Pasuruan, HarianForum.com- Kepada HarianForum.com dalam penelitian, Lintar Brillian mengemukakan sesuai data yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011 telah tercatat, anak berkebutuhan khusus sebanyak 356.192 anak, dan hanya 85.645 atau sekitar 41% anak berkebutuhan khusus tersebut telah mendapat layanan pendidikan di Sekolah Luar Biasa atau SLB dan sekolah terpadu.
Sedangkan untuk lainnya sebanyak 270.547 anak atau sekitar 59% anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih belum mendapatkan layanan pendidikan, dan hasil analisa dari data yang diperolehnya , Lintar Brillian memberi kesimpulan bahwasanya jumlah pengangguran untuk anak berkebutuhan khusus, bila dilihat secara linier tidak berbeda jauh dengan pengangguran yang ada dalam masyarakat saat ini.
Pola Pembelajaran Non Formal Untuk Anak Disabilitas Berbasis Teknologi
Augmented Reality, menuju Entrepreneurial Knowledge Practice di Kota Pasuruan, diambil menjadi tema pengabdian bagi Tim Doktor Mengabdi, Universitas Brawijaya, Malang yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Sugiyanto, MS dan beranggotakan Prof.Dr.Ir.Keppi Sukesi, MS, Iwan Nurhadi, S.Sos, M.Si, Alia Fibrianingtyas, SP. MP, Lintar Brillian Pintakami, SP,MP, dan Yusti Dian Fitriana, SP.
Lintar menandaskan bahwa Pasuruan, merupakan kota pertama di Jawa Timur yang merintis sebagai kota inklusi sejak tahun 2017, sehingga saat ini semua sekolah bisa menerima anak berkebutuhan khusus atau ABK. Berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memberikan hak – hak pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus.
“Secara umum permasalahan yang terjadi di lokasi mitra materi, apa yang disampaikan masih sama seperti pelajaran umum biasa, hanya tingkat kesulitannya ada perbedaan meskipun sedikit. Sehingga belum ada yang bermuatan psikomotorik. Dampak yang terjadi adalah setelah lulus SMP, anak inklusi kesulitan untuk melanjutkan ke SMA karena bantuan pemerintah kota masih belum menjangkau ke tingkat SMA. Hanya anak inklusi dari dari keluarga berada atau mampu yang bisa melanjutkan ke SMA LB, namun untuk yang tidak mampu mereka akan berada di rumah untuk membantu orang tua atau tidak ada kegiatan lagi,” ungkap Lintar Brillian selaku anggota tim Kegiatan Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya, Sabtu (19/11).
Dituturkan, bahwa inovasi berupa E-Learning Augmented Reality merupakan Desiminasi Pendidikan Inklusi Berbasis Entrepreneurial Knowledge Practice, merupakan perubahan model pembelajaran yang bermuatan ketrampilan berwirausaha, yang disesuaikan dengan karakteristik anak inklusi bisa membuat siswa berdaya setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Lintar memiliki pemikiran augmented reality merupakan teknologi yang dapat digunakan dalam pembuatan media belajar, dan augmented reality menggabungkan benda maya dalam dua dimensi atau tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata yang kemudian memunculkannya secara real time.
Menurutnya, augmented reality dapat digunakan untuk memvisualisasikan suatu konsep abstrak agar lebih mudah dipahami serta memberikan informasi lebih detail pada pengguna obyek nyata. Prosedur pengembangan produk yang akan dilaksanakan mengikuti model pengembangan 4-D atau Four D Models.
“Implementasi modul terintegrasi
augmented reality sebagai upaya revitalisasi pendidikan inklusi berbasis entrepreneurial knowledge practice di kota pasuruan adalah sebagai solusi dan upaya dini untuk memberdayakan ekonomi anak berkebutuhan khusus. Kegiatan ini diharapkan memberikan solusi bagi anak berkebutuhan khusus atau ABK di kota Pasuruan yang semakin berdaya, memiliki kekuasaan dan mempunyai pengetahuan, kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas kehidupannya,” tutur Lintar Brillian Pintakami, SP, MP.
