Rp 24,5 miliar, dan total uang negara yang diselewengkan Rp 32 miliar.
Sedangkan dari harian Radar Tulungagung, tanggal 27 Nopember 2004, juga dikutip bahwa dugaan korupsi kas daerah di Pemkab Blitar sebesar Rp 32 miliar, tergolong kasus besar.Tentu saja untuk mengungkap kasus tersebut tidak gampang dan butuh perjuangan dan keberanian.
Setidaknya, itulah pengakuan Kajari Blitar, Sriyono SH.(Ans).