Blitar, HarianForum.com- Pemilihan kepala daerah secara langsung, merupakan salah satu buah semangat gerakan reformasi. Namun dalam perjalanan waktu dan hingga pada saat ini semangat tersebut dirasakan semakin tidak memikat lagi. Proses demokrasi yang digelar untuk memilih pemimpin pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten, maupun kota ternyata sudah banyak kehilangan daya tarik.
Mungkin rasa bosan dengan para politisi yang banyak mengumbar janji pada saat maju menjadi kepala pemerintah daerah, dan ternyata janji janji tersebut tidak sesuai harapan bahkan tidak menjadi pernah kenyataan, membuat salah satu warga kota Blitar apatis dengan perhelatan pemilihan kepala daerah yang akan digelar pada bulan September nanti.
“Secara pribadi sebagai warga Kota Blitar, saya tidak memikirkan dengan adanya pilkada di kota Blitar. Bagi saya sekarang yang penting manjing (bekerja.red) supaya dapat membeli beras,” ujar Agus Prasetyo (20/01/2020).
Pernyataan pribadi salah satu pemilik bengkel motor dan las di kelurahan Tanggung, kecamatan Kepanjen Kidul ini cukup beralasan. Dirinya mengaku tidak pernah sekalipun tersentuh langsung kebijakan dari pemerintah daerah terutama dukungan untuk pengembangan usahanya.
Sikap apatis tentang adanya pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah merupakan keputusannya, dan sebuah bentuk ketidak percayaan terhadap konstelasi politik yang ada terutama di daerah.
Agus berpendapat apapun gerakan politik dengan bentuk pemilihan yang diuntungkan pasti tetaplah individu dan para koleganya yang mempunyai kepentingan. Sedangkan yang benar benar konsisten bekerja untuk warga tanpa pamrih mendapat keuntungan, hanyalah isapan jempol belaka.
Ditanya siapa calon paling ideal menjadi kepala daerah kota Blitar yang sudah mendaftarkan diri baik melalui partai politik maupun yang maju secara independen, Agus Prasetyo enggan memberi jawaban bahkan dirinya dengan nada tegas tidak mau berfikir urusan politik dalam pemilihan kepala daerah yang dijadwalkan pada 23 Maret 2020 mendatang.
“Saya tidak mau tahu yang menjadi nanti itu siapa.Urusan politik kalau ikut memikirkan bisa mumet dan ribet, saya nggak mau mikir masalah politik,” tandasnya.
Tidak responsifnya keterlibatan warga terhadap sistem politik pemerintahan, terutama pada saat ajang pemilihan memang ada walaupun tidak semuanya. Perihal yang terjadi merupakan luapan kejenuhan seseorang pemilih dengan melihat manuver politik yang hanya berujung pada profit atau keuntungan. Sedangkan di tingkat elit politik, justru terlihat terjadi kesibukan bersaing untuk saling mempertahankan kepentingan, baik individu maupun kelompok.
Seorang filsuf berkebangsaan Inggris Thomas Hobbes dalam teorinya bahwa manusia tidaklah bersifat sosial, manusia hanya memiliki satu kecenderungan dalam dirinya yaitu keinginan mempertahankan diri. Dan kecenderungan tersebut, membuat manusia bersikap memusuhi dan mencurigai dengan manusia lainnya, homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi sesamanya.(Ans)