Tulungagung, Harian Forum.com- Selain kesan angker yang telah melekat, juga terlintas dalam benak dengan cerita cerita noni belanda yang cantik jelita, dengan perawakan tinggi semampai, dengan rambut ikal pirang, kulit putih bersih mulus yang terkadang menampakan diri di bekas pabrik gula yang berlokasi di desa Kaliwungu, kecamatan Ngunut, kabupaten Tulungagung, semakin membuat sebagian warga yang melintas dibuat merinding.
Lokasi kawasan bekas pabrik gula yang dihentikan produksinya pada tahun 1930 akibat krisis malaise, dengan tegakan pohon pohon besar yang rimbun ditambah deretan loji loji yang dibangun tahun 1800 sampai 1900, dan sempat digunakan menjadi tempat acara uji nyali salah satu stasiun televisi, memang terlihat cukup menyeramkan.
Namun suasana pabrik gula dahulunya milik Contring, seorang wanita Belanda atau dikenal dengan Nyonyah Kontring pada saat ini benar benar telah berubah. Dulu hanya sebagian warga yang berani masuk atau melintas, sekarang menjadi salah satu pilihan pengunjung sebagai tempat favorit terutama kalangan anak muda, untuk mencari angin.
Pada malam hari, di areal di pabrik gula yang tidak digunakan mulai tahun 1930 ini, suasana menyeramkan sama sekali tidak terlihat, sebaliknya setiap malam area tersebut terlihat suasana yang indah dengan sinar gemerlapnya deretan lampu di depan rumah rumah, lengkap dengan tatanan kursi dan meja di halaman.
Berubahnya kondisi komplek perumahan para pejabat pabrik gula di jaman kompeni tersebut, diceriterakan salah seorang warga Tulungagung yang kurang lebih setahun telah menempati salah satu rumah yang digunakan sebagai tempat usaha.
Ditemui HarianForum.com, Dadang menceriterakan loji yang ditempatinya, saat ini digunakan sebagai tempat usaha kulinernya. Owner Limang Kopi menuturkan, kurang lebih setahun areal milik PT Perkebunan Nusantara atau PTPN di pabrik gula Koenir kembali difungsikan setelah lama tidak ada aktifitasnya. Namun dalam pemanfaatannya, tidak akan digunakan kembali untuk memproduksi gula, namun area tersebut difungsikan sebagai wahana hiburan atau destinasi wisata.
Inisiatif memfungsikan area pabrik gula Koenir, merupakan ide yang patut mendapat acungan jempol. Selain menciptakan sebuah wahana wisata yang bisa dinikmati masyarakat secara luas, pemanfaatan area tersebut bisa membangkitkan daya ekonomi di sekitar dan bisa digunakan sebagai tempat edukasi terutama sejarah perkebunan nusantara khususnya di Tulungagung dan sekitarnya.
“Lahan dan bangunan rumah semua milik PTPN X (pabrik gula Kunir, Ngunut.red), termasuk pabrik gula Mojopanggung di Tulungagung yang masih berjalan. Sedangkan pabrik gula disini sudah lama tidak ada aktivitas sama sekali. Mungkin ada beberapa investor yang mempunyai inisiatif, tertarik untuk disewakan dan dikelola untuk usaha bersama. Yang saya tangkap konsepnya di sini memang akan dikembangkan sebagai wahana atau destinasi wisata. Sedangkan konsep untuk setiap rumah digunakan usaha yang berbeda, mungkin digunakan dimanfaatkan cafe, resto atau mungkin yang lainnya. Nantinya akan dibangun taman taman dan wahana permainan,” tuturnya.
Menempati salah satu rumah IndisĀ atau rumah asli zaman kolonial Belanda yang cukup apik, warga Tulungagung ini menyediakan dan menyajikan berbagai varian kopi Nusantara dan bermacam macam varian teh. Dadang konsisten mempertahankan arsitektur bangunan yang ada, namun untuk interior, maupun out door tetap dibutuhkan menambahkan penataan dengan tidak meninggalkan gaya rumah Belanda.
Disinggung tentang adanya cerita cerita penampakan diri noni noni Belanda, pada sebagian warga maupun pengunjung yang datang di areal ex suiker fabrieken Koenir, Dadang mengungkapkan jawabannya dengan diplomati.
“Mungkin cerita seperti itu ada benarnya juga, karena dulunya daerah sini masih sepi dan kondisi sekitar masih gelap. Kalau sekarang, yang sering terjadi penampakan remaja remaja yang cantik dan tidak kalah dengan noni Belanda,” ujarnya sembari tersenyum.(Ans)