BeritaPolitik dan PemerintahanSerba-serbi

Arif Kurniawan: Pilkada Tanpa Jual Beli Suara, Dimulai Dari Kabupaten Blitar

780
×

Arif Kurniawan: Pilkada Tanpa Jual Beli Suara, Dimulai Dari Kabupaten Blitar

Sebarkan artikel ini

Blitar, Harian Forum.com – Menggunakan sumber daya untuk memberikan imbalan kepada personal yang telah memberikan dukungan suaranya kepada calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) mendatang diprediksi akan semakin marak. Transaksi politik menggunakan imbalan material pada pemilihan umum saat ini tidak lagi dilakukan dengan samar atau terselubung. Namun, pada ajang kontestasi politik yang telah berjalan terutama di akhir empat periode pemilihan umum dari tahun 2004, dilakukan terang-terangan. Pembelian suara atau vote buying, dimana distribusi uang maupun barang dari calon yang berkepentingan kepada pemilih yang mempunyai suara dengan harapan adanya imbal balik sebelum pemilu, nyaris menjadi sebuah tradisi.

Diakui oleh berbagai kalangan di masyarakat, sengkarut jual beli suara dalam pemilihan umum sulit diminimalisir apalagi dihentikan, karena hasrat kandidat yang ingin meraup suara pemilih sebanyak-banyaknya dengan pemilik suara yang ingin mendapatkan keuntungan secara pragmatis sudah terbangun, meskipun kondisi yang terjadi dinilai mengikis kualitas sarana demokrasi.

Adanya vote buying tidak dipungkiri oleh sebagian besar para pemilih bahwa calon terpilih pada saat pengambilan kebijakan nantinya, keberpihakannya kepada para pemilih atau masyarakat secara luas sangat kecil. Sangat rasional, karena dampak jual beli suara dalam pemilihan telah menciptakan investasi korupsi dengan lahirnya pejabat publik yang hanya berorientasi pada perhitungan pengembalian serta keuntungan pribadi sesuai modal yang telah dikeluarkan, maupun keuntungan para pihak yang telah memberikan dukungan donasi untuk memperoleh kemenangan pada pemilihan.

Dikemukakan Arif Kurniawan, salah satu kader muda Partai Kebangkitan Bangsa kota Blitar yang telah mendaftarkan diri sebagai calon wakil kepala daerah kabupaten Blitar pada pemilihan kepala daerah 2024, berdasarkan pengamatannya, kenyataan yang ada transaksi suara pemilihan saat ini telah menyasar hampir semua generasi mulai dari Gen Z hingga Baby Boomers terutama pada kalangan masyarakat menengah ke bawah. Namun, Arif juga memiliki pendapat bahwa jual beli suara tidak akan terjadi pada kalangan pendukung fanatik yang memiliki kesamaan ideologi atau kerabat dekat salah satu pasangan calon.

“Menurut pendapat saya, praktik politik uang dalam kontestasi politik memang sedang terjadi. Jika pemilu ingin berkualitas, idealnya perlu dihindari. Publik sebenarnya sudah paham bahwa hal tersebut menjadi pemicu adanya penyalahgunaan wewenang, salah satunya tindakan korupsi yang dilakukan pemenang pasca pemilu. Dampak yang ditimbulkan tentunya dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pembangunan daerah. Politik uang merupakan bagian praktek jual beli suara yang tidak sah pada proses pemilu. Seseorang membayar uang, memberikan jasa, serta janji-janji agar pemilih melirik dan memilih calon yang diinginkan oleh penerima dengan tindakan yang tidak transparan,” terangnya kepada Harian Forum.com seusai diskusi dinamisasi politik menjelang pemilihan kepala daerah kabupaten Blitar dengan tokoh muda seniman dan budayawan, Wima Brahmantya.

Arif Kurniawan menandaskan, praktik jual beli suara merupakan salah satu pelanggaran yang marak terjadi pada proses pemilihan umum. Mewujudkan pemilu yang berintegritas dengan meminimalisir praktek jual beli suara, bisa dilakukan salah satunya dengan memahamkan tujuan dilaksanakannya pemilihan umum. Dari hasil penelitian yang dilakukannya, politik uang yang mencengkeram mindset pemilih pada sarana demokrasi, salah satunya disebabkan karena faktor lemahnya tingkatan ekonomi serta minimnya wawasan tentang tujuan pemilihan umum. Diakuinya, meski sulit menghilangkan transaksi politik dalam pemilihan, dirinya tidak pesimis untuk merubah pola pikir pemilih dengan meningkatkan edukasi kesadaran masyarakat akan hakikat pesta demokrasi yang berkualitas tanpa adanya vote buyers dan vote sellers melalui pendekatan dengan media informasi yang mudah diakses.

“Dalam pemilihan kepala daerah, kita pilih pimpinan yang berintegritas, mempunyai visi membangun daerah dengan kapasitas pimpinan yang berani bertanggung jawab terhadap masyarakat yang memilihnya menuju kemandirian masyarakat sejahtera. Kepada pemilih, saatnya berani menolak politik uang untuk menjaga substansi pesta demokrasi lima tahun sekali tidak main-main. Berpikir untuk generasi mendatang, saya berharap agar semua pihak mampu dan tegas menolak praktik politik uang yang sejatinya merupakan sumber kerusakan iklim demokrasi serta gagalnya terwujudnya visi misi majunya pembangunan daerah. Pilkada tanpa jual beli suara, dimulai dari kabupaten Blitar,” tandas Arif Kurniawan, kader muda Partai Kebangkitan Bangsa. (Ans).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *