Blitar, HarianForum.com – Perubahan iklim yang menggulirkan panas ekstrim, kekeringan, angin tornado maupun angin topan serta banjir, telah memicu putaran rantai pasokan pangan dunia. Belum pulihnya aktivitas distribusi akibat corona virus disease 19 atau Covid – 19, serta terhentinya ekspor komoditas gandum maupun jagung, karena blokade militer yang dilakukan Rusia di pelabuhan-pelabuhan Ukraina, menjadi komponen penyebab krisis pangan global.
Mengamati kondisi ketidakpastian ekonomi dan politik global, termasuk Indonesia, hampir semua negara di belahan bumi bakal merasakan krisis pangan. Mengutip dari beberapa media nasional, presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengingatkan kepada semua pihak untuk memiliki kewaspadaan, kepekaan serta kesiapsiagaan adanya krisis pangan maupun krisis energi, yang tidak menutup kemungkinan akan berlangsung lama atau berlaku jangka panjang.
Dalam diskusi Perhimpunan Pergerakan Indonesia cabang Blitar, peringatan presiden Republik Indonesia bahwa semua pihak harus memiliki kepekaan, meningkatkan kewaspadaan, serta kesiapsiagaan adanya krisis pangan, harus benar benar ditindak lanjuti dengan serius termasuk pemerintahan di daerah.Dihadapan peserta diskusi, ketua cabang PPI Blitar, Mujianto SSos, MSi kepada Harian Forum.com mengungkapkan bahwa persoalan yang dihadapi oleh negara seharusnya menjadi bagian penting yang harus diantisipasi dan dilakukan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini kabupaten Blitar.
Mujianto melanjutkan ungkapannya, terdapat beberapa perihal yang menjadi tantangan ketahanan pangan meliputi sarana dan prasarana pertanian, skala usaha tani kecil dan konversi lahan, adanya dampak perubahan iklim, akses pangan yang tidak merata, food loss and waste yang tinggi, regenerasi petani yang lambat serta tantangan inovasi dan diseminasi teknologi.
“Kita ambil contoh di kabupaten Blitar, ada dua kebutuhan pokok dari sektor pertanian dan harus diperhatikan, karena merupakan hal yang sangat penting. Dua kebutuhan yang penting adalah kebutuhan beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat, dan kebutuhan jagung untuk memenuhi makanan atau pakan bagi ternak ayam petelur. Bukan rahasia lagi, ternak ayam petelur menjadi salah satu prioritas sumber berdayanya ekonomi di kabupaten Blitar, dimana hasil produk ayam petelur mensuplai di kota – kota diseluruh Indonesia. Kami menggali sumber data dari BPS kabupaten Blitar, bahwa produksi beras tahun 2022 kurang lebih 2.514.804 kwintal, atau sekitar 251.480 ton setahun.Apabila produksi tersebut dihitung dalam perhari terdapat 699 ton beras. Sedangkan jumlah kepala keluarga di kabupaten Blitar pada tahun 2021 sebanyak 492.832, kalau rata-rata kebutuhan beras setiap kepala keluarga 1,5 kg perhari, maka dibutuhkan stok beras untuk konsumsi adalah 739 ton atau sekitar 739.248 ton selama setahun. Sehingga untuk kebutuhan beras sehari saja, harus dipenuhi dari daerah lain sebanyak 41 ton perhari, dan bila dihitung selama satu tahun ditemukan 14.649 ton ” ungkapnya.
Salah satu organisasi kemasyarakatan yang dibidani Anas Urbaningrum, berdiri di Blitar pada bulan lalu, mulai awal PPI memiliki pandangan terutama pada sektor pertanian, peternakan serta lingkungan hidup meskipun permasalahan sektor lainnya tetap menjadi perhatian, penelitian serta kajian. Mujianto menjelaskan perjalanan produksi jagung di tahun 2021 telah terjadi penurunan. Bila dibanding dengan dua tahun sebelumnya, dari hasil tanaman jagung diperoleh 3.247.668 kwintal, atau 324.767 ton, atau dihitung dalam perhari sebanyak 902 ton. Melanjutkan penjelasannya, pada tahun 2020 di kabupaten Blitar, untuk produksi jagung sebanyak 401.440 ton dan pada tahun 2019 sebanyak 391.806 ton. Sedangkan kebutuhan pakan untuk ayam petelur, diproyeksikan sekitar 800 ton per hari atau 288.000 ton pertahun. Kemerosotan produksi jagung terjadi di tahun 2021 sampai 2020 yang mengakibatkan kelangkaan dengan berujung mahalnya harga jagung, sehingga menimbulkan keresahan serta mendorong aksi besar-besaran para peternak ayam petelur dengan aksi turun jalan
“Sangat aneh dengan kondisi tersebut, hingga kami memiliki asumsi sebenarnya ada apa dengan pemerintah daerah disini, system antisipasinya seperti apa, atau system perlindungan bagi peternak kita bagaimana.
Seharusnya surplus, tetapi kenyataannya malah terjadi goncangan yang luar biasa yang mengakibatkan kerugian luar biasa bagi perternak”, jelas Mujianto.
Disinggung tentang anggaran pada institusi di daerah yang memiliki keterkaitan dengan pertanian, dirinya memaparkan bahwa anggaran untuk pertanian pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD tahun 2021 terdapat 58.340.000.000,- atau 58,340 milyar, dengan perincian 18.700.000.000,- atau 18,7 milyar untuk belanja pegawai, 22.900.000.000,- atau 22,9 milyar untuk belanja barang dan jasa, belanja hibah 12.198.000.000,- atau 12,198 milyar, belanja bantuan sosial 1.300.000.000 atau 1,3 milyar, sedangkan untuk belanja modal kurang lebih 2.800.000.000,- atau 2,8 milyar.
“Sedangkan untuk APBD tahun 2022 , justru mengalami penurunan, yakni 52, 740 milyar, dengan perincian 22 ,5 milyar untuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa sebanyak 17,3 milyar, belanja hibah 11,091 milyar, sedangkan untuk belanja modal sekitar 1,8 milyar. Melihat postur anggaran tahun 2021 dan 2022 tersebut, perlu disampaikan kepada publik khususnya untuk penguatan sektor pangan, sudah tepatkah menjadi satu jawaban kekhawatiran presiden dalam mengadapi krisis pangan. Dan perlunya langkah serta kebijakan yang harus disampaikan kepada masyarakat, kearah mana kebijakan sektor pangan di kabupaten Blitar akan dibawa, belum lagi persoalan krisis regenerasi petani yang juga dialami seperti daerah lainnya. Yang perlu kita ingat, salah satu kunci penting untuk pertahanan negara adalah adanya stabilitas pangan, sumberdaya serta potensi alam didalam daerah sendiri maupun didalam negeri sendiri yang masih luas untuk dimanfaatkan secara optimal. Pertanyaannya kenapa untuk stabilisasi pangan harus melakukan import, jika import tersebut hanya menjadi permainan elit semata,” pungkasnya dengan nada bertanya (Ans).