Politik dan Pemerintahan

Tidak Mendapat Jawaban, Pemdes Sidorejo Wadul Ke DPRD Kabupaten Blitar

666
×

Tidak Mendapat Jawaban, Pemdes Sidorejo Wadul Ke DPRD Kabupaten Blitar

Sebarkan artikel ini
Danang DS saat di Gedung DPRD Kabupaten Blitar.

Blitar, HarianForum.com- Merasa belum mendapat tanggapan dari PT Perkebunan Tjengkeh secara resmi atas surat yang disampaikan tertanggal 2 September 2022, dengan tembusan surat pada beberapa institusi pemerintahan dari kecamatan hingga pemerintahan pusat, Danang Dwi Suratno Kepala Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Senin (10/9) berinisiatif mengadukan permasalahan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blitar.

Tidak berbeda dengan surat sebelumnya, Danang mengaku bahwa surat yang dikirimkan ke DPRD kabupaten Blitar tetap meminta kejelasan kepada perusahaan perkebunan tentang pelaksanaan corporate social responsibility atau CSR yang telah diatur dalam regulasi melalui pasal 74 Undang undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maupun amanat undang – undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan pada pasal 58, bahwa perusahaan perkebunan yang memiliki ijin usaha perkebunan atau izin usaha perkebunan untuk budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.

“Kami datang di sini bersama bapak BPD, Bapak pamong untuk memberikan surat, dimana dalam surat ini untuk menindaklanjuti surat yang sudah kami buat dan kami kirimkan pada tanggal 2 September 2022 kemarin tentang permintaan kejelasan kepada pihak perkebunan, dengan tembusan instasi – instasi terkait, karena sampai detik ini, belum ada tindak lanjut sama sekali. Maka dari itu kami disini mengirim surat kepada DPRD, dengan maksud kita bisa dipertemukan atau audiensi dengan pihak perkebunan agar apa yang menjadi suara kami bisa tersampaikan,” jelas Danang.

Diakui bahwa pengaduan kepada DPRD bukan sebuah solusi untuk memperoleh keputusan dengan permintaan yang dilakukan pemerintah desa Sidorejo atas aspirasi warganya. Menurutnya yang memiliki kebijakan atau bisa mengambil keputusan terhadap penyelesaian tetap ada ditangan pemerintah.

Keinginan Danang dengan mengadukan ke lembaga legislatif, dirinya berpandangan bahwa dengan langkah yang dilakukan bersama warganya selain bisa memberikan gambaran persoalan atau permasalahan yang jelas, sekaligus dapat menyampaikan pemikiran, pendapat dan masukan serta akan melihat maupun menilai siapa saja yang benar – benar bisa memahami dengan keinginan masyarakat.

Danang juga sangat berharap dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah desa, sebijak mungkin dirinya berserta warga lainnya bisa mendapatkan pelajaran dari sebuah perjalanan menyelesaikan masalah dengan tetap menempatkan hukum pada posisi tertinggi.

Gedung DPRD Kabupaten Blitar.

Tidak hanya pemerintah desa namun juga warganya, Danang Dwi Suratno sangat berkeinginan hukum maupun aturan aturan dijalankan sesuai tempatnya, sehingga nantinya hukum yang sudah ditetapkan negara dapat melindungi seluruh warga dari intervensi oleh dan dari pihak manapun, termasuk komponen sistem kekuasaan, namun dengan tetap mengedepankan musyawarah agar tercipta solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. “Kalau solusi, tentunya jadi harapan kita semua bersama masyarakat, tetapi lihat saja nanti hasil audiensi seperti apa,” tandasnya.

Pembangunan kebun, bukan berarti perusahaan menyerahkan sebagian perkebunannya kepada warga, namun membangun perkebunan untuk warga bisa dilakukan di lahan milik warga, sedangkan perusahaan memfasilitasi.

Dasar membangun perkebunan untuk rakyat bagi perusahaan perkebunan yang memiliki ijin atas hak guna usaha perkebunan diterangkan jelas pada undang – undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan pada pasal 58 ayat 1, bahwa perusahaan perkebunan yang memiliki ijin usaha perkebunan atau izin usaha perkebunan untuk budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.

Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan sudah jelas, dan kewajiban dari aturan semestinya ditunaikan, karena apabila benar perusahaan melakukan pelanggaran dari ketentuan pasal 58, sanksi administratif bisa dikenakan mulai dengan denda, pemberhentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan atau bahkan pencabutan izin usaha perkebunan.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *