Blitar, HarianForum.com – Beberapa versi dari sudut pemikiran, astrologi merupakan ilmu yang menterjemahkan kondisi pergerakan berbagai benda di langit, terutama matahari, bulan dan bintang yang terhubung dengan mahluk hidup di bumi, tidak bisa diterima oleh beberapa ahli mekanika klasik, yaitu ahli yang menganut hukum gerakan benda langit yang dilakukan oleh salah satu dari beberapa jenis gaya. Dan sebagian besar konsep teori tersebut, pada dasarnya memanfaatkan hukum gerak Newton, atau dikenal dengan fisika newton.
Meski tidak diterima secara sains, sebagian orang masih meyakini astrologi dianggap bisa memberi sinyal adanya perubahan kepada mahluk dibumi terutama manusia, terlihat sebagian orang masih mempercayai Zodiak maupun Shio sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari hari. Bahkan sebagian masyarakat petani di Jawa, hingga juga tidak sedikit masih menggunakan kalender untuk bertani dan dikenal dengan pranoto mongso, sebuah perhitungan yang memiliki dasar konsep ekologi, dianggap mampu mengharmonisasikan situasi kehidupan manusia dengan alam.
“Tentang pertanian, menghitung masa tanam sampai panen itu sebenarnya sudah dilakukan seribu tahun yang lalu. Namun saya akan menyampaikan materi tentang fluktuasi harga pangan, sebelumnya saya sering melakukan diskusi dengan teman teman bahwa realitanya harga pangan terus menerus mengalami fluktuasi. Materi ini saya sampaikan dari sudut berpikir astrologi. Saya sampaikan hanya orang yang mempelajari astrologi, akan mengetahui tanda yang diterima sebagai pesan adanya gerakan perubahan pada alam maupun manusia. Namun perlu diingat bahwa ilmu astrologi berbeda dengan ilmu teori fisika newtonian, meski teori fisika newton juga tidak jarang memerlukan konsep relativitas mekanika kuantum untuk suatu yang tidak bisa diselesaikan”, jelas Imam Hambali, ahli astrologi Blitar saat memaparkan di depan peserta diskusi publik yang digelar oleh Perhimpunan Pergerakan Indonesia cabang Blitar (6/6).
Bertajuk membaca peluang fluktuasi harga pangan dari sudut kearifan lokal dan geo astrologi, peserta diskusi publik selain dari para pengurus PPI cabang Blitar, komunitas maupun LSM yang terkait dengan pertanian dan lingkungan, staf ahli bidang hukum pemerintahan dan politik pemerintah daerah kabupaten Blitar, serta kepala bidang pada dinas pertanian dan ketahanan pangan hadir dalam acara tersebut. Sementara wakil bupati Blitar, Rahmat Santoso juga hadir namun seusai acara diskusi, karena terdapat kegiatan mendadak yang harus diselesaikan.
Di waktu dan tempat yang sama , narasumber Lintar Brillian Pintakami, SP, MP dosen Agribisnis fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar, dalam diskusi menyampaikan pandangannya dalam pengelolaan kearifan lokal yang mampu mengendalikan fluktuasi harga hasil pertanian pangan, sangat diperlukan adanya perubahan pola pikir. Dari pengamatannya, karakter para pelaku pertanian khususnya tanaman pangan, Lintar Brillian mengungkapkan perlu adannya perubahan bagi pelaku pertanian dalam pola pikir secara mandiri. “Pranoto mongso memiliki prinsip mengamati setiap tanda tanda kejadian alam yang berlangsung untuk menentukan musim, dan petani dapat memahami berdasarkan kejadian atau situasi alam, yang biasanya dijadikan dasar untuk menentukan sebuah keputusan baik memulai tanam sampai panen. Namun budaya masyarakat pelaku pertanian hingga saat ini masih terlihat masih mengikuti, dimana yang satu berhasil kemudian yang lainnya akan mengikuti. Ingin perubahan dalam budidaya, kalau tidak ada buktinya tidak mau, maka disinilah peran penting dari penyuluh. Kemudian alangkah baiknya pada kegiatan diskusi, kita arahkan integrasi kedua sudut pandang ini disatukan model pemberdayaan bagaimana dan komunikasi petani masyarakat juga bagaimana” jelas dosen Unisba Blitar yang baru menyelesaikan program doktor.
Menyinggung hakikat pranoto mongso, bahwa alam merupakan sahabat petani, tidak hanya memiliki modal kecermatan berhitung, namun harus mempunyai kemauan mengamati, merasakan dan membaca gerakan alam. Pranoto mongso mengajarkan kita kapan waktu tepat untuk melakukan aktifitas tani dari mulai pengolahan lahan, penanaman, hingga panen tiba. Misalnya Kasa atau Kartika pada 22 Juni – 1 Agustus dengan istilah Jawa sesoty murca ing embanan atau intan jatuh dari wadahnya memiliki maksud bahwa daun-daun berjatuhan dan waktunya menanam palawija. Kemudian Karo pada 2 Agustus – 24 Agustus dengan menggunakan istilah Jawa Bantala rengka atau bumi merekah, hingga Sada atau Asuji. (Ans)