Mahasiswa yang baru saja menyelesaikan Pendidikan Doktor di Universitas Brawijaya ini, menambahkan target luaran dari pelatihan yang dicapai pada pertengahan tahun dalam pengabdian selain dengan merealisasikan produk teknologi tepat guna yang dihasilkan berupa produk E-Learning Augmented Reality, juga telah menggelar pelatihan kepada khalayak sasaran, dimulai dari diskusi terfokus dengan guru, orang tua, komite anak istimewa serta siswi maupun siswa yang berkebutuhan khusus.
Pelatihan tersebuk memiliki tujuan untuk meningkatkan pemahaman hak anak dan pelaksanaan pendidikan inklusi. Khalayak sasaran antara berfungsi sebagai mitra kerja yang sekaligus berpartisipasi dalam pelatihan.
Sedangkan pencapaian target pada akhir tahun penelitian, dilakukan publikasi ilmiah pada jurnal ISSN yaitu identifikasi publikasi berkala media cetak ataupun elektronik serta online.
Dijelaskan Lintar Brillian, tim telah melakukan workshop operasionalisasi pelaksanaan, mempersiapkan modul dan materi pelatihan. Sosialisasi Undang-undang hak anak dan pelaksanaan pendidikan inklusi yang diikuti oleh semua partisipan atau dan khalayak sasaran.
Terselenggaranya pelatihan untuk khalayak sasaran, dan sasaran antara dengan dimulai dari diskusi terfokus dengan guru, orang tua, komite anak istimewa, secara terpisah berdiskusi dengan siswi maupun siswa berkebutuhan khusus, dengan peserta sebanyak 30 orang.
Lintar Brillian Pintakami, SP, MP, juga menyampaikan bahwa Prof.Dr.Ir, Sugiyanto, MS, pakar Ilmu Penyuluhan Pembangunan, dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Ir. Keppi Sukesi, MS Ahli Gender dan Sosiologi Ekonomi, pengajar ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Brawijaya Malang merupakan Ketua dan Inisiator riset dalam Kegiatan Program Doktor Mengabdi.
“Pelatihan dimaksud, untuk meningkatkan pemahaman guru maupun komite sekolah anak istimewa, dan bertujuan bisa memiliki pengetahuan ketrampilan dan sikap sesuai materi yang akan diajarkan dengan memenuhi karakteristik dari siswa berkebutuhan khusus. Adanya pelatihan dan pendampingan, diharapkan bisa terbentuk lembaga pendidikan yang mampu menyelenggarakan layanan pendidikan, sesuai dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus, serta mampu mengembangkan materi kewirausahaan untuk anak berkebutuhan khusus secara terus menerus untuk menyesuaikan dengan perkembangan kemajuan dunia kewirausahaan secara profesional,” jelasnya.
Pada pengabdian, prosentase kemajuan pekerjaan sampai pada tahap I minimal 70% dari total keseluruhan pekerjaan, Sedangkan prosentase kemajuan kegiatan pengabdian telah tercapai sebesar 80%, dimana telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan tentang Pola Pembelajaran Non Formal Untuk Anak Disabilitas Berbasis Teknologi
Augmented Reality Menuju Entrepreneurial Knowledge Practice di kota Pasuruan dengan mengambil sampel kegiatan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Pasuruan. Untuk luaran yang telah dihasilkan menurutnya, perangkat pembelajaran augmented reality, poster, HKI, dan perbaikan tata nilai masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan.
Mengutip pendapat ketua Program Doktor Mengabdi Prof.Dr.Ir, Sugiyanto, MS, Brillian Lintar menyampaikan koordinasi keterlibatan anggota pengabdian kepada masyarakat dilakukan dalam bentuk pemberian sosialisasi informasi atau materi, diskusi dan penyuluhan tentang e- learning augmented reality, dengan tajuk Desiminasi Pendidikan Inklusi berbasis Entrepreneurial Knowledge Practice merupakan upaya Dini Pemberdayaan Ekonomi Anak Berkebutuhan Khusus, yang dilakukan di SMPN 7 yang berada di kecamatan Gadingrejo, kota Pasuruan dipilih secara purposive.
Melanjutkan pemikiran Prof.Dr.Ir, Sugiyanto, MS, bahwasanya secara umum permasalahan yang terjadi di lokasi mitra materi yang diberikan masih sama seperti pelajaran umum biasa, hanya level kesulitannya sedikit berbeda. Sehingga belum ada yang bermuatan psikomotorik.
