Blitar, HarianForum.com- Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa atau DPP PKB akhirnya menurunkan rekom kepada Rini Syarifah atau dikenal dengan Mak Rini sebagai calon bupati Blitar. Rini Syarifah merupakan putri almarhum H. Musa Ismail, tokoh NU kota Blitar yang juga ikut langsung membidani lahirnya PKB di Blitar.
Mak Rini juga adik kandung mantan wakil walikota Blitar H. Purnawan Bukhori dan juga pernah menjabat ketua tanfidz DPC PKB kota Blitar. Penyampaian rekom dari DPP PKB, dilakukan bertepatan pada acara tausiyah dan baiat bakal calon kepala daerah yang diselenggarakan oleh DPW PKB Jawa Timur, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Namun turunnya rekom dari DPP PKB kepada pasangan Rini Syarifah sebagai calon bupati dan Rahmad Aji Santoso sebagai calon wakil bupati Blitar berbuntut protes baik di jejaring sosial media sampai aksi penyampaian ungkapan dengan mendatangi para tokoh dan pengurus NU.
Penunjukkan Rini Syarifah dan Rahmad Aji Santoso sebagai Cabup dan Cawabup Blitar dari DPP PKB oleh sebagian warga dan beberapa tokoh Nahdliyin kabupaten Blitar dianggap keputusan kontroversial.
Aksi protes dilakukan sebagai bentuk kekecewaan karena dalam penjaringan calon bupati, tim 9 yang terdiri dari pengurus syuriah PCNU, pengurus tandfidz PCNU, ketua Muslimat NU, ketua Ansor dan ketua Fatayat NU telah diputuskan mengusulkan nama Abdul Munib sebagai Cabup yang berpasangan dengan Niko Bagus Kurniawan sebagai Cawabup.
Sedangkan Abdul Azis sebagai Cabup berpasangan dengan Risyad Tabatala sebagai Cawabup. Namun DPP PKB tidak menurunkan rekom kepada kedua pasangan yang diusulkan dan disepakati oleh tim 9. Akan tetapi justru Rini Syarifah dan Rahmad Aji Santoso yang namanya tidak masuk usulan tim 9, malah mendapat rekom dari partai yang merupakan syarat untuk pendaftaran di KPU.
Melihat kemelut di internal partai yang berbasis warga nahdiyin, pada kondisi tidak kondusif menjelang pendaftaran, Drs. H. Arif Fuadi, MM salah satu warga nahdliyin saat dikonfirmasi Harian Forum.com angkat bicara untuk menyampaikan pendapatnya. Menurut H. Arif Fuady yang pernah menjabat ketua DPC PKB Kabupaten Blitar 2 periode, dirinya mengaku heran dengan permasalahan mulai dari awal berdirinya PKB.
Sejak berdirinya PKB memang sudah dilanda konflik internal partai yang tiada hentinya. Semasa periode saya mulai menjadi ketua, dan awal berdirinya PKB sampai masa jabatan saya habis, konflik itu tetap ada. Konfliknya itu antara dua lembaga pengelola partai, yaitu dewan syuro dengan dewan tanfidz.
“Kalau menurut job description sudah jelas, cuma dalam tataran pelaksanaannya kenapa sering berseberangan. Dan celakanya konflik internal DPP tersebut berimbas kebawah baik ke DPW maupun DPC. Pengurus yang paling bawah yang merasakan susah menghadapi imbas adanya konflik internal. Istilahnya seperti dipukuli dari kanan, kiri, atas dan bawah. Dengan kondisi seperti itu tentu kesulitan untuk membesarkan partai. Dan pastinya adanya konflik pasti tidak menguntungkan, jadi kalau suara terus menerus turun penyebabnya adanya konflik internal,” tuturnya, Selasa (01/09/2020).
Disinggung persoalan yang terjadi saat ini tentang adanya penunjukkan bakal calon bupati oleh DPP PKB namun tidak sesuai dengan usulan tim 9. Mantan wakil bupati Blitar periode 2004 – 2009, menyampaikan pengalamannya memperoleh rekom dari DPP pada saat itu.
“Waktu saya mencalonkan wakil bupati maupun bupati, untuk memperoleh rekom dari DPP, saya tidak menggunakan tim penjaringan. Yang penting harus mengetahui caranya, salah satunya dengan menggunakan argumentasi argumentasi yang disampaikan kepada ketua dewan syuro waktu itu gus Dur maupun ketua dewan tanfidz DPP cak Imin. Karena saya saat itu menjadi ketua DPC, saya membangun komunikasi sebaik baiknya dengan dewan syuro maupun dewan tanfidz DPP. Tidak membentuk tim penjaringan dari NU bukan berarti saya tidak menghargai pengurus NU, justru saya yang sowan kepada pengurus NU satu persatu. Karena saya merasa bahwa pengurus NU merupakan sesepuh, atau saya anggap orang yang harus dihormati. Makanya saya tidak melibatkan pengurus NU menjadi tim penjaringan calon, namun saya sowani dan tetap menempatkan sebagai orang yang harus saya hormati,” jelas H. Arif Fuadi.
Padatnya jadwal menyampaikan pelajaran tafsir beberapa kitab karya ulama besar dibeberapa pondok pesantren, H. Arif Fuadi sudah 10 tahun lebih, tidak mengetahui dan mengikuti lagi perkembangan politik, merasa ikut prihatin dengan adanya permasalahan internal di partai yang pernah dipimpinnya, dan berharap segera ada solusi tanpa menyisakan persoalan yang merugikan partai maupun konstituennya.
“Rekom sudah turun dan waktu pendaftaran semakin dekat, terus bagaimana lagi. Kalau pendapat saya, DPP pasti sudah berhitung tidak dengan satu sudut, tapi dari berbagai sudut dengan berbagai pertimbangan. Selain menghitung tingkat kepercayaan dukungan dari masyarakat, seberapa jauh persiapan lainnya seperti pembiayaan dari awal sampai selesai, juga menjadi perhitungan yang sangat penting. DPP tentunya mempunyai banyak pengalaman untuk urusan pilkada di seluruh Indonesia, pastinya juga paham siapa yang tepat untuk maju dalam pilkada di Blitar apalagi menghadapi incumben. Dan sebaiknya kepada calon yang telah mendapat rekom, monggo segera sowan untuk silaturahmi dan juga meminta restu dukungan ke para para kyai, ibu nyai, pengurus NU, Muslimat dan teman teman di NU. Tidak ada gunanya konflik, sekarang memulai bersama lagi maju untuk membesarkan PKB dan NU serta warga nahdhiyin,” pungkas H. Arif Fuadi di kediamannya, Desa Kuningan, Kecamatan Kanigoro didampingi Mujianto, S.Sos, MM.(Ans)