Serba-serbi

Pancasila Lahir Dari Toleransi, Gotong Royong Jangan Hanya Retosrika

211
×

Pancasila Lahir Dari Toleransi, Gotong Royong Jangan Hanya Retosrika

Sebarkan artikel ini
Gus Ton bersama KH. Said Aqiel Siradj ketua Umum PBNU, saat Kyai Aqiel silaturahmi ke kediaman Gus Ton

Pancasila lahir dari toleransi luar biasa para tokoh dan umat Islam, tema gotong royong jangan hanya retorika.

“Tokoh dan umat Islam telah begitu banyak gotong royong dan toleransi untuk bangsa dan negara, tapi kapan umat Islam ‘digotong-royongi’ secara ekonomi dan berkeadilan?”

*Oleh: Gus Haji Mas Sulton*
(Gus Ton)

Tema peringatan HUT Hari Lahir Pancasila 1 Juni tahun 2020 ini (1 Juni 1945 – 1 Juni 2020) adalah “Pancasila Dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju.”

Kelihatannya tema itu hanyalah tema yang sederhana, yang mungkin dirumuskan para ahli yang terlibat dalam pengelolaan negara saat ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI ini, bersama Presiden RI Joko Widodo. Namun susunan kata yang sederhana itu tak selayaknya dimaknai dengan maksud bahwa hanya asal ada tema. Karena perumusan kata-kata apapun, seperti kata-kata dari mulut yang seharusnya ‘mayoritas’ dilandasi oleh hati.

Dimana pada zaman ini telah kian banyak manusia kehilangan kata-kata dari hati, sehingga sekadar menjadi sumpah serapah, bahwa jika ‘keceplosan’ berkata baik pun tak akan terwujud (sulit) namun ketika berkata-kata jelek kian mudah terwujud. Hingga berefek kepada kehidupan berbangsa dan bernegara, juga bagi NKRI ini. Mungkin begitu juga lahirnya efek wabah pandemi Corona Virus Diseases-2019 (Covid-19) yang masih terus merajalela, dan menuntut kewaspadaan kita untuk bergotong-royong? Bukan hanya gotong royong masyarakat, akan tetapi yang harusnya memiliki akses bergotong-royong yang besar adalah para pemimpin.

Apalagi tema HUT Hari Lahir Pancasila tahun 2020 bertema seperti itu. Kebetulan pula, dari dahulu kala hingga kini, tokoh dan umat Islam telah bergotong-royong berjuang sangat keras dan bertoleransi luar biasa tinggi untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI. Bahkan ingatkah kita, bahwa Pancasila sila ke-1 berdasarkan Piagam Jakarta berbunyi: “Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya?”

Karena rasa gotong royong dan toleransi yang sangat tinggi, lantas Islam sepakat, sila ke-1 itu berubah menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Kesadaran bergotong-royong, toleransi, bersatu yang luar biasa, hingga Pancasila pun terumuskan seperti ini: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kesadaran tokoh dan umat Islam bergotong-royong, toleransi, bersatu yang luar biasa. Apalagi pada saat perumusan Pancasila pada akhir Mei 1945 hingga Juni 1945, terdapat dua kelompok dengan paham ideologi yang berbeda, Islam, dan Nasionalis. Untuk Nasionalis diwakili oleh Soekarno (Bung Karno), Mohammad Hatta (Bung Hatta), Muhammad Yamin, Soebardjo, A.A.Maramis.

Sedangkan Islam yang mayoritas diwakili sejumlah tokohnya yaitu KH.Kahar Moezakir, H.Agus Salim, R.Abikusumo Tjokrosoejoso, dan yang utama tak bisa terlupakan dari Nahdlatul Ulama/NU adalah KH.Wachid Hasjim (putera KH.Hasyim Asy’ari pendiri NU) yang juga ayahanda dari KH.Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Presiden ke-4 RI pada periode 1999-2001).

Tokoh dan umat Islam sangat tinggi kegotong-royongannya, toleransinya, bersatunya. Sekaligus mengingatkan pada ajaran Islam bahwa agar umat manusia yang hidup dengan perbedaan latar belakang jenis kelamin, suku, golongan, dan lainnya harus melakukan kerja sama, tolong menolong, beradaptasi, bersinergi, dan membentuk suatu bangsa guna tercapainya kerukunan, kedamaian, toleran dan sejahtera.

Sebagaimana dasar yang ada dalam Al-Qur’an Surat Al Hujurat, 49:13. Yang artinya:
“Wahai Manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Selain memerintahkan manusia untuk membentuk persatuan dan bersinergi, ayat ini juga meletakkan dasar-dasar kesatuan atau kebangsaan tersebut. Sekali lagi gotong royong dan toleransi yang luar biasa dari Islam, yang sekaligus keistemewaan tersendiri di Indonesia dengan bisa bersatu dengan Nasionalis. Sekali lagi Islam telah menunjukkan yang luar biasa dalam gotong royong, toleransi, bersatu. Sehingga saya ingin berkata, “Tokoh dan umat Islam telah begitu banyak gotong royong dan toleransi untuk bangsa dan negara, tapi kapankah umat Islam ‘digotong-royongi’ secara ekonomi dan berkeadilan?”.(Siswahyu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *