Ponorogo, HarianForum.com- Kepruk disik urusan keri, kalimat semboyan yang diungkapkan Siti Qomariyah dengan tertawa sembari memandang foto yang tergantung di dinding. Foto lawas dengan bingkai kayu, merupakan sosok Mohammad Zainuddin Kayubi mengenakan seragam dinas lengkap dengan pecinya.
Kepada HarianForum.com, istri “Jenderal” Barisan Ansor Serbaguna atau Banser, Siti Qomariyah ditemui di tempat tinggalnya di desa Kauman, kecamatan Kauman, kabupaten Ponorogo mengingat ingat serta menyebut Chudlori Hasyim, Abdurochim Sidiq, Dzannuri Acham, Atim Miyanto, Chudlori, Moch Fadhil, H Ali Muhsin dan Moch Romdhon, nama teman teman suaminya Mochamad Zainudin Kayubi yang hadir pada pertengahan bulan April 1964 dengan disepakati terbentuknya Barisan Ansor Serba Guna atau Banser, dan Mochamad Zainudin Kayubi pada saat itu juga langsung ditunjuk sebagai komandannya.
“Seperti yang diceritakan teman bapak yang kemarin ke sini (Satijan Abdullah.red), kalau pak Kayubi itu orangnya mbregudul dan tidak mempunyai rasa takut menghadapi siapapun kalau sudah punya niat. Memang pada waktu itu bapak sering mengucapkan kepruk dulu perkara belakang. Saya sempat menanyakan apa maksudnya, tetapi bapaknya selalu menjawab sudahlah nggak usah mengerti,” cerita Siti Qomariyah dengan tersenyum meskipun tampak sedikit air dipelupuk mata.
57 tahun telah berlalu, namun kenangan tersebut tidak pernah bisa dilupakan oleh mbah Jan atau Satijan Abdullah dan mbah Met panggilan akrabnya Slamet Widodo, anggota laskar Barisan Ansor Serba Guna yang selalu ikut aktif mengikuti kegiatan maupun aksi aksi pada masa pergolakan politik 1965 di Blitar.
Diceritakan oleh Satijan Abdullah atau biasa dikenal Mbah Jan, saat mendapat kabar bahwa telah terbentuknya Banser, darahnya langsung bergolak. Bukan untuk tampil gagah gagahan, namun panggilan jiwa korsa dan konsisten terhadap keputusan pimpinan Ansor, dirinya bergegas membeli kain untuk dijadikan seragam. Namun sayangnya waktu itu kain loreng yang dicarinya tidak ada, meski seluruh toko kain dan pasar di Blitar diubek ubek.
Bagi Satijan Abdullah tidak pernah mengenal patah semangat. Setelah mengetahui kain untuk seragam Banser bercorak loreng benar benar tidak ditemukan, timbul ide kain drill yang sudah dijahit menjadi seragam kemudian di stempel dengan potongan gedebog atau batang pisang, dengan harapan seragam yang menggunakan bahan kain tanpa corak atau polos tersebut, bisa menjadi seragam doreng.
“Pak Kayubi kalau pas pidato pokoknya selalu keras mengatakan siapa yang akan mengganggu negara pasti akan disikat. Makanya setelah mendengar kabar bahwa pak Kayubi mendirikan Banser, saya langsung membeli kain. Namun kainnya semua polos tidak ada yang loreng, meskipun seluruh toko toko kain di Blitar semua sudah saya tanyakan tetap tidak ada. Akhirnya saya membeli kain drill kemudian saya cap (stempel.red) kainnya dengan debog agar bisa terlihat doreng seperti seragam Banser,” cerita Satijan dengan tertawa.
Kepemimpinan Mochamad Zainudin Kayubi dan awal adanya Banser dikisahkan Slamet Widodo, yang juga terlibat langsung dalam aksi maupun aktivitasnya di Banser pada masa itu. Slamet Widodo mengaku pada waktu menjadi anggota Ansor atau Banser, selain ikut aksi, dirinya mengaku spesialis memanjat pohon untuk memasang speaker corong pada posisi yang paling tinggi. Dituturkan Mbah Met, pada saat kampanye kerasnya suara pidato merupakan salah satu cara propaganda untuk menarik massa dengan tujuan ikut bergabung di partai. Slamet Widodo juga mengingatkan kembali sejarah perjuangan Banser, harus ditempuh dengan kesadaran juga keikhlasan.
“Selain ikut aksi, saya selalu ditunjuk tukang pasang speaker kalau ada kegiatan, terutama pada acara kampanye, atau istilahnya kerja saya bagian di luar. Dulu di Banser perjuangannya benar benar berkorban dengan ikhlas dan penuh kesadaran untuk membela agama, ulama dan masyarakat juga negara. Ansor maupun Banser jangan hanya ditumpangi untuk kepentingan pribadi atau kelompok, itu yang sekarang harus benar benar diingat kembali,” ungkap Slamet Widodo yang masih mengingat simbol Banser awal didirikan berupa bedil dan cangkul saling berhadapan, sedangkan di tengah atas terdapat Al Qur’an.(Ans)