Blitar, Harian Forum.com- Selama 3 hari, Erna Hariyanti warga yang tinggal di bawah lereng Putuk Bejo, wilayah pangkuan kawasan hutan Pandanarum harus membuka pintu rumahnya hingga beberapa hari. Hal itu dilakukannya agar air yang menyembul keluar dari lantai didalam rumahnya kurang lebih 3 tahun yang ditempati, tidak menggenang di dalam.
Erna mengakui bahwa air yang keluar di rumahnya memang kerap terjadi pada saat musim penghujan. Dan kemungkinan adanya air yang keluar melalui lantai rumahnya dari resapan air lereng bukit dekat tempat tinggalnya, dampak curah hujan yang tinggi saat ini.Warga dusun Sentul, desa Pandanarum, kecamatan Sutojayan, kabupaten Blitar juga mengungkapkan bahwa air yang ada dirumahnya memang sudah terjadi sejak dulu.
“Kalau pada saat musim kemarau, air tidak ada.Rumah ini masih 3 tahun, pada saat membuat rumah air memang ada, tetapi hanya terlihat basah saja. Kemudian 2 tahun tidak terjadi apa apa. Baru hujan kali ini, air keluar benar benar besar sekali,” ungkap Erna Hariyati kepada HarianForum.com ditemui dikediaman dan masih nampak air yang mengalir cukup deras, Selasa (09/02).
Rumah yang ditempati Erna memang sangat dekat dengan bukit. Hujan yang mengguyur dikawasan tersebut beberapa hari menunjukkan intensitasnya yang cukup tinggi, menyebabkan volume air hujan juga besar jatuh ke tanah yang mampu untuk menyerap air.
Lereng bukit Putuk Bejo yang dekat tempat tinggal Erna Hariyati, kemungkinan memiliki karakteristik gerakan aliran air tanah vertikal ke bawah yang dipengaruhi oleh gravitasi atau aliran air tanah yang mengikuti kemiringan, serta kurang adanya akar akar pohon berada diatas bukit yang mampu menyerap serta menyimpan air dengan baik, menyebabkan air hujan masuk ke dalam tanah lebih dalam dengan bantuan gravitasi bumi melalui pori-pori tanah, celah batuan, atau rekahan pada batuan atau tanah. Pada penyerapan terakumulasi di titik jenuh air, sehingga tidak bisa lagi menembus ke bawah karena tidak ada pori-pori sebagai jalan masuk, dan memaksa keluar melalui tanah yang memiliki celah atau rekahan yang ada.
“Tidak hanya dirumah ini, dirumah kakak saya juga terjadi, makanya tembok yang dibawah harus dijebol supaya air bisa mengalir dan keluar. Air pada saat sangat memang besar sekali, ya pintu harus saya buka semua biar airnya keluar. Bahkan kemarin ketinggian air sampai segini,” ujar Erna sambil menunjukkan mata kata kakinya.
Sudarmianto, warga Pandanarum yang juga penggiat pelestari lingkungan, kepada HarianForum.com mengaku pertama kalinya mengetahui adanya kejadian air yang keluar di dalam rumah. Justru Sudarmi panggilan akrabnya bersama kawan kawannya komunitas pelestari lingkungan desa yang datang ke lokasi keluarnya air di dalam rumah, awalnya berfikir adannya sumber air baru yang dikaitkan dengan apa yang pernah diceriterakan oleh neneknya, bahwa gunung Bejo terdapat sumber yang terus menerus mengeluarkan air dengan tidak mengenal musim. Benar atau tidak, neneknya pernah menceriterakan di masa pendudukan Jepang sumber yang ada di deretan pegunungan karst Blitar selatan tersebut ditutup oleh penguasa Jepang pada saat itu dengan menggunakan ijuk.
“Sepengetahuan saya untuk penelitian sumber air di Pandanarum tidak pernah ada, sedangkan kebenaran yang diceriterakan nenek saya itu juga belum pasti mungkin benar juga bisa tidak benar, maka sebaiknya pemerintah mempunyai keinginan untul meneliti sumber sumber air. Disini juga ada rumah, yang terletak di dekat tikungan jalan dekat rumah. Pada saat itu saya masih STM (SMK.red), justru ada sumur Srumbung yang tenggelam. Dugaan saya kemungkinan di tempat saya itu ada sungai yang berada dibawah tanah karena pada waktu kerja bakti warga membuat sumur, dan batu bata sudah tertata yang rencananya untuk menutup Srumbung, tiba – tiba amblas di saat warga yang melakukan kerja bakti untuk sarapan. Akhirnya kerja bakti untuk menutup sumur dihentikan,” pungkasnya.(Ans)