Blitar, HarianForum.com- Castilla atau ketela salah satu hasil dari tanaman yang sering kali terlupakan, meskipun yang dihasilkan oleh tanaman tersebut seluruhnya nyaris habis bisa dimanfaatkan mulai dari daunnya untuk sayuran, batangnya yang kering bisa digunakan kayu bakar dan akarnya untuk pengganti beras maupun kentang.
Biasa disebut singkong, tanaman yang dibawa bangsa Portugis ke Hindia Belanda, tidak hanya untuk dimanfaatkan sebagai pengganti bahan makanan, namun tanaman yang bisa tumbuh berkembang dengan baik di ketinggian 10 – 700 mdpl ini juga banyak digunakan untuk bahan industri.
Mudah diolah secara sederhana dengan merebus, menggoreng, dibuat aneka jajanan, Manihot Esculenta dalam bahasa ilmiahnya dapat juga diubah menjadi tepung singkong sebagai pengganti tepung gandum, sehingga sangat tepat dikonsumsi bagi pengidap alergi gluten.
Tanaman dengan akar umbi yang memiliki kandungan air, fosfor, karbohidrat, kalsium, vitamin C, protein, besi dan lemak juga bisa digunakan sebagai bahan baku bioetanol merupakan energi terbaharui dengan bahan baku dari singkong meskipun etanol dapat juga dibuat dari tebu, kentang, dan jagung. Selain menjadi bioetanol, singkong atau ketela pohon juga bisa diolah menjadi tepung tapioka, gula cair dan modified cassava flour atau disingkat mocaf, tepung yang dimodifikasi sampai dengan mempunyai bentuk seperti butiran beras.
Namun bagi Saiful Agus Arifin dalam pengolahan singkong atau ketela pohon yang tumbuh baik di daerahnya, dirinya lebih memilih mengolah ketela pohon menjadi gaplek. Pemikirannya bahwa gaplek yang selanjutnya diolah menjadi tiwul, selain kerap dijadikan sebagai pengganti nasi oleh masyarakat, tiwul merupakan salah satu makanan khas tradisi warisan budaya terutama di Jawa pesisir selatan.
“Tiwul teksturnya empuk, sehingga mudah diolah menjadi makanan sesuai selera. Cara membuatnya mudah, bahan tiwul disiram dengan air kemudian dikukus,” terangnya.
Meskipun tiwul bukan hal yang baru bahkan sampai saat ini banyak dijumpai dan diproduksi di daerah daerah terutama pesisir selatan Jawa Tengah maupun Jawa Timur, namun perangkat desa yang ditugaskan sebagai kepala dusun Kedung Biru ini, sangat optimis bahwa tiwul dimasa yang datang mempunyai prospek kegunaan maupun manfaat, selain menjadi salah satu kekuatan ketahanan pangan, tiwul namun juga bisa menjadi salah satu pilihan untuk pertumbuhan daya ekonomi masyarakat, khususnya warga di desanya.
“Memulai dari keluarga, kami mengolah ketela pohon yang ada disekitar untuk diolah menjadi tiwul instan. Alasan kami membuat tiwul instan, sekarang banyak masyarakat kangen kembali menikmati masakan tradisional yang bahannya menggunakan dari tanaman lokal, salah satunya ketela pohon. Dan kami memilih mengolah dari ketela menjadi gaplek kemudian diolah lagi menjadi tiwul instan dalam kemasan,” ungkap Saiful.
Merespon kreatifitas dan inovasi salah satu warga di desa Kalitengah, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar. Penggiat usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat agro, Mujianto, S.Sos, MM menyampaikan kepada HarianForum.com (31/08), bahwa usaha inovatif yang diupayakan salah warga harus diapresiasi. Disampaikan Mujianto, mengemas tiwul merupakan terobosan positif untuk menaikkan dan menunjukkan potensi lokal yang ada di daerah.
“Sudah tidak perlu didiskusikan atau dijadikan bahan komentar. Usaha mas Saiful untuk mengemas tiwul layak dilakukan secara istiqomah, artinya tidak herog herog asem atau hanya gebyar saja. Saya yakin kalau nantinya tiwul instan dalam kemasan diolah dengan konsisten dan profesional, akan menjadi salah satu prioritas sumber bahan pangan pengganti beras dan tentunya akan membangkitkan daya ekonomi masyarakat bahkan bisa memulai dengan membangun destinasi wisata kuliner tradisional,” terang Mujianto, SSos, MM selesai menyampaikan pembekalan tentang kondisi dan mekanisme pasar terhadap pengolahan hasil pertanian dampak pandemi covid 19, pada salah satu acara yang digelar secara virtual.(Ans)