Berita

Pelaksanaan Pilkada Berkualitas Di Mata Pemerhati Sosial Politik

435
×

Pelaksanaan Pilkada Berkualitas Di Mata Pemerhati Sosial Politik

Sebarkan artikel ini

Blitar, Harian Forum.com -Dengan diberlakukannya undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwasanya jabatan kepala daerah baik Gubernur, Bupati maupun Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau pilkada, dimana sebelumnya kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.Pemilihan kepala daerah atau pilkada merupakan momen strategis untuk evaluasi dan menata kembali kepemimpinan daerah provinsi, kabupaten atau kota, sehingga proses seleksi serta pendelegasian kedaulatan yang diserahkan kepada orang atau partai politik harus dijalani secara serius oleh semua pihak.

Pemilihan kepala daerah diselenggarakan memiliki tujuan agar dapat terpilihnya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memiliki integritas, kapabilitas dan kompetensi. Namun yang terjadi, mekanisne rekrtumen calon kepala daerah oleh beberapa partai politik justru tidak sedikit melahirkan persoalan tersendiri terhadap proses demokrasi yang tidak terbuka dan partisipatif, dengan adanya trend praktik kolusi dan nepotisme pada rekrutmen yang dijalankan.

Dikemukakan pemerhati sosial politik
Dr.Ropingi el Ishaq, M.Pd kepada Harian Forum.com (4/5), partai politik diakuinya menjadi pintu awal proses pencalonan.Akan tetapi tidak sepatutnya partai politik bertindak serakah dalam melakukan penjaringan terhadap calon yang akan diusungnya.
Akademisi Institut Agama Islam Negeri Kediri menyampaikan pandangannya, dalam menjaring calon yang akan diusung partai politik seharusnya melibatkan berbagai kalangan terutama dari elemen masyarakat yang kritis bisa dari akademisi, ulama atau tokoh agama dan juga kelompok professional.

Menurutnya, elemen – elemen masyarakat kritis dipandang mampu memberikan rumusan kriteria calon kepala daerah secara detail.
Ditambahkan dalam penjelasannya, sangat perlu dan layak keterlibatan para akademisi, tokoh agama, dan professional dalam penjaringan calon pemimpin daerah, sehingga nantinya partai politik dapat menemukan sosok yang benar – benar memiliki kompetensi, bahkan akan lebih baik apabila partai – partai politik jauh hari menggelar konvensi calon kepala daerah, dan mengundang putra – putra daerah untuk diusung menjadi calon kepala daerah.Dituturkan, sebelum diuji oleh publik di debat terbuka yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU, di internal partai politik para calon idealnya diuji terlebih dahulu dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, sehingga partai politik dapat menjaring calon berdasarkan kriteria dan perspektif yang komprehensif.

” saya yakin jika yang menjaring calon hanya dari fungsionaris partai politik, akan ditentukan hanya dari perspektif politik saja, mereka akan memilih berdasar pada elektabilitas semata. Padahal pemimpin tidak cukup hanya bermodal elektabilitas, pemimpin harus memiliki standar intelektualitas dan moralitas.Sebab pemimpin akan menjadi ujung tombak pelaksanaan pembangunan dan penyelesaian masalah di daerahnya. Tanpa kompetensi intelektual dan moral yang memadai dari seorang pemimpin, pembangunan tidak akan berjalan sesuai harapan. Sudah banyak contohnya, pemimpin yang hanya bermodal elektabilitas pada akhirnya mengecewakan masyarakat ” tuturnya.

Demokrasi memiliki keterkaitan dengan transaksi antara pemilih dengan yang dipilih.Membangun demokrasi yang sehat, dalam politik transaksi sebijaknya diberikan untuk publik atau masyarakat dengan kebijakan yang menguntungkan, bukan dengan cara pragmatis kepada individu pemilih, karena tindakan tersebut sangat berpotensi membuka peluang hanya bagi personal atau calon pemimpin daerah yang memiliki modal material yang besar.Dan bila hal tersebut tetap dijalankan,
konsekuensi dalam kekuasaan akan mengarah oligarki dan kebijakan – kebijakan yang mana nantinya akan dinikmati oleh sekelompok elit.

Menyikapi fenomena politik yang terjadi, penulis buku Kediri Dadi Kali, Blitar Dadi Tatar, Tulungagung Dadi Kedung : Komunikasi Kosmis Masyarakat di Sekitar Gunung Kelud, mengungkapkan bahwasanya partai politik mempunyai keinginan untuk jujur dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga politik, sudah seharusnya berani membebaskan mahar-mahar politik.Dari pemikirannya, bila masih adanya mahar politik dirinya mempertanyakan keberadaan partai politik, karena berbicara hakikat partai politik merupakan lembaga yang seharusnya bertanggungjawab mencari, membina, dan mengendors para calon pemimpin daerah, tanpa ada pungutan mahar.

Ditanya dalam menjalankan kampanye calon pastinya dibutuhkan biaya,
dan adanya mahar untuk memastikan tersedianya logistik sosialisasi calon, Ropingi el Ishaq memberikan pendapat, justru fungsi partai politik yang memenuhi permasalahan logistik calon untuk berkampanye bukan sebaliknya, kebutuhan kampanye harus dicukupi oleh calon.

” adanya mahar politik justru akan mempersempit atau bahkan menghalangi lahirnya calon pemimpin yang potensial dan menjadikan partai politik sebagai perusahaan suara yang memakelari rakyat.Bagaimana pilkada mau melahirkan pemimpin yang bermutu, jika calon masih dibebani logistik untuk kampanye.Di sisi lain seorang calon harus memikirkan konsep dan rencana pembangunan daerah, maka dipastikan pemimpin yang dihasilkan tidak akan berkompeten.Tidak mungkin satu orang menyelesaikan semua masalah, tidak mungkin seorang calon memikirkan semua masalah.Negeri ini harus dikelola dengan cara kolaborasi. Jika semua harus ditanggung oleh calon, di mana letak kolaborasinya ” terangnya.

” pada kenyataannya pilkada membutuhkan biaya yang besar itu memang benar, maka dari itulah kita bayar pemerintah agar menyediakan dananya, dan ditunjuklah KPU untuk memikirkan bagaimana teknisnya sehingga biayanya bisa murah.
Menjadi tugas KPU, tidak hanya dituntut melaksanakan pilkada saja, akan tetapi KPU juga dituntut bisa menjalankan secara efektif dan efisien, sehingga KPU mempunyai kemampuan menjadi variable penentu praktik politik transaksional.Jadi politik transaksional atau professional itu tergantung KPU, artinya politik transaksional salah satunya diproduksi oleh KPU ” pungkas Dr.Ropingi el Ishaq, M.Pd.(Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *