Blitar, Harian Forum.com – Diutarakan Ganjar Asmorotanto penggiat pertanian Kota Blitar, bahwasanya Makam Bung Karno menjadi icon wisata di Kota Blitar yang mampu menyumbang setengah dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor pariwisata, dimana menurutnya salah satu makam tokoh bangsa Indonesia, diakui mempunyai daya tarik yang kuat sebagai tujuan destinasi wisata religi.Ganjar juga menambahkan, kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran besar Bung Karno, sehingga untuk meneruskan perjuangannya tidak hanya dengan melakukan ritual ziarah maupun acara-acara seremonial semata, akan tetapi buah pemikiran serta pesan bijak Ir Soekarno “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” harus diimplementasikan dengan realistis.
Salah satu gagasan Bung Karno, ekonomi berdikari merupakan sebuah ide membangun sistem perekonomian yang memuat karakter bangsa Indonesia dengan jiwa kebersamaan dibarengi semangat gotong royong, sebagai bentuk reaksi terhadap praktek ekonomi kolonialisme yang menindas. Keinginan besar Putra Sang Fajar, Indonesia merupakan negara agraris harus terlepas sebagai negara dependensi, salah satunya ketergantungan impor pangan.Namun ironisnya hingga saat ini untuk menjaga ketahanan pangan, masih harus menggantungkan jutaan ton beras dalam setiap tahunnya dari Thailand, Vietnam, Pakistan, India dan Kamboja, dan tentunya kebijakan tersebut mengurangi devisa negara.
Pangan merupakan hidup dan matinya suatu bangsa, sebagai konsekuensinya menjadi kewajiban bagi pemegang kebijakan bahwasanya persoalan pangan harus ditangani secara serius, tidak melihat siapa dan dari partai politik mana, hingga menjadi sebuah kesalahan besar, disaat persoalan kebutuhan dan ketersediaan pangan tidak diperhatikan dengan serius.
Menyinggung Kota Blitar, warga kelurahan Sananwetan, kecamatan Sananwetan mengungkapkan Kota Blitar memiliki luas wilayah keseluruhan 32,58 km² dengan jumlah penduduk pada saat ini kurang lebih 160 ribu jiwa. Dalam hitungannya, dalam sebuah wilayah terdapat luasan
yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk, karena terjadinya alih fungsi lahan yang berujung penurunan produksi pertanian. Ganjar menandaskan, bila kedepannya semakin menyempitnya lahan pertanian serta tidak adanya upaya-upaya aktivitas peningkatan produktivitas pertanian dengan optimalisasi lahan pertanian yang ada, menurutnya selain ketergantungan terhadap produk pertanian, pada generasi selanjutnya dipastikan tidak akan bisa mewujudkan ketersediaan kebutuhan pangan.
“Memang harus diakui, makam Bung Karno adalah icon wisata, menjadi penyumbang setengah dari target PAD di sektor pariwisata, ini merupakan pijakan yang kuat untuk mengembangkan sektor wisata kita. Namun Bung Karno menyatakan bahwa negara kita Indonesia merupakan negara agraris, perekonomian bergantung sektor pertanian, dan negara yang tidak mau menggantungkan kebutuhan pangan rakyatnya dari negara luar, tetapi saat ini kenyataannya bagaimana.Sementara untuk kota Blitar antara luas lahan pertanian pangan dengan jumlah penduduk tidak seimbang, jadi untuk menyediakan kebutuhan pangan sesuatu hal yang sangat sulit terwujud. Maka
sangat perlunya mengembangkan sektor pertanian dengan membangun agrowisata, agro-edu-tainment,” ungkapnya (18/12).
Alih-alih menambah luas area lahan pertanian pangan, yang terjadi justru malah sebaliknya.Luas lahan pertanian semakin mengalami penyusutan kurang lebih 10 hektare atau 100.000 m² dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2016 lahan yang bisa digunakan untuk pertanian seluas hampir 1.100 hektare, akan tetapi luasan terus berkurang karena telah beralih fungsi menjadi gedung sekolah, perkantoran, bangunan pendukung pariwisata serta perumahan, hingga tahun 2024 luas lahan tercatat kurang dari 1.000 hektare. Terus-menerus berkurangnya luasan lahan pertanian memiliki keterkaitan pemangku kebijakan setempat dengan menggunakan asumsi maupun dalilnya, menilai bahwa lahan yang digunakan membangun fasilitas umum merupakan lahan pertanian kering karena terganggunya irigasi dengan adanya musim yang ekstrem dampak dari perubahan iklim. Selain itu, alasan tanah pertanian dianggap tidak produktif akibat pengurasan hara dalam skala tinggi sehingga terjadi degradasi fungsi lahan. Meskipun sebenarnya kondisi tersebut bisa dikembalikan dengan menerapkan pertanian organik ramah lingkungan serta meningkatkan kesadaran pelaku pertanian.
Alumni Institut Pertanian Bogor dalam aktivitasnya selalu mengamati dan terus mengikuti pergerakan semua elemen masyarakat dalam penggunaan serta pemanfaatan sumber daya mulai proses produksi, distribusi serta konsumsi terhadap produk-produk pertanian terutama pertanian pangan. Memaparkan pemikirannya, Ganjar Asmorotanto menuturkan optimisme terhadap pengembangan pertanian di Kota Blitar, dengan memberikan penjelasan diperlukan konsistensinya pemerintah dalam melakukan kebijakan untuk mengembangkan konsep pertanian perkotaan secara optimal, dengan melakukan perubahan sistem pertanian konvensional menjadi pertanian perkotaan. Ganjar menambahkan, agrowisata menjadi satu alternatif kegiatan potensi kawasan pertanian perkotaan yang digunakan sebagai destinasi wisata maupun edukasi prosesi, produksi serta teknologi pertanian maupun tradisi masyarakat pelaku pertanian.
“Pengunjung mendapatkan sajian yang menghibur, mendidik dan menginspirasi masyarakat untuk mendirikan usaha berbasis agroindustri. Konten Agrowisata menyediakan peningkatan wawasan dan keilmuan masyarakat mulai aspek budidaya atau on farm hingga prosesing dan pemasaran atau off farm. Tidak hanya itu, agrowisata juga menyajikan teknik pertanian integrasi ternak dan pertanian organik. Selain itu juga mengajarkan perikanan budidaya dalam konsep urban farming atau pertanian kota. Bertanam sistem vertikal akan menjadi prioritas materi pengajaran selain home industri pengolahan pangan,” tutur Ganjar Asmorotanto, S.P.(Ans).