Nganjuk, HarianForum.com- Kasus Suyadi Dkk, yang menuntut transfaransi Dana Desa (DD) Ngepung, Kecamatan Patihanrowo, Nganjuk, sebenarnya adalah kasus kecil, namun menyangkut masalah besar. Sebab, apa yang diperjuang Suyadi dkk, juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri. Presiden Joko Widodo meminta lapisan masyakat agar ikut mengawasi Dana Desa (DD). Permintaan itu disampaikan, karena ditengarai banyak penyimpangan penggunaan anggaran tersebut. Di seluruh Indonesia hampir 1 ribu Kades yang masuk penjara karena menyelewengkan dana desa. (Detik com/7/9/2017).
Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga meminta agar kalangan anak muda mengawasi penggunaan dana desa. Sebab, secara nasional anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke seluruh desa di tanah air cukup besar mencapai ratusan triliun. Dana ini diperuntukan untuk kemajuan warga desa. (kompas. Com/18/8/2018). Permintaan yang sama juga disampaikan Menteri PDT. (Liputan 6.com/4/4/2019).
Jadi, apa yang diperjuangkan Suyadi cs itu sesuai dengan yang diminta Presiden, Menteri Keuangan dan Menteri PDT. Tujuannya adalah, agar penggunaan dana desa tidak diselewengkan.
Suyadi sendiri mengaku sudah berkali – kali meminta penjelasan kepada Kades Ngepung tentang rincian penggunaan dana desa setempat. Namun, permintaan tidak ditanggapi. Dan Kades sendiri menyatakan bahwa yang berwenang menjelaskan dana desa adalah Bupati. Karena itulah, Suyadi dkk berkeinginan keras bisa bertemu dengan Bupati Nganjuk, untuk mendapatkan penjelasan penggunaan dana desa Ngepung. Berkali – kali ia bersama puluhan warga mendatangi kantor Bupati. Namun tidak pernah sekalipun Bupati bersedia menemui.
Ada yang mengatakan, aksi tersebut dilatarbelakangi persoalan pemilihan kepala desa. Tetapi pendapat ini kurang tepat untuk mengalihkan perhatian dari esensi aksi. Sebab, meskipun seandainya Pilkades tidak ada masalah pengawasan penggunaan dana desa tetap bisa dilakukan, sesuai anjuran Presiden dan Menteri.
Suyadi cs tidak patah semangat, meski langkahnya itu tidak mudah dan seakan menemui jalan buntu. Mereka tetap ingin bertemu Bupati. Berkali – kali mereka menggelar demo di depan Pendopo Kabupaten. Bupati tetap tidak bersedia menemui. Bupati menugaskan Wakil Bupati untuk menemuinya.
Saat demo terakhir itulah, mencapai titik klimaksnya, yang membawanya ke tuduhan ranah pidana. Ada lima warga termasuk Suyadi yang dijebloskan ke tahanan oleh Polres Nganjuk. Mereka dikenai dakwaan pasal 170 KUHP tentang pengrusakan barang atau benda di depan umum.
Barang buktinya adalah pot bunga yang rusak dan slot pagar pendopo yang patah. Menurut dakwaan jaksa nilai kerugian dari rusaknya pot bunga dan slot pintu pagar mencapai 9 juta lebih….entah hituganya dari mana. Tapi secara riil tidak sampai 1 juta.
Di Kabupaten Nganjuk sejak dulu sudah sering terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh warga. Demo sendiri dijamin oleh undang – undang. Ini merupakan salah satu hak warga negara menyampaikan pendapat di muka umum. Tahun 1998 terjadi demonstrasi besar – besaran di Kab. Nganjuk yang melibatkan puluhan ribu warga dari berbagai desa. Demo ini terjadi berminggu – Minggu. Mereka mendemo Kades dan perangkatnya. Saat itu pagar depan pendopo roboh, banyak pot bunga yang pecah. Meja kursi banyak yang rusak…warga menduduki pendopo. Era Bupati Taufiqurahman pegawai katagori K1 juga berbulan – bulan melakukan demo. Bupati Taufiq juga kena hujatan. Tetapi semuanya tidak ada yang sampai dipidana.
Dari segi hukum, kasus yang dialami oleh Suyadi Cs, berpotensi telah terjadi Overspaning Van het Straftrecht (Penerapan hukum pidana yang berlebihan). Karena, sesuai kondisi riil kerusakan yang terjadi sangat kecil. Tidak sebanding dengan potensi kerugian negara dalam penggunaan dana desa, yang dipersoalkan Suyadi Cs. Apakah kita yakin penggunaan dana desa 100 Prosen tidak ada penyelewengan…?
Dari segi Pemerintahan, kasus ini berpotensi terjadi abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan). Unjuk rasa tersebut menjadi pidana karena ada perintah Sekda kepada Satpol PP melapor ke Polres. Penyalahgunaan kekuasaan ini terjadi karena wewenang dipakai untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan mengabaikan kepentingan dan kebenaran yang diterima oleh banyak orang. Tindakan penyalahgunaan kekuasaan ini terjadi dalam hirarki Pemerintahan. (Juwair, wartawan senior)