Seni Budaya

Sejarah Kraton Jenggala

1067
×

Sejarah Kraton Jenggala

Sebarkan artikel ini

 

A. Leluhur Kraton Jenggala.

Kerajaan Jenggala telah berhasil menata peradaban Jawa. Dalam kurun waktu yang panjang, Kraton Jenggala mewariskan seni edi peni, budaya adi luhung.

Prabu Gendrayana memerintah kerajaan Kediri sejak tahun 325. Beliau adalah leluhur raja Jenggala. Nak tumanak run tumurun Prabu Gendrayana menjadi leluhur kerajaan yang sadar arti penting makna trah kusuma rembesing madu.

Kerajaan Kediri tampil sebagai negara jaya sejahtera, aman damai, ayem tentrem. Jadilah kerajaan yang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.

Etike kepemimpinan yang dipegang teguh oleh Prabu Gendrayana berdasarkan paugeran. Prabu Gendrayana adalah narendra gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana. Rakyat Kediri yang tinggal di sekitar Gunung Kelud, Gunung Wilis, Gunung Klothok merasa ayem tentrem lahir batin.

Keluhuran kerajaan Kediri terkenal di mana-mana. Pada tahun 357 Prabu Gendrayana lengser keprabon madeg pandhita. Tahta diserahkan kepada ingkang putra Prabu Yudhayana. Seperti sang ayah, Prabu Yudhayana memimpin kerajaan Kediri dengan penuh kebijaksanaan.

Jumenengan Prabu Yudhayana di kerajaan Kediri dihadiri oleh abdi dalem. Mereka berasal dari Ngawi, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Blitar, Jombang, Tulungagung, Mojokerto. Hadir pula segenap bupati pesisir, Bang Wetan dan Bang Kulon.

Dr. Purwadi (tengah).

Semakin hari kerajaan Kediri bertambah arum kuncara ngejayeng jagat raya. Negeri manca sampai kayungyun pepoyaning kautaman. Bebasan kang cerak menglung, kang tebih mentiung. Sami pasok glondhong pengareng-areng, peni-peni raja peni, guru bakal guru dadi, emas picis raja brana.

Puncak kejayaan itu membuat bahagia semua pihak. Pada tahun 386 tahta kerajaan Kediri diserahkan kepada putra Yudhayaa. Dia bernama Prabu Jaya Purusa. Sejak muda prabu Jaya Purusa gemar tapa brata ditengah alas gung liwang liwung. Prabu Jaya Purusa sering tapa ngebleng, tapa mutih, tapa ngidang, tapa ngalong, tapa nggantung, tapa pendhem, tapa ngrame.

Prabu Jaya Purusa menjadi raja yang sakti mandraguna. Perlindungan pada seluruh rakyat diwujudkan dengan laku prihatin, cegah dhahar lawan guling. Pada tingkat tertentu Prabu Jaya Purusa boleh dikatakan sebagai jalma sulaksana. Waskitha ngerti sakdurunge winarah.

Kediri benar-benar negeri aman damai. Padi, jagung, ketela pohung panen berlimpah ruah. Bahan makanan disimpan di lumbung kerajaan. Kedelai, kacang merupakan tanaman palawija. Sayur kubis, kentang, bayam, kangkung, terong, buncis, godhe, loncang tumbuh di sembarang tempat. Bahan makanan disimpan untuk menghadapi masa paceklik.

Hama menyingkir jauh, penyakit tak berani menyerang, pageblug hilang sendiri. Itu akibat kesaktian Prabu Jaya Purusa yang bijak bestari. Kawula dan punggawa manunggal cipta rasa karsa. Semua mendukung kepemimpinan Prabu Jaya Purusa. Keamanan dan ketentramant terwujud.

Kesaktian Prabu Jaya Purusa dipuji warga. Para abdi nujum dan pujangga istana memberi gelar kehormatan kepada Prabu Jaya Purusa. Dengan sebutan gelar Sinuwun Prabu Jayabaya. Bahkan gelar Jayabaya jauh lebih tenar.

Lara lapa tapa brata sarana pembinaan untuk mengasah ketajaman spiritual. Prabu Jayabaya mendidik tiga putra kinasih. Ketiganya yaitu Raden Jaya Amijaya, Raden Jaya Amisena, Raden Jaya Aminata. Putra raja Kediri ini menjalankan ilmu laku, gentur tapane, mateng semadine.

Raden Jaya Amijaya menikah dengan Dewi Pramesthi. Dinobatkan sebagai raja di Kraton Jenggala. Raden Jaya Amisena menikah dengan Dewi Pramoni. Dinobatkan sebagai raja di Kraton Daha. Raden Jaya Aminata menikah dengan Dewi Susenti. Dinobatkan menjadi raja di Kraton Pengging, bergelar Prabu Kusuma Wicitra tahun 423.

Pernikahan para bangsawan ini dilakukan oleh Begawan Mayangkara. Hal ini sesuai dengan pesan Prabu Rama Wijaya kepada Anoman. Yakni kisah perkawinan wareng Arjuna pada jaman Kraton Kediri.

Kerajaan Kediri semakin maju. Muncul pula kerajaan Pengging, Daha dan Jenggala. Masyarakat semakin beradab. Karya sastra berkembang cemerlang.

B. Perkembangan Kraton Jenggala.

Prabu Jaya Amijaya memerintah Kraton Jenggala tahun 423. Garwa prameswari bernama Dewi Pramesthi yang berasal dari negeri Widarba. Sebagai putra Prabu Jayabaya Raja Kediri, dirinya merasa wajib meneruskan cita-cita orang tua. Inilah prinsip mikul dhuwur mendhem jero.

Kerajaan Jenggala yang beribu kota di tepi Kali Mas Sidoarjo tampil sebagai negeri maritim. Pelayaran, perdagangan, pelabuhan berjalan lancar. Armada laut berdiri kokoh. Pelayaran armada laut Jenggala sampai Asia Selatan, Asia Barat dan Afrika.

Hasil pertanian, perkebunan, peternakan, diparahkan sampai antar benua. Rakyat hidup makmur sejahtera. Mereka cukup sandang pangan papan. Pendidikan berlangsung di seluruh negeri. Tua muda sibuk bekerja. Negara Jenggala memberi prioritas yang memadai buat sekalian warga. Sukses gemilang ini, maka kerajaan Jenggala juga mendapat sebutan negeri Jenggala Manik.

Atas prakarsa Prabu Jaya Amijaya sendiri, pada tahun 463 putranya yang bernama Raden Subrata diwisuda menjadi raja Jenggala Manik. Bergelar Prabu Jaya Angrana atau Prabu Jayengrana. Sedangkan Prabu Jaya Amijaya memilih sebagai pertapa di Lodaya Blitar. Lengser keprabon madeg pandita adalah sikap yang terhormat, agung dan berwibawa.

Wibawa Prabu Jaya Angrana atau Jayengrana dibangun karena prestasi, dedikasi dan kompetisi. Prestasi dalam bidang pemerintahan sangat cemerlang. Dedikasi dipersembahkan buat nusa bangsa. Tenaga pikiran waktu dicurahkan buat kesejahteraan masyarakat. Kompetisi dalam arti positif berkenaan dengan usaha untuk memperoleh keunggulan. Studi banding dilakukan sebagai sarana untuk memacu diri.

Tahun 492 Prabu Jaya Angrana atau Prabu Jayengrana mengundurkan diri secara sukarela. Tiba saatnya beliau untuki mahas ing ngasepi. Berdiam di pertapan untuk mengheningkan cipta. Sambil berolah diri, Begawan Jayengrana Puji Astuti mengembangkan ilmu kebatinan. Cocok dengan wasiat Prabu Jayabaya. Begawan Jayengrana Puji Astuti juga waskitha ngerti sakdurunge winarah.

Anaknya secara otomatis menggantikan kedudukan Prabu Jayengrana. Sejak kecil Raden Subrata diberi ajaran tentang tata praja, diplomasi, pertanian, perkebunan, peternakan, usaha, kemasyarakatan. Ketika sudah dewasa Raden Subrata siap melanjutkan perjuangan Prabu Jayengrana. Raden Subrata dilantik sebagai raja Jenggala, dengan gelar Prabu Amiluhur.

Penobatan Prabu Amiluhur pada tanggal 25 Mei 492. Turut hadir utusan dari Kraton Daha dan Kraton Pengging. Saat jumenengan ini ditetapkan pula posisi Kanjeng Ratu Tejaswara sebagai garwa prameswari. Pasangan Prabu Amiluhur dengan Kanjeng Ratu Tejaswara menjadi idola rakyat Jenggala Manik. Sikap mereka berdua menjadi teladan bagi warga negara.

