Oleh : Siti Nur Kholifah
Pemimpin Redaksi Harian Forum
Petani lagi-lagi jadi korban kebijakan pemerintah, di tahun 2020 saat pemerintah mengurangi kuota pupuk bersubsidi sebesar 58 persen yang sempat membuat gonjang-ganjing dunia pertanian nampaknya berdampak hingga hari ini.
Tidak hanya pengurangan kuota pupuk bersubsidi, namun pemerintah juga memajukan waktu pendistribusian pupuk dari kios ke petani, sehingga di akhir tahun pupuk bersubsidi telah habis dibagi.
Hal tersebut, membuat petani kelabakan karena menghilangnya pupuk dari pasaran, penyebab utamanya adalah kurangnya sosialisasi pemerintah kepada petani soal pengurangan kuota tersebut, sosialisasi hanya terbatas pada pabrikan terhadap distributor dan kios pupuk bersubsidi, tidak sampai pada petani pengguna pupuk.
Lengkap sudah penderitaan petani ketika pemerintah hari ini telah melakukan regulasi tata niaga pupuk dengan menaikkan HET semua pupuk bersubsidi kecuali NPK. Akankah pemerintah menaikkan harga dasar pembelian gabah dari petani?
Harga dasar pembelian gabah ditingkat petani telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp. 4.200 artinya itu pada tataran gabah kering giling KG yang berpatokan pada Bulog sebagai penyangga pangan negara, dan hingga saat ini belum ada ketentuan baru yang mengatur harga dasar pembelian gabah petani.
Itu artinya nasib petani belum ada kejelasan, spikulasi yang dia lakukan belum ada gambaran keuntungan, tapi jelas dalm hal ini petani sudah menjadi korban kebijakan pemerintah, bisa kita hitung bersama, begitu rendahnya nilai tukar petani (NTP) di Negeri yang loh jinawi, subur makmur, toto raharjo.
Padahal NTPĀ merupakan salah satu indikator yang berguna untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani karena mengukur kemampuan produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani itu sendiri, baik yang berbentuk saprotan untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga petani.
Hal ini menjadi teka-teki besar di kalangan petani yang telah mendengar bahwa pupuk bersubsidi harganya dinaikkan, bagi petani tidak ada pilihan lain. Mahal ataupun murah pupuk bersubsidi mereka harus tetap menebusnya karena kebutuhan.
Hingga sejauh ini, pemerintah telah mengeluarkan Permentan No. 49 Tahun 2020 yang ditanda tangani pada 30 Desember 2020 hanya sebagian kecil petani yang mengetahuinya karena tidak ada pengumuman tanda-tanda kenaikan pupuk sebelumnya.
Siapakah yang bertanggungjawab secara mekanisme terhadap sosialisasi regulasi tata niaga pupuk khususnya pupuk bersubsidi yang kabarnya telah ditangani langsung oleh pemerintah dengan nama PIHC (Pupuk Indonesia Holding Company).
Pemerintah seharusnya memberikan kesempatan dan ruang kepada petani untuk mengambil bagian dalam hal tata niaga pupuk bersubsidi meskipun petani hanya sebagai objek kebijakan pemerintah terkait tata niaga pupuk bersubsidi ini.
Saya sempat berdiskusi dan ngobrol dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk Yudi Ernanto S.Pi., M.M terkait hal ini, dan memang dirinya menunggu SK dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur terkait penyaluran pupuk bersubsidi dari kios kepada petani disaat pupuk benar-benar dibutuhkan oleh petani hari ini dan itu tidak bisa ditawar.
(Bagian 1)