Blitar, HarianForum.com – Bukan pertama kalinya, sebagian anggota Forum Silaturrahmi Ansor atau Fosal Blitar Raya melakukan napak tilas sejarah atau mengingat kembali sejarah lahirnya barisan Ansor serbaguna atau Banser dengan melakukan ziarah kubur ke makam Mohammad Zainuddin Kayubi, penggagas dan pendiri Barisan Ansor Serbaguna atau Banser.
Rombongan forum alumni salah satu badan otonomi Nahdlatul Ulama ini juga melakukan ziarah ke makam Batoro Katong, seorang utusan kerajaan Demak selain dikenal penyebar Islam, pendiri kabupaten Ponorogo dan adipati pertamanya. Dengan mengunakan tiga kendaraan pribadi, berangkat dari Blitar setelah sholat dzuhur, para alumni Ansor dan Banser Blitar Raya tidak lupa berziarah di makam Kiai Ageng Muhammad Besari
pendiri pesantren Tegalasri, dimana Raden Ngabehi Ronggowarsito merupakan santrinya.
Salah satu peziarah Fosal Blitar Raya Mustainudin Kurdi, Spd. Mpd, kepada Harian Forum.com (19/6), kunjungan atau berziarah ke tiga makam para leluhur yang berada di kabupaten Ponorogo, tidak lain hanya bertujuan sebagai penyemangat perjuangan forum silaturahmi Ansor lawas atau Fosal Blitar Raya. Diungkapkan seusai berziarah di makam Kiai Ageng Muhammad Besari atau dikenal Ki Hasan Besari, Mustain menyampaikan untuk tidak disalah tafsirkan dengan pemikiran atau pandangan negatif tentang ziarah kubur kepada tokoh atau leluhur. Baginya, melakukan ziarah kubur, yang menjadi prioritas adalah mengingat kematian dan kehidupan akhirat, selain itu mendoakan orang yang ada di dalam kubur. Menurutnya berziarah ke makam orang-orang yang dikenal baik pada masa hidupnya dan dipandang memiliki kedekatan dengan Allah, karena berjasa dalam syiar atau berdakwah menyebarkan agama Islam di masyarakat, bisa memperoleh keberkahan. Tetapi apapun itu dirinya mengingatkan semua atas kehendak Allah semata. “Perlunya dipahamkan kepada masyarakat khususnya sahabat sahabat anggota Ansor di Blitar khususnya, Fosal merupakan wadah atau tempat pertemuan dari kami kami yang dulu pernah aktif mulai tahun 1970 sampai 2010, yang memiliki persamaan minat maupun tujuan untuk bertukar pikiran, pembahasan suatu topik atau masalah secara bebas yang berkaitan dengan dinamika secara personal, maupun mencermati isu-isu yang berkembang sehingga sahabat sahabat, dan pastinya tidak ketinggalan informasi khususnya perkembangan NU di Blitar, serta bangsa maupun negara” ungkapnya.
Sampai saat ini para pengunjung makam belum mengetahui sejarah tentang perjuangan Betoro Katong, nama sebuah gelar yang diberikan oleh Wali, dengan tujuan agar Raden Jaka Piturun, putra raja Majapahit Prabu Brawijaya V, dan memiliki saudara kandung Arya Jaran Panolih, Raden Jaka Dilah Arya Damar, serta Raden Jaka Purba alias Raden Patah, bisa lebih dekat dengan rakyat. Raden Jaka Piturun datang di daerah pulau Jawa bagian selatan tersebut bukan keinginan sendiri, namun atas perintah Wali untuk mendirikan sebuah kadipaten baru di daerah Wengker atau nama sebelum Ponorogo.
Mustain menuturkan, menurut sumber perjalanan sejarah, menghadapi watak orang Wengker pada waktu itu memiliki karakter yang sangat keras, Betoro Katong memegang pesan dari para Wali, untuk bisa bersabar dan mendekati hati masyarakat dengan simpati dan humanis, salah satunya pendekatan melalui kesenian. Dirinya menambahkan penuturannya, bahwasanya Betoro Katong dalam menjalankan pemerintah selain menggunakan aspek jasmaniah dengan memajukan usaha perdagangan, pertanian dan peternakan, juga menerapkan landasan ruhaniah yaitu dengan mendatangkan para santri dari Demak untuk mengajarkan agama Islam. “Pada dasarnya tujuan Fosal di Blitar, dibentuk oleh orang-orang yang memiliki pemikiran, visi dan tujuan yang sama, sebagai sarana berdiskusi, tanya-jawab, dan memecahkan masalah serta lainnya” tutur Mustainudin Kurdi, Spd. Mpd mengakhiri wawancara.(Ans).