Dampak yang terjadi adalah setelah lulus SMP, anak inklusi kesulitan untuk melanjutkan ke SMA karena bantuan Pemerintah Kota masih belum menjangkau ke tingkat SMA. Hanya anak inklusi dari dari keluarga berada atau mampu yang bisa melanjutkan ke SMA Luar Biasa atau SMA LB, Sedangkan bagi yang tidak mampu mereka akan berada di rumah untuk membantu orang tua atau tidak ada kegiatan lagi.
Hasil dilakukan diskusi yang lebih mendalam dengan pihak sekolah yang melibatkan guru, ditemukan persoalan prioritas mitra dalam penyelenggaraan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus antara lain, pemahaman tentang pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, keterbatasan jumlah guru inklusi, proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching serta pembelajaran yang kurang kreatif dan inovatif.
Dibutuhkan keterlibatan mahasiswa berpartisipasi penuh sejak perencanaan, pelaksanaan hingga perumusan tindak lanjut, monitoring dan evaluasi. Pasca pelatihan akan dipantau melalui pendampingan dan diakhir kegiatan akan dievaluasi sejauh mana peningkatan kesadaran, pemahaman dan skill dari sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi Berbasis Entrepreneurial Knowledge Practice sebagai upaya pemberdayaan Ekonomi Anak Berkebutuhan Khusus.
Namun tidak bisa dipungkiri, bahwasanya pada setiap kegiatan berlangsung, perlu didukung dengan pendanaan, begitu juga dengan kegiatan Pengabdian Doktor Mengabdi, diakuinya bahwa dana pengabdian bersumber dari LPPM Universitas Brawijaya, secara umum pendanaan yang telah diberikan mampu menunjang kegiatan pengabdian sehingga dapat berjalan dengan lancar sampai pada akhirnya, meskipun dalam perjalanannya terdapat kendala-kendala, akan tetapi kendala yang dihadapi bukan menjadi suatu masalah penghambat, kendala-kendala tersebut menjadi suatu acuan dan tolok ukur tim Doktor Mengabdi dalam bertanggung jawab atas program kerja yang telah dibuat.
“Lanjutan dari kegiatan simulasi dalam kelas yaitu, Pendampingan Siswa Inklusi dan introduksi inovasi teknologi Augmented Reality kepada siswa inklusi dalam bentuk Study Tour. Pasca Study Tour telah dipantau melalui pendampingan dan diakhir kegiatan akan dievaluasi sejauh mana peningkatan kesadaran, pemahaman dan skill dari sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi Berbasis Entrepreneurial Knowledge Practice sebagai upaya pemberdayaan Ekonomi Anak Berkebutuhan Khusus. Monitoring dilakukan sepanjang tahun pelaksanaan kerja, secara langsung atau melalui media komunikasi,” ujarnya.
Evaluasi pelaksanaan program dan keberlanjutan program di lapangan setelah kegiatan PKM dilaksanakan pada bulan terakhir pelaksanaan dan pada tahap ini sekaligus disusun rencana tindak lanjut. Semua aktivitas didokumentasikan, dikaji secara ilmiah dan dipublikasikan, sehingga luaran dalam bentuk publikasi ilmiah, modul, prototype kelompok usaha sesuai kebutuhan masyarakat diharapkan terbentuk.
“Sedangkan untuk permasalahan dan hambatan yang dihadapi oleh peneliti yaitu terbatasnya waktu dalam pengembangan dan mendesain suatu modul mata pelajaran kewirausahaan yang diintegrasikan dengan teknologi AR. Pengembangan aplikasi akan dilakukan untuk menciptakan modul yang interaktif. Aplikasi tersebut akan membantu siswa untuk melihat video atau animasi yang diuraikan pada penjelasan materi di dalam modul. Video dan animasi tersebut merupakan gambaran tentang kegiatan sehari-hari yang terkait dengan kewirausahaan. Sehingga, diharapkan siswa akan lebih mudah untuk memahami materi kewirausahaan yang sedang dipelajari karena langsung terkait dengan lingkungan sekitar. Video dan animasi dapat dilihat melalui media handphone yang telah terinstal oleh aplikasi AR dari modul yang dikembangkan,” pungkasnya.(Ans)