Hukum & Kriminalitas

Maraknya Tambang Illegal di Tulungagung, Siapa Yang Bertanggung Jawab?

733
×

Maraknya Tambang Illegal di Tulungagung, Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Sebarkan artikel ini
Diskusi Kajian Dan Edukasi Hukum.

Tulungagung, HarianForum.com- Dihadapan peserta diskusi publik yang digelar Lembaga Kajian Hukum Nasional atau LKHN, Kepala Kepolisian Resort Tulungagung, AKBP Eko Hartanto, SIK, MH menyampaikan bahwa proses hukum kasus meninggalnya salah satu warga Desa Blimbing, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung di area penambangan batu illegal terus berlanjut.

Ditegaskan Kepala Kepolisian Resort Tulungagung dalam forum diskusi, adanya kelalaian seseorang mengakibatkan orang lain kehilangan nyawa, sesuai hasil penyelidikan serta penyidikan, Kepolisian Resort Tulungagung sudah menetapkan tersangka sesuai dengan pasal 359 KUHP.AKBP Eko Hartanto melanjutkan penyampaiannya, semua proses dilakukan secara transparan, meskipun pihak kepolisian tidak bisa mempublikasi nama tersangka, semata mata untuk kepentingan pengembangan proses hukum lebih lanjut.

Hadir bersama jajaran, dalam diskusi yang digelar Kamis (29/09) AKBP Eko Hartanto juga memiliki komitmen dalam penegakan hukum seiring maraknya penambangan illegal yang memiliki potensi kerusakan lingkungan disekitar lokasi penambangan, dengan tegas disampaikan bahwa semua pelaku pertambangan wajib mematuhi aturan yang berlaku. AKPB Eko Hartanto akan menindak tegas bagi para pelaku dalam kegiatan yang bersifat illegal, baik illegal mining, illegal logging atau semua kegiatan illegal lainnya di wilayah kabupaten Tulungagung.

Meskipun dalam diskusi yang dimoderatori M. Roy Wakhid Ilham, SH sempat berjalan sedikit menghangat, namun seusai acara AKBP Eko Hartanto memberi apresiasi kepada acara diskusi publik yang diselenggarakan di gedung KPPR Rejotangan. Pemilik dua bunga sudut lima ini mengungkapkan kepada HarianForum.com, bahwa acara diskusi menjadi satu media yang baik untuk edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat.

“Bagus ini satu media yang bagus untuk memberi pemahaman, sosialisasi yang masif.Kemungkinan masyarakat belum tahu terkait prosedur dengan kejadian kejadian yang sedang terjadi. Penting sekali melakukan pembinaan, melakukan sosialisasi terus di masyarakat. Besok ada wadah kita buat itu, saya yang inisiasi. Kandani itu setiap Jum’at pagi muter kemana mana setiap kecamatan saya ajak seluruh Forkopimcam, seluruh elemen masyarakat yang ada disitu. Ayo bahu membahu, kita diskusi bersama ada ruang ada sarananya yang nanti kita lakukan,” ungkapnya.

Forum diskusi yang memiliki agenda selain permintaan kejelasan proses hukum atas peristiwa meninggalnya salah satu warga di area pertambangan batu, juga penegakan hukum terkait kegiatan illegal mining yang telah merusak lingkungan. Hadir Muhammad Makrus Mannan, SP, MM, sekretaris Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Tulungagung, pada saat mendapat pertanyaan dari salah satu peserta diskusi tentang kegiatan penambangan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pemulihan area akibat eksplorasi terhadap kandungan alam secara illegal.

Muhammad Makrus Mannan menyampaikan bahwasanya dahulu diakuinya ada izin pertambangan rakyat atau dikenal dengan IPR. Namun perizinan tersebut kemudian ditarik oleh pemerintah pusat, dan pada tahun ini perizinan pertambangan minerba didelegasikan di Pemerintahan Provinsi. Ditandaskan, pihaknya menyiapkan diri untuk membantu masyarakat dalam pengurusan perizinan penambangan, namun Muhamnad Makrus menambahkan, bahwa pemohon izin harus memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan.

Pakar Hukum, Dr. Suhadi, SH, M. Hum.

Melanjutkan penyampaian, bahwasanya kegiatan pertambangan di tanah atau lahan baik milik sendiri, milik pemerintah maupun milik badan usaha lainnya, secara manual maupun menggunakan alat berat apabila tidak memiliki izin, dianggap tidak sah atau illegal. Sedangkan menjawab tentang pemulihan kegiatan pertambangan, Muhammad Makrus menjelaskan pada area pertambangan yang dilakukan secara illegal tidak memiliki jaminan untuk reklamasi atau tidak ada tindakan pemulihan.

“Jadi terkait apapun dengan pertambangan kita sudah memberikan informasi, Memang ada batasan batasan yang harus dipahami oleh masyarakat terkait kegiatan di masyarakat, mana tugas Pemerintah Kabupaten, mana tugas Pemerintah Provinsi, mana tugas Pemerintah Pusat, jadi kami tidak bisa memutuskan bahwa itu harus kami yang melakukan, karena ada bagian kewenangannya. Apapun itu kami siap membantu untuk memfasilitasi apa apa yang diperlukan masyarakat, namun dengan ketentuan persyarayan yang harus dipenuhi,” jelas Muhammad Makrus Mannan, mewakili kepala Badan Lingkungan Hidup kabupaten Tulungagung yang tidak bisa hadir mengikuti diskusi, karena mendampingi Bupati Tulungagung mengikuti rapat terkait pembangunan JLS di kantor staf kepresidenan di Jakarta.

Pada acara yang sama, pakar hukum Dr. Suhadi, SH, MHum menyampaikan, bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum dimana semua aspek kehidupan harus didasarkan pada hukum dan segala perundang – undangan serta turunannya yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dr.Suhadi menambahkan, negara hukum berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negara. Dan di Indonesia, negara hukum didasarkan pada nilai – nilai Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, semua harus bersandar pada pedoman hukum maupun aturan yang diakui, tidak diperbolehkan mencari pedoman diluar hukum.

Sedangkan dalam menjalankan hukum harus memiliki orientasi untuk mempersatukan, mencerdaskan, menjadi solusi serta harus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dr. Suhadi juga menyinggung tentang persoalan prosedur dalam penegakkan hukum terkait dengan adanya penambangan illegal atau illegal mining. “Tadi juga disampaikan diantaranya pak Kasat memberi pengarahan kepada masyarakat, kita datang tidak ada kok, berarti kan ya sudah sudah tutup. Bukan demikian, ini penegakkan hukum yang keliru kalau menurut saya, untung Pak Kanitnya menyampaikan ada penyelidikan. Sudah saya sampaikan bahwa dalam proses penanganan perkara itu tidak hanya tertangkap tangan, namun ada pengaduan, ada laporan, bahkan Polisi sendiri ketika mengetahui dan ini bukan delik aduan itu wajib memproses, karena perkara tambang illegal itu bukan delik aduan,” tandas Dr. Suhadi, SH, MHum.

“Ada yang perlu dipahami masyarakat yaitu asas fiksi hukum dimana dalam asas tersebut memiliki anggapan pada saat peraturan perundang – undangan telah diundangkan, maka pada saat itu juga setiap orang dianggap tahu. Dan ketentuan tersebut berlaku mengikat, sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak bisa dijadikan alasan untuk membebaskan dari tuntutan hukum,” pungkasnya. (Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *