Blitar, Harian Forum.com – Kekeringan meteorologis disebabkan oleh tingkat curah hujan suatu wilayah yang berada di bawah normal. Dampak terjadinya kekeringan memicu permasalahan terganggunya pasokan air untuk kebutuhan, ditandai dengan keringnya sumber-sumber air seperti sungai, waduk, sumur, serta aliran air lainnya yang sudah tidak ada air di dalamnya.
Sesuai dengan perkiraan dari lembaga yang memiliki tugas mengamati, mengolah, menganalisis, dan menyebarluaskan informasi cuaca, iklim, serta geofisika, kekeringan pada tahun ini terjadi dengan kurun waktu yang lebih panjang dibandingkan masa kemarau tahun-tahun sebelumnya, dimulai pada bulan Mei hingga awal Oktober 2024. Sudarmianto, warga Dusun Klampok RT 3/RW 2, Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, mengungkapkan bahwa kemarau kali ini tidak seperti musim kemarau sebelumnya. Dia menunjukkan bahwa sumur miliknya, yang sepanjang tahun biasanya melimpah airnya, saat ini volumenya mengalami penurunan.
Sumur yang berada di sekitar kediamannya memiliki kedalaman 7 meter. Sebelum mengalami penurunan volume air, sumur tersebut digunakan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk menyirami tanaman. Bahkan, tidak jarang warga sekitar ikut menggunakan sumurnya pada saat musim kemarau.
“Sumur di sini kedalamannya kurang lebih 7 atau 8 meter, airnya terus melimpah dan tidak pernah mengalami penyusutan. Akan tetapi, baru kali ini mengalami penurunan. Biasanya, di musim kemarau, banyak warga sekitar mengambil air dari sumur ini karena sumur mereka kekeringan. Namun sekarang, air di sumur ini juga ikut menyusut, bahkan nyaris kering. Kalau untuk minum dan mandi masih bisa, tetapi tidak mungkin digunakan untuk menyirami tanaman,” ujarnya pada 27 September.
Air bersih merupakan sumber daya alam yang selalu dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Air memiliki proses berkelanjutan bagi generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhan fisik manusia, pertanian, serta keanekaragaman hayati. Namun, tidak sedikit yang menganggap bahwa air bersih tidak akan mengalami krisis.
Tidak hanya pemanasan global yang menjadi pemicu tingginya penguapan yang mengakibatkan defisit air bersih, tetapi dampak perubahan iklim serta pertambahan penduduk yang dibarengi dengan pengalihan fungsi lahan tanpa keseimbangan lingkungan juga menjadi faktor pencemaran air. Belum lagi, krisis air bersih diperburuk oleh perilaku boros dalam penggunaan air, serta eksploitasi air tanah secara berlebihan. Hal tersebut, selain merusak lingkungan, juga mengakibatkan ketersediaan air tanah semakin menipis.
Sudarmianto, yang aktif sebagai penggiat lingkungan Hutan Pandanarum Tandur (Pandur), menandaskan bahwa kekeringan saat ini telah menyebabkan krisis air yang sebelumnya tidak pernah terjadi di tempat tinggalnya. Alih fungsi lahan hutan yang tidak diimbangi dengan terjaganya lingkungan dituding sebagai penyebab meluasnya krisis sumber air. Menurutnya, saat ini sangat diperlukan reboisasi sebagai tindakan dukungan terhadap keseimbangan alam. Dengan dilakukan reboisasi, tempat untuk menyimpan air tanah akan tersedia dan mendukung proses penguapan lewat tumbuhan (transpirasi).
“Kemarau tahun ini memang berbeda dengan tahun sebelumnya. Biasanya sumur tidak pernah surut. Ya, sekarang kita harus hemat menggunakan air,” pungkas Sudarmianto. (Ans)