Serba-serbi

Ponpes Langkapan Blitar, Terus Membangun Perlawanan

806
×

Ponpes Langkapan Blitar, Terus Membangun Perlawanan

Sebarkan artikel ini
KH Muhammad Kobar bersama Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya.

Blitar, HarianForum.com- Para pengasuh pondok pesantren Langkapan, KH Muhammad Ismail, KH Abdul Fatah, KH Abdul Manan, KH Dipo Jamahsari, KH Sayuti, KH Kurdi, KH Gembong Mujayin dan kyai pengasuh yang lain menyerukan kepada santrinya untuk melakukan perlawanan adanya aksi persekusi yang dialami oleh warga masyarakat termasuk ulama dan santri.

Tidak hanya itu para pengasuh pondok pesantren yang didirikan oleh sekitar tahun 1830 ini, juga sudah kehilangan kesabaran mendengar aksi arogansi baik perampasan, penjarahan dan pengalihan hak secara sepihak.

Kumandang takbir berulang kali dari santri pondok pesantren Langkapan membuat merinding, terutama saat santri remaja dan pemuda mulai bergerak menuju kota Blitar untuk berkumpul dengan para santri dari pesantren lainnya. Meskipun tidak ikut aksi pada saat itu secara langsung, namun KH Nurkholis masih mampu mengingat dengan apa yang dilihat, karena pada saat itu KH Nurkholis usianya menginjak 9 tahun.

“Yang saya ingat kyai kyai di pondok Langkapan, memerintahkan semua para santrinya berangkat ke Blitar untuk melawan gerakan Partai Komunis Indonesia atau PKI di Blitar. Perlawanan pondok pesantren merupakan reaksi atas apa yang dilakukan oleh PKI yang melanggar hak. Pada waktu itu gedung yang berada di timur pendopo kabupaten digunakan sebagai asrama. Dan ada yang sampai sekarang kalau mengingat membuat saya miris, pada saat itu para santri yang muda muda semua berangkat, tidak ada satupun tertinggal. Seandainya waktu itu PKI mengetahui situasi pondok dan menyerang, mungkin ceritanya sudah lain,” cerita KH Nurkholis kepada HarianForum.com.

Dari cerita KH Muhammad Ismail, orang tuanya yang merupakan salah satu pengasuh pondok pesantren Langkapan, berkisah tentang pertarungan secara fisik para santri pondok pesantren Langkapan dengan PKI di sekitar desa Jati Lengger. Cerita yang sampai saat ini diingat, pada saat konflik secara fisik antara santri dari Langkapan dengan jumlah yang jauh lebih sedikit dibanding PKI. Namun para santri santri tidak ada niat surut untuk mundur sedikitpun, dengan pekikan takbir terus tetap maju melakukan perlawanan.

“Pada waktu berhadapan PKI dengan santri di desa Jatilengger, jumlah santri kalah jauh. Bahkan bisa dikatakan santri kondisi sudah terkepung. Tetapi para santri tetap maju dan saling mengumandangkan takbir. Dan PKI akhirnya mundur, itu salah satu dari banyak cerita dari bapak. Ada alumni pondok diatas matanya bekas sabetan senjata tajam dan masih hidup, mungkin bisa menceritakan lebih panjang lagi kejadian kejadian waktu itu,” tutur pengasuh pondok pesantren Langkapan, desa Maron, kecamatan Srengat, kabupaten Blitar, yang rutinitasnya mengajar kitab Bidayatul Hidayah.

Pondok pesantren yang dulunya selain menjadi hunian para santri yang menimba ilmu agama, namun juga menjadi markas perlawanan terhadap penjajah Belanda, Jepang maupun PKI, sampai sekarang tidak berubah sampai saat ini. Pesantren yang didirikan oleh KH Thoyib, tetap menjadi pusat konsentrasi perlawanan.

Namun dalam perlawanan saat ini bukan lagi untuk perang melawan penjajahan seperti dulu, tetapi para pengasuh pondok pesantren Langkapan berkomitmen dengan tujuan prioritas, meneruskan perjuangan niat dan cita cita pendiri maupun penerus pesantren, untuk tetap dan terus berperang melawan kebodohan.

Pondok pesantren Langkapan seiring dengan perjalanan waktu, terus berkembang. Tidak saja penyampaian ajaran ilmu dari Al Qur’an, Al Hadist maupun kitab kitab karya ulama besar. Tetapi pondok pesantren juga telah mengelola beberapa lembaga pendidikan umum, mulai dari PAUD, TK, SD, MTs, dan Madrasah Aliyah.

Kepada Harian Forum.com, KH Muhammad Kobar yang juga pengasuh menyampaikan, bahwa saat ini pondok pesantren tetap meneruskan tujuan pesantren, dengan membimbing untuk menjadi pejuang dengan mencetak calon – calon ulama yang tetap istiqomah terhadap ajaran Islam, komitmen menjaga dan selalu memberi kontribusi positif untuk bangsa maupun negara.

“Selain mengelola lembaga pendidikan umum mulai paud sampai aliyah, pondok juga membuka kelas untuk calon hafidz baik putra maupun putri. Dan pondok tetap rutin mengajarkan kitab kitab seperti Minhajul Abidin yang diajarkan oleh KH Abdullah Mukti, Irsyadul Ibad diajarkan KH Shihabudin, KH Nazilul Farkhan mengajarkan kitab Nashoihul Ibad, kitab Fathul Muin diajarkan oleh KH Nur Huda,” ungkap ketua yayasan Al Hikmah, dalam rutinitasnya mengajar pada setiap malam sabtu, membedah isi kitab Tanbihul Ghofilin.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *