Blitar, HarianForum.com- Apabila harga gabah Rp 3.400 , – per kilogram , sedangkan untuk biaya usaha produksi 3.033,5 untuk setiap kilo gramnya, maka selama 4 bulan petani hanya memperoleh Rp 366,5 di setiap kilonya. Analisa biaya usaha tersebut dikemukakan oleh salah satu petani warga kabupaten Nganjuk, dalam bincang bincang H.Ahmad Syaikhu dengan Harian Forum.com tentang pembiayaan untuk usaha tanaman padi dengan lahan garapan luasan 3.500 m² atau 250 Ru pada masa tanam pertama – 2020/2021.
Penemu pupuk cair yang pernah memperoleh penghargaan Anugerah Iptek 2012 dari Kementrian Riset dan Tehnologi pada acara puncak hari Kebangkitan Tehnologi Nasional ini, menjlentrehkan secara detail tentang biaya dan dipergunakan untuk apa saja pada produksi usaha tanam padi. Dalam penyampaiannya, Syaikhu memberi gambaran biaya dalam produksi tanam padi pada lahan sewa dengan luasan 250 Ru atau 3.500m2.
“Analisa biaya kalau seandainya tidak memiliki lahan sendiri, berarti harus menggunakan lahan salah satunya dengan sistem sewa.Dengan luasan lahan 250 Ru, H.Ahmad Syaikhu harus merogoh kantongnya untuk membayar biaya sewa sebesar Rp 2.500.000,- selama 1 musim, namun diungkapkan biaya sewa tidak sama tergantung kondisi dan kesepakatan. Untuk pengolahan tanah, dirinya juga mengeluarkan biaya sebesar 500.000,. Pembelian kompos 20 sak per saknya 25.000,- berarti 500.000 ,-. Sedangkan pembelian benih 450.000 , – , ongkos untuk biaya tanam manual 500.000 ,- dan biaya cabut bibit 250.000,-. Membeli pupuk phonska 1kwintal 250.000 ,- , pupuk ZA 1kw 190.000,- dan phonska plus 25 kg 180.000,- . Ditambah ongkos penyiangan 200.000,- serta konsumsinya 450.000,-. biaya perawatan 500.000, bahan bakar minyak berupa solar dipergunakan mesin diesel untuk pengairan sebanyak 200.000,-. Sedangkan biaya tenaga untuk panen 800.000 ,- serta kebutuhan lain lain Rp. 660.000,” terangnya dengan serius sambil terus menghitung di aplikasi smartphonenya.
Krisis di tahun 1998, dan hantaman pandemi covid 19 tahun 2020 yang menghempas perekonomian Indonesia, petani selalu hadir sebagai penyelamat dan menegakkan pilar ekonomi.bPetani tidak pernah terlihat berdiri di garda terdepan, tetapi petani selalu menjadi benteng pertahanan terakhir bangsa dan negara. Namun hingga saat ini, ibarat menjerit tidak bersuara, menangis tanpa air mata, nilai jual gabah yang terus rendah membuat petani gigit jari.
Tenaga serta pikiran yang terperas untuk meraih asa, ternyata masih kandas juga. Meskipun perjuangannya beroleh tangan hampa, tidak membuat petani membuang gabahnya petani tetap tegar, petani tetap sabar dan terus berkarya menanam dan menanam lagi, walaupun secara ekonomi tidak berubah.
Jatuhnya harga gabah, padi atau beras dampak dari permainan para pelaku usaha yang menjadi penguasa pasar selain mengatur harga produk, juga bisa membatasi ketersediaan barang di pasar. Tidak hanya itu, para pelaku pasar yang biasa dikenal dengan kartel, berkolusi membatasi produksi serta membagi area untuk penjualan.
Kondisi yang tidak menguntungkan tersebut apabila dibiarkan, sangat berpotensi menurunkan semangat para petani untuk melanjutkan kembali usaha produksi pada tanaman padi. H.Ahmad Syaikhu merupakan salah satu pengurus DPP Gerakan Petani Nusantara atau GPN, sangat mengharapkan kepada lembaga yang memiliki kebijakan untuk melakukan pendampingan kepada petani selain peningkatan kualitas produktivitas juga menyiapkan pembeli dengan harga yang memadai.
“Disetiap panen raya, gabah, padi atau mungkin beras tidak laku di pasaran. Di desa karena gabah atau padi sudah banyak akhirnya tidak laku. Kemudian kalau di jual ke kota, stok beras sudah didatangkan dari luar kota, kemungkinan beras dari import. Hal seperti itu merupakan salah satu penyebab jatuhnya harga gabah atau beras petani,” jelas H. Ahmad Syaikhu.
Persoalan tata niaga atau pasar petani padi sudah lama menarik perhatian salah satu tokoh Indonesia yang konsisten memperhatikan ketimpangan hak asasi manusia, ekonomi maupun sosial. Dikutip dari beberapa situs web bahwasanya almarhum Dr.Ir. Harbrinderjit Singh Dillon, pernah menyampaikan pemikirannya bahwa negara harus hadir membela nasib petani, bukan hanya sekedar membangun pertanian untuk melawan kemiskinan. Tetapi pertanian harus menjadi sebuah prioritas dalam pembangunan negara.
Warga negara Indonesia keturunanĀ India yang pernah menjabat sebagai direktur Eksekutif Centre for Agricultural Policy Studies, Dr.Ir. Harbrinderjit Singh Dillon yang lebih dikenal HS Dillon, juga menyentil persoalan kartel yang masih kuat dan mendominasi sistem ekonomi pasar pertanian.Kartel mampu mempengaruhi maupun menentukan stabilisasi pasar pertanian, tidak terkecuali pasar bahan pangan.(Ans)