NGANJUK, HarianForum.com – Sekitar total 20 anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengadakan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Nganjuk pada Rabu (22/05/2024). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dinilai dapat mengurangi kebebasan pers di Indonesia.
Para jurnalis tersebut mengangkat poster-poster yang berisi berbagai pesan penolakan terhadap RUU Penyiaran. Salah satu poster berbunyi, “Kalau RUU Penyiaran disahkan, kami akan bekerja dengan cara kami sendiri.”
PWI dan IJTI menekankan bahwa RUU Penyiaran ini akan menghambat pekerjaan mereka sebagai jurnalis dan mengurangi ruang untuk kebebasan berpendapat yang merupakan pilar penting dalam demokrasi.
Kemudian, perwakilan dari PWI dan IJTI berkumpul di ruangan untuk menyampaikan aspirasi mereka, yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Jianto. Perwakilan dari PWI dan IJTI menuntut agar RUU Penyiaran tidak disahkan oleh DPR RI guna memastikan kebebasan pers tetap terjaga.
Berikut 5 Pasal yang Dirasa Mengurangi Kebebasan Pers:
1. Pasal 8A ayat 1 huruf i
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.
Penjelasan: Pasal ini dianggap tumpang tindih dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
2. Pasal 42 ayat 2
Penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penjelasan: Pasal ini dirasa mereduksi kewenangan Dewan Pers dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik.
3. Pasal 50B ayat 2 huruf c
KPI melalui SS memiliki kewenangan untuk melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Penjelasan: Pasal ini membatasi ruang gerak jurnalis dalam melakukan investigasi.
4. Pasal 50B ayat 2 huruf k
Tertulis ada larangan terkait penayangan di siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, radikalisme, dan terorisme.
Penjelasan: Pasal ini berpotensi menyebabkan diskriminasi terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
5. Pasal 51E
Pasal ini mengatur bahwa “sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Penjelasan: Peraturan ini berpotensi menimbulkan dualisme antara Dewan Pers dan KPI karena keduanya dapat memutuskan aduan terkait sengketa jurnalistik.
Saat diwawancarai di lokasi, Jianto, Wakil Ketua DPRD Nganjuk, mengatakan, “Yang menjadi tuntutan PWI dan IJTI kita kirimkan ke DPR RI untuk menjadi pembahasan di dalam pembahasan RUU Penyiaran,” Ujarnya.
Lebih lanjut, Jianto mengatakan, “Menurut saya apapun yang sifatnya itu membungkam hak kebebasan berpendapat itu Saya juga tidak sepakat, makanya momentum ini kita gunakan sebaik-baiknya supaya menjadi pembahasan RUU penyiaran DPR RI,” Jelasnya.
Sementara itu saat diwawancarai di Lokasi, Bagus, ketua PWI Nganjuk, mengatakan, “Jika otomatis itu diperlakukan, kita seluruh dari elemen masyarakat dan elemen wartawan yang ada di Indonesia menolak dengan adanya RUU Penyiaran. Jika disahkan kita akan melakukan aksi lebih besar akan kita jalankan sampai dengan ke Senayan,” Jelasnya.
Selanjutnya, Agus, selaku Ketua IJTI Korda Majapahit, mengatakan, “RUU penyiaran ini menghilangkan hak kita sebagai jurnalis yang notabene memberikan fakta yang bagus yang nantinya akan hilang. Oleh karena itu, kita menolak RUU penyiaran ini. Berdasarkan instruksi dari pusat, kita di seluruh Indonesia bersuara sama, menolak RUU penyiaran,” ungkapnya.
(Sov)