Trenggalek, HarianForum.com- Musim Kemarau, kekeringan di Trenggalek terus terjadi. Salah satunya dialami ratusan warga di Desa Karanganyar, Kecamatan Pule. Sumur di perkampungan warga mengering, sedangkan pasokan bantuan air tidak bisa masuk karena terkendala akses jalan.
Sekretaris Desa Karangayar, Muhasim, menjelaskan warga kini tidak bisa lagi memanfaatkan sumur yang ada di rumahnya masing-masing, jumlah warga yang mengalami krisis air mencapai lebih dari 150 kepala keluarga (KK), seluruhnya berada di Dusun Ponggok.
“Jadi memang betul, di sumur-sumur itu sudah kering semua, padahal sumur di sini kedalamannya antara 12 sampai denga 20 meter, tapi ya itu begitu musim kemarau habis,” jelasnya.
Muhasim menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kekeringan di wilayahnya. Salah satunya dengan membangun saluran perpipaan untuk mendistribusikan air dari mata air ke perkampungan warga.
Namun solusi tersebut tidak berjalan dengan maksimal. Karena saat musim kemarau tiba, debit air menyusut drastis, sehingga saluran pipanisasi tersebut tidak dapat difungsikan.
“Sebetulnya kami bisa saja meminta bantuan dari air dari BPBD, tapi terkendala akses karena jalurnya ekstrem. Apalagi saat ini jalan utama ditutup total karena pengecoran. Sedangkan jalan alternatif sempit dan curam,’ ujarnya.
Muhasim mengaku dari pengalaman tahun sebelumnya, tangki distribusi bantuan air hanya bisa sampai di bawah tanjakan tajam. Warga harus melangsir menggunakan jerigen untuk dibawa ke rumah masing-masing. “Kalau seperti itu tidak efektif, karena terlalu jauh,” jelas Muhasim.
Salah seorang warga bernama Malan (38) mengatakan krisis air di Dusun Ponggok telah terjadi sejak beberapa bulan terakhir, “Ini kering semua, seperti di rumah saya ini, WC sudah menganggur,” kata Malan kepada detikcom, Senin (17/9/2018).
Saat ini warga harus mencari air di sumber hingga radius lebih dari 1 Km dari perkampungan. Air selanjutnya disalurkan menggunakan selang kecil hingga ke dekat perkampungan dan diangkut ke rumahnya masing-masing.
“Jadi dari atas kami tarik pakai selang, kemudian saya titipkan ke rumah orang tua, karena untuk sampai ke rumah tidak bisa, harus diangkut pakai timba,” ujarnya.
Malan mengaku kondisi kekeringan di wilayahnya sudah rutin terjadi setiap tahun, sehingga sebagian warga telah terbiasa dengan kondisi minim pasokan air. Selain mencari air dari sumber, sebagian warga memanfaatkan jasa pengiriman untuk mendapatkan pasokan air bersih.
“Di sini kalau orang yang mampu ya beli, satu tangki kecil itu harganya antara Rp 60 ribu-Rp 80 ribu, tergantung lokasi,” imbuh Malan.(Tik/Nur)