Blitar, Harian Forum.com – Debat publik merupakan debat terbuka antar pasangan calon kepala daerah yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah, salah satu bentuk kampanye pada pemilihan kepala daerah. Dengan debat publik, deskripsi personal, aspirasi, strategi pencapaian tujuan, serta tawaran program kerja para pasangan calon kepala daerah bisa tersampaikan kepada para calon pemilih, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan.
Pada pemilihan kepala daerah 2024, sesuai jadwal pelaksanaan, pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah Kabupaten Blitar nomor urut 1, Rijanto berpasangan dengan Beky Hardyansah, akan melaksanakan debat publik pertama dengan pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah Kabupaten Blitar nomor urut 2, Rini Syarifah berpasangan dengan Abdul Ghoni, pada tanggal 18 Oktober 2024.
Dalam gelar debat publik nantinya, akan melibatkan pendengar atau penonton secara langsung yang berada di lokasi penyelenggaraan, juga pendengar yang menggunakan media audio, atau audiens yang memanfaatkan teknologi audio-visual. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah tidak sebatas menyampaikan seni komunikasi lisan, tetapi juga menunjukkan kemampuan menyampaikan maupun mempertahankan pemikiran yang digunakan untuk memahamkan serta mempengaruhi para calon pemilih agar menerima pendapat atau pernyataan yang dikemukakan.
Momentum debat publik dalam pemilihan kepala daerah, menurut Mujianto, S.Sos, M.Si., Direktur Blitar Information Centre Institute atau BIC Institute, menjadi penting bagi calon pemimpin. Para calon dalam debat publik mempunyai kesempatan untuk menawarkan dan mempertahankan pendapat dengan alasan-alasan yang sesuai dengan fakta yang bisa diterima. Ini merupakan salah satu bentuk edukasi politik bagi para calon pemilih dan dapat digunakan sebagai rujukan bagi pemilih yang belum bisa menentukan pilihannya, maupun pemilih yang mampu menangkap pergerakan politik dan memiliki kemampuan meneliti serta membandingkan informasi yang beredar, baik dari komunikasi secara langsung maupun informasi yang diperoleh dari media massa atau media sosial sebelum menjatuhkan pilihan politiknya. Mujianto menambahkan, yang sangat perlu diperhatikan dalam debat publik adalah gaya komunikasi yang tidak meninggalkan logika, etika, maupun estetika.
“Esensi debat itu adu ide atau gagasan. Biasanya, pelaku debat melakukan penyerangan dengan tujuan menciptakan kesan yang dapat dibenarkan oleh para pendengar atau penonton yang hadir pada perdebatan. Menyerang memang ada dan sah dalam perdebatan, namun sasarannya adalah bagaimana mematahkan gagasan, bukan dengan asumsi yang keluar dari frame debat dan menyinggung persoalan lain, misalnya hal-hal yang sifatnya pribadi. Kalau hal tersebut terjadi, menurut saya tidak akan menambah penilaian dari audiens, justru malah bisa sebaliknya,” ungkapnya.
Magister Ilmu Komunikasi Publik ini menuturkan, dalam perdebatan ada hal yang harus dihindari, salah satunya memberikan pertanyaan yang menyerang lawan secara pribadi, menyinggung perasaan, serta merendahkan personal peserta debat. Mujianto berpendapat, pada debat publik hendaknya pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan sesuai dengan tema debat yang telah disepakati dan ditetapkan.
“Sesuai dengan tema debat yang disepakati atau ditetapkan, untuk mempertahankan argumentasi dengan argumentasi, begitu juga mematahkan argumentasi ya dengan argumentasi. Dalam debat, calon-calon dalam memberikan alasan harus disertai dengan fakta yang ada, maupun memberikan data dari sumber yang dapat dipercaya. Dengan fakta dan sumber data yang bisa dipercaya, peluang atau kesempatan untuk memperoleh kemenangan dalam debat pastinya lebih terbuka lebar,” pungkas Mujianto, S.Sos., M.Si. kepada Harian Forum.com.(Ans)