Blitar, HarianForum.com – Ditandai dengan suhu udara yang cukup tinggi akibat peningkatan intensitas radiasi matahari, rutinitas alam yang terjadi dua kali dalam setahun, di mana posisi matahari berada di titik kulminasi, menyebabkan semua benda tegak tidak tampak bayangannya. Fenomena ini menjadi bahan perbincangan masyarakat, terutama di kalangan petani.
Fenomena alam tersebut terjadi dengan waktu yang berbeda-beda di setiap wilayah. Bagi petani yang tinggal di Pulau Jawa, peristiwa astronomis ini menjadi pertanda pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan, yang dikenal dengan istilah tumbuk dalam masyarakat Jawa.
Tidak semua wilayah mengalami fenomena hari tanpa bayangan pada waktu yang bersamaan. Namun, sebagian besar petani di Pulau Jawa menganggap bahwa tumbuk terjadi pada tanggal 10 Oktober. Mengutip informasi dari lembaga pemerintahan yang melaksanakan tugas meteorologi, klimatologi, dan geofisika, untuk wilayah Jawa Timur, hari tanpa bayangan atau tumbuk terjadi pada tanggal 10 hingga 14 Oktober 2024. Pada saat hari tanpa bayangan, masyarakat dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari langsung saat beraktivitas di luar ruangan dengan menggunakan pelindung fisik seperti payung atau topi, serta menjaga kecukupan cairan tubuh untuk menghindari dehidrasi.
Tumbuk di Pulau Jawa terjadi dua kali, yaitu pada bulan Maret, yang dalam penanggalan pranata mangsa ditandai dengan mareng, sebagai pancaroba akhir musim penghujan. Sedangkan tumbuk kedua terjadi pada pertengahan bulan Oktober, yang dalam kalender pranata mangsa ditandai dengan labuh, yaitu pancaroba memasuki musim hujan. Pancaroba, sebagai fase peralihan, biasanya terjadi antara bulan Maret hingga Mei untuk transisi musim kemarau, dan antara bulan September hingga November untuk transisi musim hujan. Namun, pancaroba tidak dapat ditentukan secara pasti karena tergantung pada pola hembusan angin.
Imam, salah satu petani yang memiliki dan mengolah lahan sawah di Desa Karanggayam, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, menuturkan bahwa kemarau tahun ini cukup panjang. Kepada HarianForum.com (11/10), ia menceritakan bahwa dirinya mulai menanam padi pada bulan Desember dan menggunakan sumur pompa diesel untuk mengairi lahannya pada bulan Januari. Memasuki bulan Oktober, terjadinya tumbuk yang menandakan datangnya labuh atau pancaroba memasuki musim hujan, membuat Imam berharap lahan pertaniannya akan mendapatkan irigasi yang baik.
“Kalau untuk kekeringan, merasakan kondisi yang benar-benar kering itu mulai bulan April. Maka untuk pengairan, ya, menggunakan diesel seminggu sekali. Sekarang saya menanam sayuran, dan pengairannya jelas berbeda. Maksudnya, sayuran dengan jagung kebutuhannya airnya berbeda. Kalau tanaman jagung agak kuat, sedangkan sayuran tidak tahan dengan kekeringan,” tuturnya sambil mengungkapkan keheranannya, karena saat ini harga sayur-mayur terus rendah.
Memasuki pancaroba, biasanya hujan tidak konsisten karena dipengaruhi oleh pola angin, sehingga hujan terjadi secara sporadis. Ketidakstabilan pola hujan sangat memengaruhi aktivitas petani, terutama terhadap tanaman padi yang sangat bergantung pada ketersediaan air. Oleh karena itu, petani harus lebih teliti dalam menentukan strategi tanam di awal musim, dengan harapan tidak terjadi gagal panen. (Ans.)