Uncategorized

Menunggu Menguatnya Pemilih Rasional, Berharap Kembalinya Marwah Pemilu.

5
×

Menunggu Menguatnya Pemilih Rasional, Berharap Kembalinya Marwah Pemilu.

Sebarkan artikel ini

Tulungagung, HarianForum.com – Di sebuah warung kopi yang berada di Kelurahan Sembung, Kecamatan Tulungagung, Hariyadi, warga Tulungagung yang tinggal di salah satu kompleks perumahan di Kecamatan Kedungwaru, dalam perbincangan dengan HarianForum.com (23/10) menuturkan bahwa dirinya sama sekali tidak tertarik mengikuti perkembangan Pemilihan Kepala Daerah 2024. Meski diakuinya bahwa semua pasangan calon kepala daerah dinilai memiliki popularitas, ia merasa tidak antusias terhadap proses pemilihan ini.

Hariyadi mengungkapkan ketidakpeduliannya terhadap Pilkada yang akan digelar sekitar satu bulan lagi. Ia merasa jenuh dengan pengalaman-pengalaman pemilihan sebelumnya dan menandaskan bahwa siapa pun yang terpilih tidak akan membawa perubahan berarti bagi dirinya. Menurut pandangan pribadinya, Pilkada hanyalah hajatan bagi para elite politik dan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti bouwheer atau bohir, istilah bahasa Belanda yang merujuk pada pemilik proyek. Dalam konteks politik, bohir adalah individu atau kelompok yang memberikan dukungan finansial atau material bagi calon dengan kesepakatan timbal balik tertentu.

Hariyadi juga merasakan bahwa pasca-pemilihan, ia hanya merasakan sedikit atau bahkan tidak ada dampak dari kebijakan yang dihasilkan, sehingga sikap apatisnya terhadap politik semakin menguat. Menurutnya, hal ini juga menyebabkan munculnya pragmatisme dalam menentukan pilihan pada momen pemilu, termasuk Pilkada, yang didasarkan pada transaksi suara.

Meski begitu, Hariyadi mengaku bukan golput dan tetap akan mendatangi TPS. Ia menambahkan bahwa masih banyak pemilih yang antusias dalam Pilkada, memilih berdasarkan identitas budaya, agama, ideologi, maupun rekam jejak moralitas calon. “Kalau melihat semua calon, saya mengenal tapi belum pernah bertemu atau berbincang-bincang. Jadi, saya mengenal calon-calon hanya dari baliho yang terpasang. Semuanya bagus dan pantas jadi bupati. Saya tidak golput, tetap menggunakan hak suara, dan kalau ada yang memberi, ya pastinya saya terima. Kalau nggak ada yang memberi, siapa yang saya pilih juga nggak ngerti,” ujar Hariyadi sambil tertawa.

Di sisi lain, Muzaiyin, warga Kelurahan Botoran yang aktif mengikuti dinamika politik Pilkada 2024 di Kabupaten Tulungagung, menyampaikan bahwa persaingan antar-pasangan calon masih kompetitif. Menurutnya, semua pasangan calon memiliki basis pemilih, namun strategi pemenangan kali ini berbeda dari periode sebelumnya. Muzaiyin menilai ada kemungkinan bahwa salah satu tim pemenangan calon telah menginventarisasi data pemilih dengan baik hingga mampu mempengaruhi dukungan.

“Persaingan semua pasangan calon masih dinamis, dukungan masih merata meskipun ada yang unggul. Selain popularitas, faktor sosialisasi, pencitraan, dan inventarisasi data pemilih oleh tim pemenangan sangat berpengaruh dalam mengumpulkan dukungan. Tapi semua tinggal bagaimana aksi berikutnya,” terangnya.

Setiap periode pemilihan selalu ada perubahan strategi untuk meraih kemenangan. Awalnya, calon kepala daerah yang muncul merupakan tokoh yang memiliki popularitas, moralitas, serta kompetensi. Namun, seiring waktu, strategi berubah dengan mengandalkan citra publik, dukungan bohir, bahkan peran botoh dalam pemenangan. Botoh, yang memainkan peran sebagai perantara antara calon dan pemilih, seringkali identik dengan pertaruhan besar demi kemenangan.

Salah satu sumber menjelaskan bahwa sistem kerja botoh dalam pemenangan pemilihan biasanya dilakukan secara personal dan melibatkan pertukaran sumber daya. Botoh juga membuka taruhan di setiap wilayah dan melakukan strategi voor, metode yang digunakan untuk memberikan peluang seimbang bagi bandar. “Keterlibatan botoh dalam pemilihan sudah jadi rahasia umum, namun untuk teknis praktiknya saya belum pernah mengetahui,” pungkas Muzaiyin. (Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *