Blitar, HarianForum.com- Bridge atau contract bridge cabang olahraga yang sudah lama berada dan berkembang di Indonesia, namun olah raga dengan pemain 4 orang dalam 1 meja menggunakan istilah suit, bidding dan kontrak sampai saat ini dirasa kurang cukup populer. Pandangan negatif sebagian besar masyarakat terhadap salah satu cabang olahraga tersebut, karena dalam permainan bridge mempergunakan kartu, sehingga dipahami permainan bridge dinilai bisa digunakan untuk perjudian. Selain faktor tersebut, cabang olah raga yang memiliki induk organisasi Gabungan Bridge Seluruh Indonesia atau GABSI kurang memperoleh dukungan pemberitaan yang kuat dari media massa.
Kurang populernya olah raga tersebut diakui Yuli Artadi adanya pemahaman masyarakat yang menilai bahwa bridge hanya sekedar ajang permainan kartu untuk kesenangan. Kepada HarianForum.com, Yuli menjelaskan dalam permainan bridge membutuhkan kejelian dalam melihat peluang maupun penyusunan strategi, dan dipastikan para pemain bridge bakal mengasah otak para pemainnya.
“Bridge sudah diakui oleh dunia sebagai salah satu cabang olah raga. Dalam permainan bridge, para pemainnya menggunakan strategi dan taktik dalam memainkannya. Tidak ubahnya seperti olah raga catur, bridge merupakan olahraga menggunakan dan mengandalkan kecerdasan pikiran,” jelasnya.
Ditanya strategi maupun terobosan apa untuk mendongrak popularitas cabang olah raga bridge khususnya di kota Blitar, Yuli mengungkapkan bahwa saat ini Kelompok Kerja Guru Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan atau KKG PJOK kecamatan Sananwetan, bekerja sama dengan Gabungan Bridge Seluruh Indonesia atau GABSI kota Blitar, menyelenggarakan sosialisasi olahraga bridge. Untuk memasyarakatkan olahraga yang diciptakan Whist awal abad ke-16, event olah raga bridge diselenggarakan dan telah diikuti oleh para siswa siswi Sekolah Dasar maupun Madrasah Ibtidaiyah se kecamatan Sananwetan, kota Blitar.
“Sosialisasi olah raga bridge memang diselenggarakan dan berlangsung yang diikuti 24 sekolah dasar maupun madrasah ibtidaiyah se kecamatan Sananwetan. Sedangkan setiap sekolah mengirim 4 peserta dengan 1 pendamping. Hari Sabtu besuk merupakan sesi yang kedua yang kita gelar di SDN Sananwetan 2. Adapun tujuan diselenggarakan sosialisasi, selain menjaring atlit pada usia dini atau tingkat sekolah dasar juga menyampaikan kepada guru dan wali murid bahwa bridge merupakan sebuah olahraga, bukan untuk melatih berjudi meskipun dalam pertmainan alatnya berupa kartu yang terkadang digunakan untuk berjudi.vDan tidak kalah pentingnya, bahwa bridge merupakan olah raga otak yang bisa membentuk karakter siswa,” ungkap Yuli Artadi.(Ans)