Blitar, HarianForum.com- Kendang Jimbe meski bukan produk jenis alat musik baru, namun produk alat musik Djembe yang berasak dari Afrika ini, tetap diminati tidak hanya konsumen domestik, tetapi para importir dari lintas negara juga banyak yang mengincar alat musik berbentuk piala dengan bahan baku biasanya menggunakan jenis kayu.
Basuki salah satu warga desa Minggirsari, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, seorang pengusaha juga pengrajin kendang dengan ribuan produk hasil karyanya telah berhasil menembus pasar Cina dan Korea Selatan.Usaha kerajinan yang dirintisnya, semakin hari tampak eksis dan mengarah pada ladang bisnis cukup menguntungkan.
Namun dalam perjalanan mengembangkan drum jimbe atau kendang jimbe secara berkesinambungan, pria yang akrab dipanggil Mantri, menemui kendala memenuhi permintaan pasar dengan persoalan bahan baku. Dengan adanya permintaan drum jimbe hasil produksinya dengan jumlah besar, konsekuensinya, Basuki membutuhkan kayu juga dengan kapasitas besar juga.
“Drum jimbe produk kami selain konsumen domestik juga telah diekspor ke beberapa negara seperti Cina, Korea Selatan, dan saat ini rencananya akan mengirim produk drum jimbe ke beberapa negara di Eropa. Namun saat ini juga, kami terkendala dalam memperoleh bahan baku. Kami merasa kesulitan membeli bahan baku, karena kami diharapkan dari dinas kehutanan untuk memperoleh kayu harus menggunakan standarisasi verifikasi legalitas kayu. Dinas mempunyai alasan dengan asal kayu yang tidak jelas, dikhawatirkan bisa bermasalah pada ilegal loging, dan saya mengikuti aturan tersebut. Namun ternyata masih ada pihak pelaku usaha tanpa menggunakan standar verifikasi legalitas kayu, tetapi tetap bisa mengirim produknya keluar negeri,” jelas Basuki kepada Harian Forum.com. Kamis (4/11).
Lebih jauh, pihaknya mengatakan, Akhirnya saya berfikir bahwa pengrajin drum jimbe yang mengikuti standarisasi maupun yang tidak mengikuti, tidak ada bedanya, kami yang legal dengan beberapa perusahaan yang tidak menggunakan sertifikat tidak ada bedanya. Dan dampaknya pelaku usaha tanpa standar verifikasi kayu lebih diuntungkan, karena penjual bahan baku tidak mau ribet menjual kayunya. Beda dengan kami yang menggunakan standarisasi justru merasa kesulitan memperoleh bahan baku, karena harus menanyakan, salah satunya tentang riwayat kayu dari mana asalnya kepada penjual. Kesulitan memperoleh bahan baku pastinya mempengaruhi kapasitas
produksi kami juga berkurang.
“Kami mengikuti aturan pemerintah, namun kami menginginkan pemerintah harus hadir dalam permasalahan ini. Pemerintah seharusnya melakukan pembinaan atau penertiban, karena perihal tersebut merupakan domain pemerintah, bukan kami pelaku usaha yang menertibkan kepada pelaku usaha lainnya. Yang pasti aturan tersebut dari pemerintah, sekarang pemerintah harus hadir untuk mencari solusinya,” ungkapnya.
Ditanya perlunya sinergitas dalam satu wadah yang memungkinkan semua pengrajin pelaku usaha produksi kendang jimbe dalam pengembangan usaha, Basuki menuturkan. “Kalau drum jimbe atau kendang jimbe menjadi unggulan Blitar, perlunya ada standarisasi produk yang mempunyai segmen pasar lokal maupun untuk ekspor. Koperasi maupun BUMD, diharapkan bisa menaungi para pelaku usaha dan bisa menjadi solusi untuk menghidari persaingan antar pelaku usaha, dengan standarisasi harga yang disepakati, agar sesama pelaku usaha tidak saling menjatuhkan harga. Dan dengan adanya wadah para pelaku usaha, diharapkan pembeli dalam jumlah besar tidak datang sendiri ke pengrajin, tetapi melewati satu pintu baik koperasi maupun BUMD,” tuturnya.
Sementara, perhatian dan langkah yang serius dari pemerintah daerah kabupaten Blitar terhadap masyarakat yang bergerak di sektor ekonomi untuk membangkitkan daya ekonomi di kabupaten Blitar, tetap mendapat perhatian penuh.Kebijakan pemerintah daerah mendukung penuh para pelaku di sektor ekonomi, dikemukakan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Pemerintah kabupaten Blitar, Dra. Tuti Komariyati. MM.
Asisten ekonomi dan pembangunan setda pemerintah kabupaten Blitar mengungkapkan, bahwa pemerintah daerah sangat mendukung sepenuhnya terhadap kegiatan masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi, khususnya sektor riil yang mempunyai produk produk untuk dijual, dengan koperasi. Melalui koperasi, kepercayaan pasar terhadap produk produk dari masyarakat pelaku usaha di kabupaten Blitar cukup besar.
“Banyak produsen di kabupaten Blitar meminta untuk dibentuk koperasi. Permintaan para produsen tersebut karena melihat pasar yang memberi kepercayaan pada koperasi dengan kualitas produk yang terjaga, kuantitas besar, serta kontinunitas permintaan terhadap produk yang dibutuhkan konsumen terjamin,” ungkapnya.
Tuti Komariyati menambahkan, agar kepercayaan pasar bertambah, anggota koperasi harus terus meningkatkan kualitas baik produk yang dihasilkan maupun profesionalisme. Dalam peningkatan kualitas produk maupun profesionalitas, Tuti Komariyati mempunyai inisiatif nantinya menggandeng Dekopinda untuk dilakukan pembinaan sumber daya manusia.
“Untuk kedepannya nanti, pemerintah daerah akan memberikan pembinaan pada koperasi sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Mungkin dari sisi kemasan atau pemasaran. Dan nantinya produk produk tidak hanya berputar di pasaran di lokal saja, namun produk produk yang dihasilkan mengarah pada kualitas ekspor. Salah satunya produk kerajinan kendang jimbe yang ada di desa Minggirsari, merupakan hasil produk unggulan di kabupaten Blitar yang berhasil diekspor,” pungkasnya.(Ans)