Urutan raja Jenggala yang pernah memerintah dengan penuh kasih sayang.

1. Prabu Jaya Amijaya 423 – 463

2. Prabu Jayengrana 463 – 492

3. Prabu Amiluhur 492 – 537

4. Prabu Inu Kertapati 537 – 568

5. Prabu Suryawisesa 568 – 589

6. Prabu Panji Asmara Bangun 589 – 614

7. Prabu Priyambada 614 – 635

8. Prabu Kuda Wisrengga 635 – 672

9. Prabu Wanengpati 672 – 697

10. Prabu Kalana Jayengsari 697 – 725

11. Prabu Dhawuk Marma 725 – 753

12. Prabu Maesa Tandreman 753 – 784

13. Prabu Suryo Hamiluhur 784 – 809

14. Prabu Banjaransari 809 – 840

15. Prabu Lembu Pangarsa 840 – 873

16. Prabu Gondo Kusumo 873 – 897

17. Prabu Jaka Saputra 897 – 926

18. Prabu Candra Kusuma 926 – 935

19. Prabu Darma Kusuma 935 – 948

20. Prabu Darmajaya 948 – 988

21. Prabu Darmawangsa 988 – 1010

22. Prabu Airlangga 1010 – 1042

23. Prabu Samara Wijaya 1042 – 1071

24. Prabu Samara Dahana 1071 – 1098

25. Prabu Samara Wangsa 1098 – 1121

26. Prabu Samara Kusuma 1121 – 1140

27. Prabu Kameswara Jaya 1140 – 1168

28. Prabu Kameswara Citra 1168 – 1187

29. Prabu Kameswara Sigit 1187 – 1199

30. Prabu Kameswara Jajar 1199 – 1220.

31. Prabu Kameswara Dhandhang 1220 – 1236.

32. Prabu Kameswara Susuruh 1236 – 1264
33. Prabu Kameswara Kusuma 1264 – 1293. Semangat Kerajaan Jenggala terus berlanjut.

C. Dari Jenggala ke Majapahit.

Kerajaan Jenggala memang hebat. Putra Prabu Kameswara Kusuma bernama Raden Wijaya. Sejak tahun 1293 mendirikan kerajaan Majapahit. Dari Jenggala berubah menjadi Majapahit. Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit tahun 1293 – 1309. Penerus kerajaan Jenggala ini bergelar Prabu Kertarajasa atau Sinuwun Prabu Brawijaya I.

Berturut-turut narendra agung kerajaan Majapahit yang berbudi luhur. Mereka adalah pemimpin besar, yang berhasil mengangkat harkat martabat rakyat.

1. Raden Wijaya atau Brawijaya I 1293 – 1309.

2. Jayanegara atau Brawijaya II 1309 – 1328.

3. Tri Buana Tungga Dewi 1328 – 1350.

4. Hayamwuruk atau Brawijaya III 1350 – 1389.

5. Kusuma Wardhani Wikrama Wardana 1389 – 1400.

6. Dewi Suhita 1400 – 1427.

7. Kertawijaya atau Brawijaya IV 1427 – 1438 .

8. Ratu Kencono Wungu 1438 – 1457.

9. Kertabumi atau Brawijaya V 1457 – 1478.

Sinuwun Prabu Brawijaya V raja yang sakti mandraguna. Putranya adalah para penguasa kerajaan di Jawa selanjutnya. Permaisuri berjumlah 3 orang yakni Ratu Cempa, Ratu Dworowati dan Ratu Wandan Kuning.

Ratu Cempa melahirkan Raden Patah yang menjadi raja Demak Bintara. Ratu Dworowati nanti menurunkan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya raja Pajang. Ratu Wandan Kuning kelak memunculkan Panembahan Senapati raja Mataram. Ketiga garwa prameswari Prabu Brawijaya V memang trahing kusuma rembesing madu.

Kraton Jenggala menurunkan raja-raja Jawa. Dari Majapahit ke Demak, Pajang, Mataram, Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran dan Paku Alaman. Dinasti kerajaan membawa visi misi peradaban. Kraton Jenggala Manik mengalirkan nilai keutamaan, keteladanan, keluhuran, kebajikan, kepahlawanan, keagungan, kebangsaan.

Dalam sejarahnya Karaton Jenggala memberi inspirasi bagi para raja Jawa. Agar selalu berpegang teguh pada ajaran leluhur. Yakni ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.

 

(Dr. Purwadi, M.Hum. ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *